“Ni, besok kamu libur, ‘kan? Mama sakit dari kemarin, kamu tengokin dong. Kamu kan yang nggak ada alasan sibuk-sibuk banget. Aku repot sama anak dan suamiku karena nggak ada ART sekarang, Elyn juga lagi sakit di rumahnya. Sandy kurang bisa merawat Mama. Besok kamu pulang tengokin dan jagain Mama lah.” Suara Aisla dengan nada tajamnya menghujam telinga Nia.
Efeknya sampai ke hati yang diserang rasa nyeri. Saat tadi Mama mengatakan dirinya sedang sakit di rumah, Nia sudah memikirkan ingin mengunjunginya. Nia tak perlu takut kesulitan karena keluarga barunya tak suka melarang. Anak-anaknya di rumah bisa sama Bu Karmi dan Garsa, tapi Nia belum mengiyakan dan berjanji karena seharian ini kerjaannya di kantor lagi banyak. Dia belum mengabari keinginannya pada Mama, siapa tahu Sabtu besok diminta supaya lembur kerja datang ke kantor. Berhubung besok Nia libur, sudah bisa dipastikan bisa pulang ke rumah Mama.
“Iya, besok aku ke rumah Mama. Elyn sakit juga? Sakit apa?”
“Nggak tahu tuh, pesanku nggak dibales-bales lagi,” jawab Aisla sama dengan Nia yang pesannya diabaikan oleh Elyn.
“Ya udah, tenang aja. Besok aku bakal pulang.”
“Oh, ya udah. Aku tutup ya. Salamin ke anak-anakmu yang lucu itu.”
Nia mencebik sebal. Kalau anaknya Aisla menyebalkan banget beda sama Ghani yang menggemaskan dan tidak pernah nakal. Masih teringat waktu Nia mengajak Ghani ke rumah dan di sana ada anaknya Aisla si Aldian, mereka jadi ribut gara-gara rebutan mainan. Ghani sudah pindah mainan mengalah diganggu lagi. Nia jadi berpikir bahwa karakter Ibu bisa menurun atau bisa jadi berkat pola asuh.
“Ma, udah teleponnya? Mama besok mau pergi?” Ghani bertanya membuyarkan lamunan Nia.
Tanpa sadar dia sekarang sedang di meja makan bersama anak-anak.
“Iya, Sayang. Nenek sakit. Besok Ghani mau ikut?” tanya Nia.
“Ghani ikut sama kita aja, Ma. Biar Mama fokus jagain Nenek. Tadi Nek Yuyu chat aku ngajakin kita nginep di rumahnya.” Karel yang menjawab tentang rencana mereka.
“Kapan rencananya kalian mau ke sana?” Nia lega karena bisa terlepas sejenak dari anak-anak ini.
“Kapan aja, kalo nanti malam dianterin sama Mama. Kalo besok palingan dijemput sama Nenek,” sahut Karel.
“Rencana kalian mau kapan ke sana? Kalo nanti malam, Mama bisa nganterin kok. Biar kalian bisa nginap dua malam,” kata Nia.
“Besok siang aja. Aku mau ngerjain tugas dulu.” Genta menolak dengan ekpresi ketakutan. Memang deh anak ini lebih mementingkan tanggung jawab dulu.
“Tugasmu banyak ya? Hahaha, kelasku juga, tapi aku sans aja,” cetus Dista tertawa pelan.
“Kamu pasti nggak ngerjain sendiri alias nyontek punya orang lain.” Genta memincingkan mata ke arah Dista. “Atau parahnya lagi kalian berbagi tugas ngerjain, tapi nanti tukeran jawaban.”
“Itu kerja sama yang adil, ya kan, Mama?” Tatapan Dista yang semangat kini tertuju pada Nia, dibalas dengan tawa kikuk.
Cara mengerjakan tugas seperti itu juga pernah Nia lakukan bersama teman-teman di SMP bahkan SMA. Jadi, Nia pun tak bisa memarahi Dista.
“Adil sih tapi sambil dipelajarin jawaban materinya loh,” jawab Nia segera membuat Genta mendesis dan matanya melebar.
“Mama sama aja kayak Dista ternyata. Pasti ni anak bakal seneng karena didukung cara belajarnya yang kayak gitu,” cetus Genta. “Terus apa yang bisa bikin aku cocok dan klop sama Mama kalo begini?”
“Kasian kamu nggak mirip sama siapa-siapa dari dulu,” sahut Dista.
“Jangan lupakan aku. Aku yang paling lebih mirip sama Mama Nia, karena goldar kita sama-sama O.” Karel tertawa-tawa hohoho bagai santaclause.
KAMU SEDANG MEMBACA
Compromise
General FictionRated 18+ Nia harus menepati janji pada keluarganya, kan kasihan adik laki-lakinya tidak bisa menikah jika dia masih berutang janji. Janji untuk segera menyusul Elyn, adiknya, yang sudah menikah beberapa tahun lalu meloncatinya. Nia putus sama Dipta...