Nia sama sekali tidak kapok meski awal pertemuan dengan anak-anak Garsa tak memberikan hasil yang baik. Namanya pertemuan pertama itu bagai perkenalan, akan ada kesempatan selanjutnya. Mereka pun sebenarnya tak memberikan reaksi yang buruk amat, tetapi juga tak baik. Biasa aja. Hanya satu anak yang mudah menerima Nia. Sisanya akan membutuhkan usaha lebih ekstra lagi.
Saat Nia menceritakan malam pertemuannya, lengkap dengan kejadian di parkiran mobil kala penampilannya yang terlihat menyeramkan di mata Ghani, si anak kecil. Sandy mengatakan sudah lebih baik Nia mundur saja, karena takutnya membuat anak kecil itu trauma merasa dihantui Kuntilanak, jika Nia masih nekat berdekatan dengan keluarga mereka.
Sandy bilang kalau Nia mirip guru Matematika galak yang bikin para anak kecil bakalan takut. Nia jadi curiga, aura dingin karismatiknya yang kadang muncul itu pasti yang dimiliki juga oleh Aisla. Dia pernah ngata-ngatain Kakaknya berwajah menyebalkan, tanpa disadari padahal dia sendiri juga memiliki wajah yang tak terlihat ramah atau semanis Elyn. Nia tahu dia tak menarik di mata anak kecil semenjak beberapa tahun lalu Aldian, anaknya Aisla, sering ketakutan dan tak mau bermain bersamanya, lebih memilih dekat-dekat dengan Tante Elyn. Nia tahu dia tak memiliki aura atau sikap keibuan. Sekarang saat dibutuhkan kemampuan itu untuk mengambil hati anak kecil, Nia jadi nyaris putus asa. Tetapi tenang saja, bapaknya kan masih jelas-jelas menjalin komunikasi tak ada masalah.
“Kamu mirip Mak Lampir serem sih,” canda Sandy tertawa. “Rambutmu panjang digerai dan pake dress putih, motif bunganya kecil-kecil nggak kelihatan jadinya ya serem sih. Aku juga sering bilang kalo rambut Mbak lagi dilepas kayak hantu.”
“Masa aku serem? Bisa-bisanya itu anak kecil nggak mau duduk di dekatku atau sekadar bertatap muka.” Nia mengeluh dengan hati tak karuan.
“Gimana mau nikah sama dia? Anaknya udah menolakmu, Mbak. ”
“Anak kecil, gampang diambil hatinya. Mereka cuma belum kenal aja sama aku.”
"Jadi kamu lebih peduli untuk mengambil hati Anaknya dibanding Ayahnya?"
"Ayahnya udah, anaknya yang harus ekstra. Aku akan hidup dengan anak itu. Anaknya akan didengar oleh Ayahnya."
"Benar gitu? Bukannya kalo Ayah mau nikah lagi itu nikah aja? Nggak dengerin pendapat Anaknya?"
"Aku rasa keluarga Garsa berbeda." Nia bergumam.
"Ibu tiri terbaik mau repot belajar mendekati anaknya," celetuk Sandy penuh sindiran.
Nia melotot tak terima. Jelas ucapan itu penuh makna yang lain. Kalau tak bisa diterima oleh anaknya, bisa jadi si lelaki itu akan meninggalkannya.
Wanita itu tak akan menyerah hanya karena anak-anaknya menolaknya. Yang takut pada Nia hanya si bocah, ketiga lainnya biasa saja. Tak ada tanda menolak kehadiran Nia dalam hidup mereka. Garsa juga masih berhubungan padanya bahkan semakin manis dan mesra. Kalau anak-anaknya tak suka pada Nia, pasti dia akan mundur atau cerita sesuatu, 'kan? Nia amat yakin jadi, sebenarnya anak-anak itu menerimanya. Cuma tabiatnya saja yang bersikap cuek, karena masih asing dengan dirinya.
Nia akan maju karena rasanya sia-sia kalau tidak total sudah dekat selama beberapa bulan ini. Tidak tahu dorongan dari mana, Nia sangat serius berusaha menjalin hubungan dengan Garsa.
Missha dan Santi, sahabatnya sejak kuliah adalah yang pertama tahu tentang ini. Respon mereka sama, kalau jadi kamu, aku juga nggak bisa menolak pesona duda mapan kayak gitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Compromise
General FictionRated 18+ Nia harus menepati janji pada keluarganya, kan kasihan adik laki-lakinya tidak bisa menikah jika dia masih berutang janji. Janji untuk segera menyusul Elyn, adiknya, yang sudah menikah beberapa tahun lalu meloncatinya. Nia putus sama Dipta...