13. Siangnya

11.9K 1.2K 51
                                    

“Hapeku mana?” Anak kecil itu mengulurkan tangannya, raut wajahnya tak sabaran dan menodong paksa. Matanya yang bulat dengan manik yang biasanya lucu itu terlihat makin menyebalkan ketika ekspresinya tak sabar.

Nia yang baru naik ke lantai atas untuk mencari Ghani langsung mengerjapkan mata. Mendengar kata hape Nia langsung paham.

“Yuk, sama Bu Karmi dititipin ke Mama ada di laci kamar.”

“Ambil dong,  aku mau main game,” kata Ghani tidak sabar.

Nia melirik jam 11 siang, ya sudah kalau memang ini waktunya.  Nia memberikan ponsel itu pada Ghani. “Main game-nya di bawah aja yuk, biar Mama bisa lihat Ghani mainan apa. Lego yang dulu Mama beliin, nggak pernah dimainin lagi?”

“Nggak mau.” Anak kecil itu lari cepat menyelinap masuk ke dalam kamarnya setelah mendapatkan benda yang diincarnya.

Nia pun mengejarnya sambil membuka kenop pintu yang ternyata sudah dikunci dari dalam oleh anak itu. “Ghani kok pintunya dikunci?”

“Jangan ganggu!!” seru anak itu.

“Mama mau nemenin.”

“Nggak usah!”

“Jangan dikunci, Mama nggak bisa ngecek Ghani di dalam loh. Kalo ada apa-apa bagaimana? Bikin Mama cemas aja,” gerutu Nia menggigit bibirnya menatap sedih pada pintu di depannya.

“Jangan berisik!” Suara balasan anak itu membuat Nia membelokan mata.

Astaga

Nia menggaruk kepala yang tak gatal, tak habis pikir mengapa anak ini menghindar terus-menerus. Awas saja, Nia akan membuat anak itu akan bergantung hidup padanya! Memang siapa yang bisa membantunya sampai para kakaknya pulang? Anak menyebalkan!

Kasih tahu aku, bagaimana caranya bisa disukai oleh anak kecil?

💍💍💍

Jam sudah menunjukkan pukul 1 kurang. Sejak Ghani berada di dalam kamarnya mengunci diri,  Nia membereskan rumah dan juga memasak untuk makan siang. Nia sudah menyelesaikan baju-baju yang sudah kering tertimbun dalam keranjang di ruangan menyetrika. Dia sudah menyetrika semuanya dan memisahkan juga baju-bajunya untuk siap diantarkan ke lemari mereka masing-masing.

Nia memperkirakan sebentar lagi Genta dan Dista pulang sekolah. Mereka pasti lapar dan makan siangnya di rumah. Nia sudah memasak sayur bayam dan jagung. Tempe goreng. Sudah Nia pastikan, makanan kali ini enak karena dia amat serius memasaknya tanpa gangguan.

Di jam siang begini, Nia akan membujuk Ghani untuk makan siang. Dari tadi masih belum mau keluar dari kamarnya. Saat Nia mau naik ke tangga, anak kecil itu sudah turun dengan langkah kecilnya dan hati-hati.

“Aku laper,” ucap anak itu seakan yang bisa dikatakan pada Nia hanya untuk menagih hak-haknya. Tangannya mengulurkan benda ponsel itu agar kembali untuk Nia simpan.

Wah, Nia jadi tertarik kali ini, dia mengagumi contoh kecilnya anak Garsa ini masih tahu batasan dan tanggung jawab walau tak ada yang mengingatkannya. Tanggungjawab saat diberikan kepercayaan. Bisa saja anak ini semena-mena menyelewengkan kesempatan tanpa pengawasan Bu Karmi.

“Yuk, makan. Kalo telat nanti kamu sakit, main game apa tadi?” tanya Nia mengulurkan tangan untuk mengajaknya ke ruang makan.

Ghani tidak kabur berjalan dengan pelan, tetapi tidak mau menerima gandengan tangan Nia. Anak kecil itu berjalan sambil memanyunkan bibirnya.

Di meja makan Nia membantu menyendok nasi dan menyiramkan kuah dan sayuran, Nia juga mengambil potongan jagung manis. Ghani pun makan tanpa banyak bicara. Sembari makan bersama hanya keheningan yang menemani dan decakan dari cicak di dinding.

CompromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang