pt 9.0 | Storytellin'

254 49 18
                                    

9.0 | Storytellin'

-:-

Keduanya diselimuti keterdiaman. Suara yang berasal dari benda persegi di depan mereka menjadi satu-satunya sumber pemecah keheningan. Baik Seungmin maupun Hyunjin, keduanya terlihat enggan untuk buka suara lebih dulu semenjak pemuda Kim mempersilahkan pemuda satunya kembali masuk.

Hela napas terdengar. Seungmin nyaris tertawa karena mereka menghembuskan napas panjang bersama-sama tanpa disengaja. Namun sial, Hyunjin memergokinya. Pemuda Hwang tiba-tiba bersuara, "Ketawa aja, Min. Jangan dipendam, nanti jadi batu ginjal."

"Mana ada tahan tawa jadi batu ginjal!"

Pada akhirnya Seungmin melepas gelak tawa, melupakan fakta bahwa ia habis marah besar pada Hyunjin tak lama tadi. Lagi, setelah tawa Seungmin berakhir, keduanya dikukung kesunyian. Seungmin benci situasi seperti ini, rasanya betul-betul aneh. Ia hidup tapi tak melakukan apa-apa kecuali berkedip dan bernapas.

"Min," suara Hyunjin tiba-tiba terdengar. Bersamaan dengan Seungmin yang menoleh padanya, pemuda Hwang putar kepala sembilan puluh derajat. "Gue minta maaf udah bikin lo marah."

Kalau diungkit, rasa tak ikhlas Seungmin kembali lagi. Kekesalannya yang sudah menguap, datang lagi karena Hyunjin membicarakannya. Seungmin menoleh cepat ke arah televisi, membuat Hyunjin tersentak, mengira Seungmin masih marah padanya.

"Min, gue cuma—"

"Gue pernah tinggal di panti." Seungmin tiba-tiba mengubah alur pembicaraan. Satu kalimat singkat yang meluncur mulus dari lisannya sukses membungkam Hyunjin. Pemuda Hwang refleks tatap Seungmin makin intens meski sang empu fokuskan pandangan pada iklan teh di layar televisi. "Dari kecil gue gak tahu siapa orang tua gue. Ah, bukan."

Hyunjin terdiam, menunggu kalimat dari Seungmin selanjutnya ketika pemuda itu menggeleng pelan.

"Gue lupa." Lanjut Seungmin. "Gue lupa siapa orang tua gue."

Keheningan kembali menguasai. Seungmin arahkan pandangannya pada langit-langit ruang tengah, pikirannya mengawang pada masa kecil yang tak bisa ia ingat dengan sempurna. Yang jelas, memorinya hanya memutar kejadian singkat dimana ia berdiri sendirian di depan rumah, dengan tas ransel kecil di gendongan. Seungmin kecil menangis, meraung-raung mencari ibu dan ayahnya. Meringkuk sendirian di depan pintu hingga malam menjelang, sampai datang seorang wanita yang mengulurkan tangan.

Seungmin tersenyum sumir mengingat kenangan itu. Saat dimana wanita setengah baya membawanya pada sebuah tempat yang membuat Seungmin merasa diterima seutuhnya.

"Ibu panti gue baik banget, baiiiiik banget. Tapi gue bandel, gue sering bantah beliau. Gue sering gak dengerin kata beliau." Pada akhir ucapannya, Seungmin menunuduk seraya tertawa getir. "Brengsek. Dari kecil gue bahkan udah gak tau diri."

Hyunjin diam saja, ia tak memiliki satupun ide untuk memberi Seungmin tanggapan. Maka yang bisa ia lakukan hanyalah diam mendengarkan.

"Lulus SD, Ibu panti gue tiba-tiba ngasih gue sertifikat rumah. Beliau bilang kalau sertifikat itu ada di tas yang gue pake waktu beliau ketemu gue."

Ini, punya kamu. Ibu nemu ini di tas yang kamu pakai waktu kamu kecil dulu. Dijaga, ya. Seungmin ingat persis pesan ibu pantinya.

"Waktu itu pas banget setelah Ibu panti ngasih sertifikat rumah, panti digusur." Tepat ketika itu, air mata Seungmin luruh tanpa bisa dicegah. Membuat Hyunjin yang mendengarkan, menelan ludah susah payah. "Ibu gak pernah bilang kalau pantinya bakalan digusur buat proyek perumahan sama yang katanya punya tanah. Gue maksa mau tetep ikut Ibu kemanapun beliau pergi. Tapi Ibu maksa buat gue tinggal di rumah gue sendiri. Rumah ini."

[✓] 𝙒𝙖𝙮 𝘽𝙖𝙘𝙠 𝙃𝙤𝙢𝙚 | 𝔖𝔢𝔲𝔫𝔤𝔧𝔦𝔫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang