"Aku mau nganter Karel ke sekolahnya. Mas, kamu mau sarapan apa biar aku beliin di jalanan?" Nia membangunkan pria yang masih tidur nyenyak itu.
"Hmmh?" Garsa bangun sambil mengucek mata. Dia tidak menjawab masih mencerna suasana sekitarnya.
"Cepetan, Mas, Karel udah mau jalan nih busnya jalan jam setengah enam!" Tegur Nia biar pria itu cepat menjawab.
"Nggak usah beli apa-apa, Ni. Nanti aku mau masak sarapan buat kalian. Kalo kamu sama Ghani mau beli cemilan kudapan ya nggak apa-apa. Kali aja nanti Dista sama Genta juga mau. Nanti aku mau buatin kalian sarapan, jadi jangan kenyang-kenyang dulu makannya ya." Garsa sudah membuka matanya. Entah dia sedang mengigau atau tidak, tetapi Nia cukup senang lelaki itu masih berminat mengingat passion lamanya memasak.
"Ya udah, masak beneran ya? Nanti kalo kita sampe rumah kamu masih goleran di kasur, nggak ada makanan, Ghani marah-marah loh," kata Nia sambil mengambil kunci rumah cadangan dan ponsel di meja.
"Ghani ikut kamu nganterin karel, Ni? Hati-hati di jalan ya kalian," sahut Garsa.
Nia selalu meresapi ucapan setiap Garsa mengingatkan agar mereka selalu berhati-hati di jalanan. Garsa selalu berkata hal itu. "Iya, aku jalan dulu, Mas. Aku kunci rumah dari luar."
"Hmmm."
Pelan, bisa. Walau masih tak enak badan, dia masih bisa membawa kendaraan demi mengantar Karel.
Usai mengantar Karel dan membiarkan Ghani dadah-dadah lucu pada kakaknya di gerbang luar sekolah. Mereka segera pulang ke rumah tapi di tengah jalan Ghani ingin membeli kue-kue manis. Nia khawatir Garsa belum bangun, tapi tak menghubunginya takut mengganggu tidur pria itu. Sekitar pukul setengah 7 Nia dan Ghani sudah tiba di rumah kembali, Garsa sudah bangun dari tidurnya sedang duduk di kursi dapur menunggu air matang.
"Mas mau bikin apa? Ngopi?" tanya Nia usai melepaskan sweater dan Ghani sudah di ruang TV nonton kartun.
Pria itu yang masih terlihat berantakan ala orang bangun tidur memandangi Nia sebentar lalu geleng kepala. "Aku bikin sendiri aja. Ni, di taman belakang rumah kita itu pagi-pagi sering ada ibu-ibu senam. Kamu ajak Ghani main ke sana biar dia ketemu sama orang baru, bantu kenalin ke teman-temannya kalo ada. Tapi jangan dibiarin main sama anak yang udah SD, nanti bahasanya ikut-ikutan berantakan," suruh Garsa sambil mencomot dadar gulung di meja makan lalu memakannya semuanya. Itu mulutnya lebar banget.
Nia tidak menyahuti dengan bercerita bahwa Ghani pun sudah bisa menyadari pakaian aneh yang pernah ibunya kenakan. Saat tadi di jalan pulang Nia mencoba menanyakannya mengapa Ghani bercerita ke Karel karena disebut memakai baju aneh, anak kecil itu menjawab bahwa ya baju itu aneh karena tak pernah melihat Nia menggunakannya sebelumnya. Baju mengkilat dengan jubah tipis dan licin. Makanya bocah itu menanyakan ke kakaknya sambil bercerita bagaimana mode baju itu dengan jubahnya tipisnya. Karel yang langsung paham.
"Oh, sering ada orang-orang kumpul ya? Waktu aku belanja sayuran, Bu RT juga bilang kalo aku bakal dikasih tahu kalo ada arisan baru udah dimulai. Yang sekarang masih berjalan beberapa bulan lagi selesai."
"Berteman aja biar kamu bisa akrab sama Ibu-ibu yang lain. Jarang ada yang seumuran sama kamu, Ni."
Nia hanya senyum kaku. Tidak lama Garsa menuangkan air ke gelas kopinya lalu mengaduk pelan.
"Ma," Ghani muncul langung memeluk lengan Nia. "Mau susu."
"Mama bikinin dulu. Kamu duduk di depan dulu ya. Oh ya, sambil minum susu Mama ajak main ke taman belakang yuk!"
"Main?" Mata anak itu membelo.
"Iya, tuh ada lagu senam mulai masih cek-cek sound sistem. Nanti kita ke sana biar Ghani mainan di taman."
KAMU SEDANG MEMBACA
Compromise
General FictionRated 18+ Nia harus menepati janji pada keluarganya, kan kasihan adik laki-lakinya tidak bisa menikah jika dia masih berutang janji. Janji untuk segera menyusul Elyn, adiknya, yang sudah menikah beberapa tahun lalu meloncatinya. Nia putus sama Dipta...