17. Buka suara

13.5K 1.1K 61
                                    

Besok paginya Nia terbangun di kamar Ghani berkat suara adzan yang sayup-sayup membangunkan. Beruntungnya Nia bisa bangun karena suara itu. Ketika mata ditajamkan melihat ke jam sudah menunjukkan pukul 5 kurang.

Wanita itu mengembuskan napas menyadari angin yang keluar dari hidungnya semakin memanas. Nia menggigil mengeratkan tangan pada tubuh, mencengkeramkan jemari ke baju. Dingin. Wanita itu kedinginan. Melihat Ghani yang masih tertidur pulas sekali, diam-diam Nia bangun dari tiduran untuk kembali ke kamarnya. Masih terbayang kejadian tadi malam, kenapa Garsa tidak membangunkannya semalam.

Di lorong luar belum ada suara tanda anak-anak bangun, begitu masuk di dalam kamarnya sudah ada Garsa sedang memakai baju atasan. Nia terkejut bukan main mendapati mengapa pria itu tidak mengunci pintunya. Garsa juga sedang menoleh terkejut matanya membulat.

"Kok nggak kunci pintu? Kalo yang masuk bukan aku gimana?" jerit Nia.

"Pagi-pagi gini anak-anak nggak ke sini," jawabnya santai.

Mata Nia diusahakan tak melihat padanya yang masih acak-acakan rambutnya. Nia memijat tengkuk merasakan wajahnya meremang panas. Lidahnya kelu dan pahit. Sakit kemarin belum pergi juga sampai pagi itu. Nia pergi menuju lemari kayu cokelat dan mengambil baju lengan panjang, sweater rajut warna hijau.

"Mau mandi sepagi ini? Katanya kemarin kurang enak badan," cetus Garsa dari belakang lagi mengancingkan kemejanya.

"Nggak mau mandi kok, cuma aku lagi kedinginan." Tanpa rasa sungkan atau ragu, Nia melepas ikatan kimono baju tidurnya lalu melemparkan luarannyanya ke bawah sembarangan. Dia pun melanjutkan kegiatan berganti pakaian tanpa ingin tahu bagaimana reaksi Garsa melihatnya. Setelah Nia berhasil memakai baju sweater rajut dan celana selutut warna hitam, sudah melepas baju tidur nan tipis dengan dada terbuka itu, baru Nia berani menoleh pada suaminya.

"Ni," panggil Garsa dengan gugup ketika Nia mengambil baju-baju itu yang berserakan tadi dibuang sembarangan ke lantai.

"Kenapa? Kamu takut nggak jadi berangkat kerja?" tanya Nia iseng sambil berjalan menuju kamar mandi, mau cuci muka dan sikat gigi sebelum menyiapkan sarapan anak-anak.

"Mending kerja dong, masa aku kalah gara-gara bajumu," jawab Garsa santai sesaat sebelum Nia menutup pintu.

"Wleeeek ...." Nia menggoda dari celah pintu. Baju haram itu memang berguna, tetapi belum waktunya!

💍💍💍

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 6, anak-anak sudah berkumpul di meja makan siap sarapan. Nia yang lagi sibuk memasak air panas dibuat syok melihat Ghani tahu-tahu sudah bangun ikutan duduk sama para Kakaknya. Garsa sudah berangkat pagi ini cepat-cepat tidak sarapan dulu. Nia juga lega karena makanan lauk hanya cukup untuk anak-anak.

"Maaa, mau susu!" Ghani berteriak dengan suara serak.

"Iya sebentar," jawab sang ibu cepat.

"Kata Ghani tadi siang ada Abang Kurir Ojol nganterin barang. Guys, Ghani cerita semalam Mama pake baju aneh, kayaknya itu hadiah pemberian dari Papa, hihihi," kata Karel sambil tertawa cekikikan.

"Heei, kalian!" Nia segera menyambangi mereka lebih dekat.

Usai mendengar ucapan Karel, perempuan itu mendapati reaksi wajah Genta yang menegang dan Dista yang batuk-batuk kecil. Nia menjadi malu dengan wajah memanas. Apakah sepertinya anak-anak Garsa mulai menangkap hal-hal begitu dan langsung mengerti. Nia penasaran apa yang dikatakan Ghani si kecil pada Karel. Ahhhh, sial!

"Baju aneh kayak apa?" Dista bertanya suaranya penasaran

"Enggak kok, enggak," tepis Nia dan membuat mereka semua menatap kesal sebab terganggu acara gosipnya. "Ini bajunya memang aneh?" Pamer Nia pada baju yang sedang dia kenakan.

CompromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang