Jimin melangkah tak tahu arah, yang penting pergi untuk sedikit meredakan amarah. Dirinya tak habis pikir kalau Yoongi akan bicara demikian setelah percakapan yang tak sengaja Seulgi ucapkan, lagipun itu sudah jadi masa lalu.
Tiba-tiba deru klakson membuat ia semakin menepi di pinggir trotoar, tapi sudah menyingkir hingga ujung pun nyatanya kendaraan itu terus berisik hingga Jimin geram dan sigap menoleh. Tadinya ingin sekali marah pada siapa saja yang coba-coba menjahili, tapi tak jadi saat yang ditemui adalah orang yang dikenali.
Sebuah motor matic berhenti di sampingnya, seseorang yang memakai helm itu langsung membuka kaca dan tersenyum simpul. Jimin hanya bisa membalas seadanya, marah tadi masih tersisa jadi sulit untuk mengendalikan diri.
"Mau kemana kamu? Jalan-jalan sendiri," ujar orang itu, Jimin menggembuskan napas sebentar sebelum kembali menatap satu obsidian kebiruan.
"Tenangin hati," jawab Jimin sekenanya, sedang Taehyung menepuk jok belakang tanda agar pemuda itu naik ke boncengan.
Jimin awalnya enggan menerima ajakan tersebut, tapi kalau tak ikut pasti satu manusia Kim ini akan terus memaksanya naik. Jadi diputuskan menurut saja dan Jimin dibawa melesat ke sebuah tempat, bukan menuju ke flat mereka, Jimin saja terbingung-bingung sekarang.
Taehyung mematikan kontak motor dan melepas helmnya kemudian turun yang diikuti Jimin di belakang. Mereka ada di depan sungai, terasa dingin saat mulai sore begini dan Jimin tak pakai luaran serupa jaket atau sebagainya.
Taehyung tak ajak bicara apapun, selain terdiam dan menikmati hilir angin yang menerpa tubuh hingga buat menggigil. Jimin menggosokkan kedua telapak tangan guna menghangatkan diri, masih bungkam atas segala risau hati.
Kemudian satu tepukan pada bahu membuat Jimin menoleh bingung, Taehyung kembali melayangkan satu senyum penuh hangat, senyum yang menandakan kalau dia bisa diandalkan. Jimin tampak ragu, apalagi Taehyung juga baru dirinya kenal satu-dua bulan lalu, cakap-cakap pun masih bisa dihitung jari.
"Kak Tae, pisah itu susah 'kan?" Akhir dari perdebatan hati dan logika pun dimenangkan salah satunya, Taehyung menggerakkan kepala tanda menyetujui.
"Apalagi kalo kita udah beneran cinta," imbuh si bibir tebal, mendudukkan diri pada rerumputan sembari menelusuri sungai dengan kedua netra.
"Kamu sedang bicarakan Yoongi, ya?" Tebak Taehyung, begitu tepat sasaran sampai si bibir tebal tercenung.
Kepala mengangguk sebagai tanggapan, Taehyung ikut lesehan di samping anak belasan tahun itu, menemani Jimin yang tengah berkeluh kesah perihal rumah tangganya. Jimin ambil beberapa batu kecil yang ada di sekitar, melempar pada luas air yang membentang di hadapan hingga batu tersebut tenggelam dengan mudah.
"Aku gak paham tentang pernikahan, yang aku tahu kalo nikah itu hal serius, janji terhadap Tuhan kalo kita harus jaga segala yang diucapkan," ungkap Jimin, kembali melempar batu untuk yang keempat, Taehyung bergeming, kalau boleh jujur iapun kurang paham perihal dunia rumah tangga, bahkan belum siap walau umurnya lebih tua dari Jimin.
"Tadi aku dan Yoongi kencan, canggung banget tapi bikin deg-degan, semua kacau saat gak sengaja ketemu teman lama, bicarakan hal sensitif, Yoongi jadi kepikiran sampai ucap perpisahan, aku gak sanggup."
Taehyung masih mendengarkan lamat-lamat sebelum berdeham kecil apalagi Jimin tiba-tiba berhenti cerita. Pemuda itu tampak sekali gusar, makanya saat Taehyung tak sengaja papasan langsung diajak pergi saja, sampai melupakan Jungkook yang kemungkinan tengah menunggu karena dia disuruh membelikan teobeokki.
"Kak, masa laluku gak baik, Kak Tae gak akan sangka kalau aku dulu penyuka wanita dan tukang hina pasangan sesama, Yoongi dengar semuanya, dia gelisah." Disambung dengan mata terpejam erat, menikmati sandyakala, Taehyung menepuk puncak kepala pemuda tersebut.
"Itu kan masa lalu, kalau masa sekarang, bagaimana?" Tanya yang lebih tua, lantas berdiri dan siap lagi pulang saat pesanan Jungkook mulai dingin akibat terlalu lama ada di luar.
"Kalau sekarang? Tentu beda, aku cinta Yoongi, perasaanku tiba-tiba tumbuh dan itu bukan cuma angan," tepis Jimin cepat, Taehyung mengangguk seraya menaikki kendaraan roda duanya, terdiam menunggu Jimin ikut naik.
Perjalanan berlangsung sepi lagi saat Jimin bungkam kembali, menikmati jalanan Seoul yang makin pekak saat sore hari. Taehyung terlihat lihai mengendarai motornya, terasa gesit dan akhirnya mereka sudah bisa tiba di basement flat.
Menaiki lift bersama hingga lantai lima bisa mereka injak, Taehyung jarang bicara kalau pada orang yang baru dikenal, pada Jungkook pun begitu tapi berangsur membaik setelah lama serumah. Jimin dicekal tangannya saat siap masuk rumah, Taehyung mengusak surai pemuda itu sebelum terkekeh dengan suara beratnya.
"Jangan terlalu tersulut amarah Jim, hati Yoongi itu agak sensitif, bisa jadi ia sedang melamun saat ini, kamu bisa kan sedikit menurunkan ego?"
Jimin hanya memandang dengan alis diangkat sebelah, sedikit skeptis pada ucapan tetangganya sekaligus suami si gigi kelinci.
"Bukan tentang siapa yang lebih tua Jim, tapi siapa yang bisa menyikapi hal seperti ini lebih baik dan dewasa, itu lebih penting. Oke, selamat petang."
Pada akhirnya Jimin yang harus mengalah, mau tak mau, walau ia masih sedikit merasa marah tapi benar apa yang diucapkan Taehyung.
Ia harus menyikapi dengan baik.
Pintu terbuka perlahan, ruang tengah sepi, dan ada onggok tubuh manusia terkulai di atas sofa. Tirai jendela masih terbuka, penghangat ruangan tidak menyala tanda kalau Yoongi belum beranjak sedari tadi. Gila, padahal Jimin sudah sangat lama meninggalkan pria itu, bahkan berjam-jam.
"Kak?" Panggil Jimin pelan sembari menepuk pelan pundak si kulit pucat, membangunkan dengan cara halus.
Yoongi menggeliat kecil sembari mengucek mata, lampu ruangan sudah menyala terang dan hawa sekitar terasa hangat, juga harum jeruk yang khas membuat ia terperanjat sadar. Satu sentakan keras maka Jimin sudah ia rengkuh dengan erat, tak akan membiarkan Jimin sampai melakukan hal kasar di luar kendali lagi, Yoongi takut.
"Jim, maafkan aku." Suara serak khas bangun tidur membuat Jimin terbuai, rasa marah tadi kini berangsur pergi.
Maka ketika pelukan dibalas sama damba membuat yang lebih tua ingin menangis sejadinya, ingin memberitahu kalau ia takut kehilangan satu pemuda yang sudah menyenangkan hati.
"Udah jangan nangis, aku udah gak marah," tutur Jimin lembut, mengecup kepala si kulit pucat sesekali sebelum mengeratkan dekapan dan menyesap harum madu dari tubuh yang lebih tua.
"Jangan marah lagi, aku takut," cicit Yoongi mengiba, Jimin terkekeh saja, merasa gemas luar biasa.
Sebuah anggukan membuat keduanya sama-sama lega, kemudian semua masalah ini diakhiri ciuman dengan pagutan lembut, menciptakan banyak gelenyar menyenangkan sebelum saling menyelami manik masing-masing. Yoongi menatap saksama dan Jimin melakukan hal yang sama, mengarungi perasaan yang kini singgah pada hati, menikmati rasa yang ada.
Keduanya tersenyum, menyuguhkan sungging manis yang tercipta di luar kendali, memberitahu dunia kalau perasaan mereka benar ada keberadaannya untuk dirasa. Degup jantung yang menggila sudah bukan jadi hal tabu, semua lumrah apalagi ketika Jimin mulai menyentuh kulit perut Yoongi yang kini meringis geli.
Selanjutnya sudah bisa dipastikan kalau tubuh Yoongi akan penuh lagi oleh ruam hasil karya suaminya, malam yang akan terus diciptakan hingga tak bosan untuk dilalui mendebarkan.
Tbc
Maaf atas keterlambatan update, kemarin kuotaku habis, sekarang pun belum diisi, mengandalkan WiFi hehehe 😂Kalo Vmin jadi slight di ceritaku ini kayaknya mantep tuh, eh tapi ... mereka berdua kan sama-sama top di sini.👉👈
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour
FanfictionKetika Daegu jadi titik temu takdir. Bertemu dengan sosok asing dan ... Menikah begitu saja. (Taekook; Tae-top, Kook-bottom) (Minyoon; Jim-top, Yoon-bottom) Don't like, don't read!