9. Dari cerita

14.8K 1.3K 28
                                    

“Ghani, mau makan pake apa?” Nia berdiri di sebelah anak itu siap membantu menyiapkan makanan.

“Sama Bu Karmi,” jawab bocah itu sambil geleng-geleng kepala. Tatapan matanya menyorotkan ketakutan dan enggan pada sosok wanita yang menatap penuh kehangatan, senyuman kecil pada wanita itu perlahan mendadak memudar.

Di meja sudah tersedia makanan malam itu, semangkuk sayur lodeh yang masih mengepul panas, disertai sepiring tempe dan tahu. Anak kecil itu tidak bisa mengambil piring dan makanannya sendiri sementara para saudaranya yang lain sudah sibuk sendiri mengambil piring lalu menyendokkan nasi hangat.

“Ghani, jawabnya yang bener dong ditanya sama Mama tuh. Ghani bisa disuapin sama Mama juga sekarang,” kata Karel lalu melempar senyuman hangat pada Nia. Anak cowok itu hanya berusaha menghangatkan dan menyambung pembicaraan yang satu arah meski dia tahu akan sulit.

“Bu Karmi lagi sibuk ngerjain tugas lain, Ghani makan yuk, Mama yang siapin,” ucap Nia meraih piring mau menyendokkan nasi ke piring kosong untuk Ghani.

“Nggak mau. Maunya sama Bu Karmi,” rengek anak kecil itu. Ghani menolak dengan gelengan kepala yang berulang. “Bu Karmi! Bu Karmi!!” serunya memanggil nama ibu-ibu penjaganya yang sudah bersamanya sejak kecil.

Bu Karmi muncul tergopoh-gopoh, karena suara raungan Ghani lumayan mengiris hati, apalagi hati sesosok ibu tiri yang lagi-lagi ditolak sama anak kecil. Wanita tua itu segera menuju mendekati Ghani. “Ghani kok nggak makan?” tanya Bu Karmi menampilkan kebingungan dengan matanya yang serius itu.

“Ghani nakal tuh masa Mama dijahatin,” ucap Karel bernada ngadu.

“Maunya sama Bu Karmi,” jawab Ghani lalu menarik tangan wanita itu agar duduk di sebelahnya. Ghani masih memaksa agar wanita itu tidak beranjak pergi. “Ibu di sini siapin dan temenin Ghani.”

“Ghani kan udah bisa makan sendiri, kok manja lagi minta disuapin?”

Ghani menggeleng. “Ghani makan sendiri asal Bu Karmi temenin dan siapin makanannya.”

“Kan udah ada Mama Nia,” jawab Bu Karmi menatap Ghani kesal.

“Nggak mau,” tukas Ghani secepatnya tanpa jeda.

“Iya Bu, sini makan bareng kami. Aku tadi nyariin Ibu Karmi kirain lagi ngerjain hal lain.” Nia duduk di kursi ujung yang merupakan tempat asalnya tadi. Sementara di kursi sebelah Ghani akan bisa ditempati Bu Karmi yang bisa membantu Ghani bahkan menyuapi.

Tadi Nia siap bersedia mau sok-sokan percaya diri membantu Ghani makanya tidak mencari Bu Karmi. Dia akan mencari membiarkan Bu Karmi muncul setelah Ghani bisa luluh dalam tangannya, ternyata anak itu masih tidak mau bersamanya.

“Maaf Bu, saya makan malam nanti aja setelah beres-beres,” jawab Bu Karmi tak enak hati raut wajahnya.

“Ohh, begitu kenapa, Bu?”

“Saya makan malam sekitar pukul 8, kalo makan cepat nanti lapar lagi.” Perempuan separuh baya yang usianya lebih tua dari Mamanya Nia itu senyum malu.

“Kalo gitu di sini temenin Ghani makan, suapin ya, Bu, kalo Ghani mau. Ghani nggak mau sama aku.”  Nia berusaha menelan suara bernada pahit itu dengan pura-pura diselingi kekehan.

“Bu Nia, Ghani udah bisa makan sendiri. Cuma suka manja minta disuapin. Hei, kenapa kamu manja lagi, hm?” Bu Karmi menatap Ghani walau kesal tidak terlihat menyeramkan. Dia mempersiapkan makanan untuk anak majikannya yang sudah dianggap seperti cucu sendiri.

“Ghani cari perhatiaan,” ledek Karel.

“Kayak siapa? Mas Karel yang ngajarin ya?” tanya Bu Karmi.

CompromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang