Biasanya Genta suka meminta dibuatkan susu di jam setengah delapan malam. Nia berinisiatif membuatkan, karena Bu Karmi sedang menemani Ghani di kamar yang mulai mengantuk ingin tidur.
Usai pintu diketuk ada suara yang menyuruh untuk masuk saja, Nia pun masuk dengan senang hati diterima oleh Genta. Begitu masuk ke dalam kamarnya seraya membawa segelas susu putih, inilah pertama kalinya Nia masuk kamar anak itu. Belum pernah masuk kamar mereka sebelumnya, bahkan milik Karel yang sangat sudah terbuka padanya.
"Mama ganggu ya? Kamu lagi belajar apa?" Nia meletakkan gelas di meja.
"Iya, Matematika, aku lagi ngejar materi." Genta melirik ke gelas dari Nia. Ucapannya seakan mengusir secara halus.
"Ya udah, jangan begadang ya. Diminum susunya ya."
Begitu Nia sudah di bawah sedang membuat teh manis, wanita itu melihat Genta yang sudah terlihat suntuk sedang membawa gelas susu tadi yang sudah berisi setengah gelas.
"Kenapa, Gent?" Nia mengamatinya penasaran.
Anak itu pergi ke dispenser memencet tombol air panas. "Kemanisan." Dia menjawab tanpa melihat pada Nia.
"Kamu mau tambahin airnya? Nanti keenceran." Dengan panik Nia mengambil kardus susu dari lemari penyimpanan. Dia memberikan benda itu padanya dan diterima dengan gaya yang dingin. Lumayan daripada Nia akan kena omel. "Gulanya mau berapa sendok?" tanya Nia saat dirasa suasana mereka sangat hening.
"Nggak usah pake, yang tadi udah manis. Biasanya gulanya dua sendok," sahut Genta.
"Tadi Mama masukin dua sendok kok, Gent," jawab Nia lagi.
"Dua sendok penuh, 'kan? Bu Karmi kalo buat dua sendok datar," kata Genta.
"Kenapa nggak pake takaran satu sendok penuh?" tanya Nia penasaran, jadi mencerna.
Memang sih dia memasukan gula dengan dua sendok penuh. Tapi bisakah dikatakan takarannya satu sendok penuh saja, karena itu juga sudah mendekati ukuran dua sendok datar? Kalau pun lebih paling lebih sedikit. Tidak akan semanis dua sendok penuh. Ah, entahlah, terserah Genta saja.
"Masih manis banget kalo satu sendok penuh." Genta membuat Nia mengangguk patuh.
Ingin Nia tancapkan pengingat agar tidak membuat kesalahan di depan anak ini. Setelah membuat susu baru, Genta segera pergi tanpa berkata-kata apa lagi.
Nia membatin di dapur, rasanya ada yang kurang. Apakah anak itu pernah mengucapkan kata terima kasih selama beberapa menit setelah menerima pemberian darinya?
Usai menjalankan tugasnya memastikan anak-anak sudah di dalam kamar sibuk dengan urusannya masing-masing, Nia melirik jam sudah setengah 9 malam. Begitu mau masuk ke kamarnya, ada Dista keluar sambil berjalan pelan. Mata mereka bersibobok. Mau tak mau Nia harus berbicara pada anak itu. Kalau tersenyum saja dia tahu tak akan mendapat balasan.
"Hai, kamu belum tidur, Dis?" tanya Nia menyapanya santai.
Gadis yang disapanya itu membelokkan langkah jalannya menuju pada orang yang berbicara padanya. Jantung Nia berdegup keras dengan mata membelo menyadari anak itu sedang menggubris dirinya. Yang biasanya anak itu membuang muka angkuh selalu mengabaikannya mendadak jadi menganggap dirinya ada.
Dista terlihat memasang wajah datar lalu bersuara. "Kalo mau mengenal dan akrab sama kita, cari tahu dengan cara sendiri. Kenalin kita secara langsung. Jangan dengerin dari cerita orang lain dengan nanya-nanya. Apalagi mencoba meniru Mama Amanda, aku nggak akan suka melihatnya."
Uh, anak remaja ini mengerikan banget. Nia langsung kicep.
"Apa yang aku lakukan sampe kamu bilang aku meniru sikap Amanda?" tanya Nia tak paham. Dia tak tahu banyak tentang Amanda, apa yang mantan Ratu itu lakukan di rumah ini tak diketahui oleh Nia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Compromise
General FictionRated 18+ Nia harus menepati janji pada keluarganya, kan kasihan adik laki-lakinya tidak bisa menikah jika dia masih berutang janji. Janji untuk segera menyusul Elyn, adiknya, yang sudah menikah beberapa tahun lalu meloncatinya. Nia putus sama Dipta...