42. Akhir kata

38.5K 2.2K 494
                                    

Nia nyaris menyemburkan tawa tak sopan. Tidak bisa berpura-pura lagi melebarkan senyuman kala melihat Genta dan Dista berhasil dipengaruhi oleh Ghani dan juga Karel untuk ikutan memakai topi berkarakter hewan.

Ghani memakai yang bentuk Koala, Karel yang bentuk Singa, Dista berbentuk Kelinci, dan Genta yang bentuk Kucing. Mereka sudah bercerita memiliki masing-masing topi itu berkat pergi ke Taman Safari beberapa minggu lalu. Di outlet toko dalam arena wisata, Ghani yang memilihkan barang untuk para Kakaknya. Katanya buat dipakai bareng-bareng. Kesabaran para kakaknya demi menyenangkan si bontot membuat Nia terharu, lebih banyakan keinginan untuk tertawa kerasnya.

Nia di dapur baru saja melihat mereka semua berhamburan ke halaman samping dengan Karel membawa kamera pocket. Di dapur Nia masih menemani Bu Karmi mempersiapkan bahan-bahan yang akan dimasak, siang ini mau memasak Gudeg yang diminta oleh Garsa kemarin malam. Buat makan malam keluarga mereka. Karena untuk makan siang, sudah siap di lemari penyimpanan. Ayam rica-rica.

"Kalian berpelukan dong. Genta sama Dista berdiri di sisi Ghani masing-masing!" Suara teriakan Karel membuat Nia tanpa sadar tersenyum kecil.

Nia mengintip dari pintu, lega melihat dua anak kembar itu menuruti perintah Karel bukannya memprotes karena diminta membuat pose yang tidak-tidak. Ternyata mereka sudah belajar selama ini dan berubah. Mereka sudah tak kaku lagi atau gampang nangis kalau berhubungan satu sama lain. Di mana dulu mereka sering mudah terharu dengan hal kecil saking renggang dan kakunya hubungan mereka. Mereka mulai bisa mengungkapkan rasa sayang dan nyaman satu sama lain.

"Ghani udah nggak takut sama Dista, Bu," ucap Bu Karmi sambil memotong-motong sayur nangka menjadi ukuran kecil.

Nia yang ketahuan sedang memperhatikan anak-anak sontak menoleh dan berpikir hal yang sama. "Kapan terakhir kali mereka main bersama kayak begitu?"

"Waktu masih ada Bu Amanda. Tapi, semenjak Bu Nia pergi, mereka rutin ngobrol bareng-bareng kok. Genta dan Dista udah sering ngingetin Ghani jangan keseringan main game di hape. Jadi, mereka main puzzle gambar dibeliin sama Garsa."

Nama itu sudah terbiasa untuk Nia sekarang. Dia berharap tidak akan ada lagi rasa iri cemburu atau merasa membandingkan diri dengan sosok wanita terkeren yang sangat melekat dalam kenangan setiap manusia di rumah itu.

"Maaaa!" Suara nyaring anak cowok itu bersamaan dengan kemunculan Ghani yang lari masuk ke dalam pintu samping menuju dapur. Anak mungil dengan kepala berbentuk koala abu-abu itu mendekat pada Nia. "Ayo, ikut kita foto bareng!" Ajaknya seraya menarik-narik tangan.

Nia meletakkan nampan yang berisi telur-telur yang mau direbus. "Bu, aku sama anak-anak dulu ya, sebentar." Pamitnya lalu mengikuti ajakan Ghani ke halaman samping. Belum sampai di pintu, Ghani berhenti lalu menoleh.

"Nanti Bu Karmi juga ke samping ya ikutan!" seru Ghani membuat wanita separuh baya itu menoleh tersenyum.

"Nanti Bu Karmi nyusul ya habis nyuci nangka," jawabnya agar menenangkan si anak kecil yang akan memaksa agar cepat-cepat ini.

Saat di halaman samping, Nia celingukan merasa kehilangan sosok pria bertubuh tinggi yang seharusnya juga berada di sana. Nia mengalihkan wajah menahan agar tidak senyum-senyum sendirian melihat Genta dan Dista yang wajahnya lagi masam namun topinya lucu.

"Papa mana ya? Tadi sibuk di kamar terus."

Nia sampai menahan dengusan. Jangan-jangan sibuk hal yang aneh-aneh.

"Mama panggil Papa dulu ya?" Nia memandang Ghani dan menahan anak itu agar tetap di halaman samping saja.

Masih bisa ya menyebut dengan kata Papa?

CompromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang