"Papa ke mana, Ma? Mama nggak diajak keluar nge-date?" tanya Karel duduk di sofa panjang, berbagi sofa dengan Nia. Anak itu langsung membuka toples mengambil rengginang.
Tak disangka Dista dan Genta juga bergabung duduk lalu menatap ke TV dengan amat dingin tak banyak bicara.
"Kalian nggak sibuk, kok pada turun? Hai Gent, nggak belajar abis jalan-jalan di luar, tadi kan lumayan lama? Kok belum tidur, Dist?" Terheran karena lumayan jarang mereka kumpul bersama-sama sudah selarut malam itu.
"Capek belajar," jawab Genta.
"Aku habis belajar hangeul, Ma."
"Papa ke tempat gym," jawab Nia apa adanya.
"Masa sih? Papa update foto lagi nongki sama teman-temannya, Ma, ke Kafe Upnormal. Rame ada temannya banyak, ada yang bawa istrinya juga," ucap Karel sambil menunjukkan fotonya pada Nia.
Nia melihat lalu meringis dengan hati tercabik-cabik lalu kebas, tak berasa apa-apa. "Oh, mungkin nggak jadi ke gym," tepisnya disertai senyum kikuk.
"Nggak bilang sama Mama?" tanya Dista membuat Nia menatapnya balik lalu jantung berdegub kencang tanpa bisa ditahan.
"Oh, iya, mungkin. Mama nggak pegang hape sih." Nia senyum salah tingkah, menutupi kebingungan dan bohong. Nia mengecek ponsel pura-pura, walau tak ada pesan apa-apa dari kontak Garsa.
"Mama last seen perasaan 5 menit lalu." Genta memandangi Nia penuh selidik, membuat wanita itu menjadi mendongak menganga.
"Ma," gumam Karel lalu mendekati dan memeluk tubuh Nia dengan tangan terulur melewati punggung wanita itu.
Nia lumayan terkejut banget menerima perlakuannya yang aneh ini atau dia saja yang pura-pura tak paham? Nia menjadi tenang dan hangat kala menerima pelukan dari tubuh jangkung Karel yang ukurannya lebih besar dan tinggi daripada dirinya.
Wanita itu semakin membeku panik saat Dista juga duduk di sebelahnya dan memeluk tubuhnya dengan erat. Nia pun merangkul dua anak itu walau kepalanya berisi pertanyaan, mereka ini kenapa sih, kok aneh?
Mata Nia bertubrukan dengan Genta yang duduk tak jauh dengan tatapan sendu yang tak pernah Nia lihat sebelumnya. Apa anak itu lelah belajar dan stress sampai mau nangis-nangis setelah masuk kelas akselerasi?
"Kenapa? Kalian kecapekan ya?" tanya Nia mengelus punggung Karel dan Dista. Nia memandangi mereka semua bergantian. "Gent, kamu baik-baik aja di kelas itu?"
"Kelas aksel seru kok, Ma."
"Mama yang baik-baik aja sama Papa?" tanya Dista langsung.
"Ah, memang kenapa?" Nia memasang wajah yang bingung.
Kenapa anak-anak ini mengajak bicara sambil berkumpul? Rasanya Nia mau dikeroyok gini.
"Ma, seharian ini Mama masak nanyain rasa masakannya enak apa nggak sampe berkali-kali dan gelisah. Dulu Mama nggak peduli amat walau hasil masakannya nggak kita suka," ucap Dista.
"Mama nyoba resep baru, Dis," tandas Nia cepat.
"Tadi sore aku denger Mama mau belajar pasang gas elpiji, padahal udah dari lama Dista nyindir Mama yang nggak bisa pasang tapi nggak berpengaruh," imbuh Genta.
"Biar Mama bisa pasang gas."
"Hmm, Mama tetep ngurusin baju-baju kita padahal udah dibagi tugas," ucap Karel ekspresi wajahnya menyelidki Nia.
"Mama iseng nggak ada kegiatan."
"Mama nggak mau cerita sesuatu? Kita bisa kok jadi teman curhat," ucap Karel membuat Nia semakin bingung menautkan alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Compromise
General FictionRated 18+ Nia harus menepati janji pada keluarganya, kan kasihan adik laki-lakinya tidak bisa menikah jika dia masih berutang janji. Janji untuk segera menyusul Elyn, adiknya, yang sudah menikah beberapa tahun lalu meloncatinya. Nia putus sama Dipta...