Sudah kelewat tengah malam, tapi satu pemuda masih asik berkeliaran di luar kawasan hingga terlihat kepulan udara yang keluar dari mulut sebab hawa dingin menerpa pori-pori. Hidung dan ujung jarinya pun sudah keterlaluan mati rasa saat ini tapi masih tidak memedulikan waktu yang terus berdetak maju hingga lancang menunjuk angka satu, sudah dini hari tapi Jimin masih kelihatan limpung.
Pesanan Yoongi belum ia penuhi, mencari pohon delima di tengah kota memang sulit didapat, Jimin sudah semenjak sore berkeliaran pada pekarangan rumah tetangga yang sekiranya banyak pepohonan, tapi ketika ditanya apa ada buah delima? Mereka menggeleng semua, malah menawarkan mangga.
Jelas bingung sekali jika sudah begini, bayinya niat menyiksa hingga rasanya Jimin ingin cuti hidup saja, tapi nanti Yoongi tak ada yang mengurusi, ia tak ingin itu terjadi. Lelah sudah dirasa sejak tadi, kakinya mulai pegal bekas berjalan ke sana-sini tanpa henti, namun yang diinginkan belum juga ditemukan.
Terkutuklah keinginan bayi mereka yang ingin buah merah itu di tengah kota Seoul begini, tak mau beli dari swalayan dengan alasan kurang segar. Ingin petik dari sumbernya langsung, dikata ini pedesaan apa? Dikata mudah mencari hal begitu dengan sekali ucap? Yoongi benar-benar niat menguras tenaga.
Sepulang kerja disuguhi wajah lugu sang istri dengan perut yang tengah dibuai menggunakan jari, tak terduga langsung meminta dicarikan buah yang diinginkan, mutlak agar segera terlaksana dan bisa dimakan detik itu juga.
Tadi Taehyung sempat membantu, tapi karena kasihan dan khawatir kelelahan jadi Jimin suruh pulang saja, padahal satu pria Kim bersedia untuk menolong sampai dapat. Jimin tak ingin menyusahkan lebih-lebih lagi, jadi ia beralasan kalau Jungkook butuh ditemani karena si gigi kelinci habis menangis sebab dimarahi satu Dosen saat terlambat masuk kelas pagi.
Padahal Jungkook menangis juga tidak, bahkan hari ini pemuda itu masuk kelas siang seperti biasa, Jimin pandai sekali berbohong, walau sebenarnya Taehyung tahu tengah dikelabui karena ia ingat semua jadwal si gigi kelinci. Tapi daripada Jimin semakin ganas mengusirnya, Taehyung memilih jadi anak baik saja, walau agak sungkan meninggalkan pemuda itu di tengah kota yang masih terlihat padat.
Jimin sudah menyerah dan lebih memilih lihat Yoongi sedih, karena demi apapun! Buah delima sulit sekali ditemukan walau Jimin sudah berkeliling sedari tadi. Kaki meniti lunglai dengan deru napas lelah yang kentara putus asa, rumah tadi adalah tempat terakhir sebelum memutuskan untuk pulang dibanding mati karena hipotermia.
Masih banyak kendaraan berlalu lalang walau sekarang sudah waktunya jam tidur, Seoul memang kota yang tak pernah mati sekalipun dini hari. Jimin gusar sekali, sekelebat bayangan wajah sedih Yoongi malah membuatnya ingin mencari lagi si buah merah, tapi apa daya? Sistem tubuhnya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda lelah dan tak sanggup lagi untuk berlama-lama dalam suhu dingin.
Kemudian satu motor mendekat, dari jauh Jimin sudah tahu siapa pemilik kendaraan roda dua tersebut, hingga tak segan mengangguk untuk naik dan dibawa pulang. Taehyung masih memberi air muka yang sama, kelihatan tidak tidur walau Jimin sudah menyuruh pria tersebut agar terlelap saja sembari mengeloni istrinya, tenang dan sepi selama perjalanan tak membuat canggung.
Karena Taehyung memang pribadi yang jarang mengeluarkan patah-patah kata, dan Jimin seseorang yang tak suka memaksa atau cari perkara terhadap watak seseorang, jadi ketika orang yang menemani bungkam maka Jimin tak berani memulai percakapan. Kecuali pada Yoongi, karena sebuah pernikahan perlu yang namanya komunikasi.
Motor berhenti di parkiran khusus yang disediakan pihak apartemen, Jimin turun begitu saja setelah melepas helm gambar harimau milik Jungkook, sedang Taehyung memakai yang standar tanpa hiasan apapun. Mereka melangkah beriringan untuk yang ke sekian kali, rasanya Jimin sering membuat pria Kim ini ikut sulit dalam masalahnya, ia jadi merasa tak enak hati.
"Kamu punya tekad bagus, tapi pikirkan orang rumah juga, kamu tak mengabari Yoongi dan si pucat itu menangis tersedu saat berhasil peluk mudaku."
Tentu saja pemuda Park terkejut atas semua yang terjadi, ia lupa untuk sekadar memberi kabar kalau ia masih berkeliaran bagai anak tersasar. Melupa pada Yoongi yang kemungkinan besar menunggui hingga bertamu di tengah malam pada tetangga sebelah dengan linangan air mata dan wajah khawatir.
"A-aku lupa! Aku terlalu semangat cari buah yang dipengenin Yoongi, aku bener-bener gak ngabarin, aku bego!" Ketika denging lift berbunyi nyaring dan pintunya terbuka ke sisi kanan juga kiri, Jimin cepat berlalu dan menghadap flat bernomor 516.
Taehyung tersenyum tak habis pikir melihat pemuda sahabat Jungkook itu begitu kalang kabut saat kode flat sering salah pencet saking terburu-buru sekali. Lelaki yang punya banyak ambisi serta tekad kuat, membuat Taehyung merasa terpanggil pada masa lalunya yang dilalui dengan banyak kenangan saat kuliah dulu, terasa sama, pantang pulang jika tak benar-benar putus asa.
Taehyung masuk pada flat 517 dan detik selanjutnya terkekeh saat mendapati mudanya terlelap di atas sofa, tampak kelelahan juga enggan meninggalkan dan memilih tunggu dirinya pulang, pintu ditutup perlahan dan kejadian selanjutnya adalah tubuh Jungkook dibawa pindah ke dalam kamar.
Kembali pada Jimin yang mulai panik saat yang lebih tua masih menunggui di depan televisi, dengan hidung tersumbat dan mata sembap yang parah. Ketika suara pintu terbuka cukup kencang membuat Yoongi menoleh dengan mata kucingnya yang menyipit total serta cegukan kecil khas orang yang baru menyelesaikan tangis hebat.
"Kak, maaf buat khawatir, aku cuma gak mau kecewain Aegi," terang si bibir tebal sembari menerima peluk erat dari istrinya yang kini mengusal dan kembali menangis.
"Kalau memang tak ada, ya sudah pulang! Jangan paksakan diri untuk mencari!" Yang lebih tua memberi banyak pukulan pada dada Jimin, menandakan kalau pemuda Park tak sepantasnya berperilaku begini, karena yang seperti ini bisa disebut keterlaluan.
Jimin mengangguk, tak menghalau tangan Yoongi yang terus memukuli dengan gerakan acak yang anarkis, agak sakit apalagi jika terkena tulang selangka. Tapi si bibir tebal memang sengaja membiarkan Yoongi puas mencecarnya malam ini, merutukki segala kebodohan yang dilakukan, padahal Yoongi juga tak akan memaksa Jimin apabila memang keinginannya sukar didapat.
Tangis si kulit pucat reda setelah tuntas memaki Jimin seenaknya, kemudian pria itu bergelung lucu dalam pelukan, meminta perlindungan dari pemuda berumur genap dua puluh tersebut bulan kemarin. Lantas deru napas teratur membuat Jimin terkekeh serta senyum sendu saat mendapati sang istri tertidur nyaman dalam pelukannya.
Memindahkan yang lebih tua sedikit kesusahan karena berat tubuh Yoongi semakin bertambah seiring bayi mereka tumbuh dalam perut. Direbahkan perlahan pada ranjang dan menyingkap sedikit piyama pria manis itu untuk membubuhi beberapa kecupan pada calon buah hati. Kemudian mengusapnya pelan-pelan dan tampak Yoongi menggerung nyaman saat telapak dengan jari-jari pendek Jimin menyusuri perut yang mulai menonjol.
"Aku sayang kalian," monolog Jimin, menerbitkan senyum sebelum menyelimuti keduanya dan ikut terlelap saat tubuh mulai terasa remuk serta kaki yang berdenyut nyeri.
Apapun itu, Jimin akan berkorban jika sudah jadi tujuan, karena Yoongi prioritas utama begitupun dengan apa yang ada dalam perutnya.
Tbc
Lagi senang-senangnya bikin moment Minyoon, gak tau kenapa, mau nyebarin virus Yoongi uwwu~
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour
FanfictionKetika Daegu jadi titik temu takdir. Bertemu dengan sosok asing dan ... Menikah begitu saja. (Taekook; Tae-top, Kook-bottom) (Minyoon; Jim-top, Yoon-bottom) Don't like, don't read!