39. Tetap di sini

13.9K 1.3K 48
                                    

Salah satu hal yang membuat kesal adalah disepelekan, dianggap tidak bisa sebelum benar-benar membuktikannya.

"Aku mau di sini sama Mama, Papa, Mas, dan Kak Dista. Aku janji nggak akan nakal, bakal nurut sama semuanya, dan mau belajar di sini. Aku nggak mau pergi ke mana-mana kalo Mama nggak ikut." Ghani diam sesaat lalu meracau lagi. "Aku harus apa biar nggak dibawa pergi jauh?" Anak itu menangis sesenggukkan ketakutan sekali jika benar-benar akan dibawa pergi jauh dari rumahnya.

Nia juga harus menghargai pendapat dan perasaan, walau Ghani masih kecil belum tentu tidak bisa memutuskan. Orang dewasa yang baik yang juga mesti mempertimbangkan pendapatnya.

Melihatnya yang ketakutan bahkan tak mau ditinggal tidur sendirian membuat Nia tersadar, dia harus menahan anak itu untuk tetap tinggal di sini.

Dalam hatinya ada suara berbisik. Bukan dilepas ke orang lain. Tugasmu mungkin yang terakhir untuk menahan anak kecil itu. Untuk tetap berada di sini.

Sekitar pukul 5 pagi Nia terbangun segera meninggalkan kamar Ghani dan ke luar kamar itu. Di rumah itu masih sepi, kecuali terdengar suara gemericik air dari lantai bawah pertanda ada aktivitas dari Bu Karmi. Wanita itu semalam juga menemui Nia yang sedang menemani Ghani tidur.

Bu Karmi yang paling sedih, selain para keluarga kandungnya. Wanita itu sudah menganggap Ghani bagian dari hidupnya, bagai cucunya sendiri. Bu Karmi mengatakan bahwa Nia yang masih memiliki hak penuh akan kepergian Ghani, karena sudah menjadi ibunya. Masih bisa membela Ghani.

Kalau Nia cuek dan jahat, sudah pasti akan  mengizinkan anak itu dibawa neneknya saja agar tak merepotkan. Tapi Nia tidak rela anak kecil itu pergi, sangat menyayangi dan mau tetap anak itu berada di kota ini. Setidaknya, dia mau menyayangi Ghani dengan mendengarkan dan memenuhi permintaan anak kecil itu.

Nia ingin menemui Garsa. Rasanya asing kala dirinya mengetuk pintu kamar Garsa. Meminta izin untuk masuk. Garsa menjawab mengizinkan Nia bisa masuk ke dalam kamar itu. Di dalam kamar sudah ada Garsa sedang melipat sarung dan menyugar rambut lepek, berdiri dekat meja kerja. Pria itu terlihat suntuk dan lesu. Begitu masuk dan semakin mendekati meja itu, Nia masih melihat keberadaan pria itu yang segera duduk menyampingi dirinya di meja kerjanya.

"Kamu tidur kan, semalam?" tanya Nia curiga memiliki perasaan bahwa lelaki itu tak bisa tidur cemas sekali dan terkejut malam ini. Belum lagi kemarin habis kena caci maki dari sang mertua yang mengingatkan kenangan pahit lama. Pasalnya pria itu bagai juga seperti mayat yang dipaksa hidup. Suntuk dan muram.

"Enggak nyenyak banget sih," jawab Garsa lalu menguap lebar dan merenggangkan otot leher dan tangannya.

"Anak-anak gimana sama rencana Bu Dewi? Kamu ngomong sama mereka nggak? Aku belum nemuin mereka karena nenangin Ghani yang nangis-nangis terus dan ketakutan." Nia menyambanginya di meja kerja itu berdiri di sisinya.

"Semuanya nggak mau Ghani pergi, aku jadi sadar ternyata anak-anakku lebih dekat dari bayanganku selama ini. Dista yang nggak aku sangka, dulu dia paling nggak suka sama kehadiran Ghani. Tapi semalam dia bilang bakal bantuin Ghani belajar. Karel yang sedih banget kalo Ghani sampe jadi dibawa pergi. Genta memohon sama aku agar menahan dengan kuat. Anak itu bilang nggak ada yang tahu tempat teraman di mana. Selama di sini masih aman, seharusnya Ghani tetap di sini, ya kan, Ni?"

Mengapa semua menjadi penting saat di ambang perpisahan, yang semula bersikap tak peduli menjadi sangat ketakutan. Mereka semua mengalami perasaan itu. Baru merasakan sedih dan ketakutan akan berpisah saat ingin kehilangan. Selama masih ada perasaan memiliki, semoga tidak ada yang bisa pergi dari kehidupan.

Mata Nia menjadi berkaca-kaca. Perubahan yang tak pernah dibayangkan. Dista menjadi memperhatikan Ghani sebesar itu, dulu cewek itu tak pernah menganggap Ghani penting. Ghani ada atau tidak, dia tak peduli. Ghani dianggap hanya bocah merepotkan yang keinginannya harus dituruti dan membuat Nia masak makanan yang disukai anak itu. Tetapi Dista ngomel karena pilihan adiknya sesuatu yang buruk.

CompromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang