9

1.2K 163 22
                                    

Suryadira Eka Mesakh-Wiraatmadja.

Namanya Yasna ketahui dari Akbar. Setelah proses akad selesai dan kesadarannya benar-benar kembali, Yasna menggiring lelaki itu menuju lantai atas dan hendak menodongnya dengan berbagai pertanyaan. Peluru yang pertama kali diletuskan perempuan itu adalah, "Apa Abang yang merencanakan semua ini?"

Akbar menggeleng, "Bukan."

Yasna memicing curiga, "Tapi Abang yang bersikeras menginginkan pernikahan ini batal dan bertanya apa aku mau dikenalkan dengan teman Abang. Dia teman Abang juga, kan?"

Akbar mendengus, mengapa semua fakta jadi mengarah kepadanya? "Please, Dek, suamimu punya nama. Suryadira Eka Mesakh-Wiraatmadja, kalau kamu bisa mengingatnya.

"Surya memang teman Abang. Dia juga yang Abang temui waktu itu. Tapi sungguh, Abang ngga tahu apa-apa soal kejadian hari ini."

"Lalu kenapa Mas Surya bisa menikahiku?"

"Itu yang sedang Abang cari tahu," jawabnya. "Adek tahu sendiri, Papa cukup selektif kalau soal kamu. Tapi Papa sepertinya ngga mempermasalahkan penampilan dan riwayat hidup Surya."

"Riwayat hidupnya?"

Akbar mengangguk, "Dia cukup lama tinggal di luar negeri. Kamu paham maksud Abang."

Kalau yang dimaksud Akbar adalah kehidupan yang bebas dan tanpa batas, berarti itu juga melibatkan masa depan mereka berdua. Dia tidak akan sanggup menghabiskan sisa hidupnya dengan lelaki yang pernah gemar bergonta-ganti pasangan. Namun dia juga tidak bisa bercerai dalam waktu cepat—atau bahkan tidak ingin bercerai karena ia hanya ingin menikah sekali seumur hidupnya. Sayangnya Surya terlalu asing dan misterius untuknya; tidak ada petunjuk apapun yang membuat dia tampak lebih baik di matanya. Argh, Yasna dibuat gemas sendiri. Perempuan itu melirik ke arah gazebo, dimana Irvan dan suaminya tengah berbincang sembari bermain catur. Papanya terlihat begitu bersemangat mengalahkan si lawan main dan harus puas dengan kekalahan. Sementara meskipun telah menaklukkan papa mertuanya, raut Surya tetap datar.

Akbar datang dan satu pukulan mendarat di lengan Surya yang berotot. "Aku ingin melakukannya sejak tadi."

Yasna tentu tak dapat mendengar percakapan mereka. Posisi gazebo dan dapur cukup berjarak. Surya tampak melirik sekilas ke tempat Yasna berada, lalu segera memalingkan wajah ke arah Akbar begitu dia memukulnya lagi.

"Apa yang Abang lakukan?"

"Aku kesal sekali dengan manusia ini."

"Surya tidak melakukan kesalahan apapun." Akbar menghempaskan diri di samping Surya dan menatap Irvan heran. Lelaki paruh baya itu tampak begitu menyukai Surya. "Dia berhasil membatalkan pernikahan Adek dan Akylo. Itu kan yang Abang mau?"

"Jadi Papa tahu?" Irvan mengangguk. "Dari awal?"

"Tidak. Papa baru tahu setelah bertemu denganmu di dekat kost Akylo."

Akbar melayangkan tatapan tajamnya pada Surya, "Ini alasanmu menolak permohonanku waktu itu? Karena kamu ingin adikku sebagai imbalannya?"

"Tidak," jawabnya tenang. Akbar menunggu lelaki itu melanjutkan kalimatnya. Namun lelaki itu hanya diam sembari balas menatapnya. Asem!

"Kamu menolak permintaanku karena aku menginginkan Opal menjadi suami Nana?" Akylo mengangguk dan Akbar ingin mengerang frustasi.

"Tunggu! Jadi Abang sempat berniat menjodohkan Opal dengan Nana? Dan itu yang mendasari imbalan tak masuk akal yang diajukan Surya?"

"Abang stress memikirkan Adek, ide tersebut tiba-tiba muncul ketika Abang berkunjung ke apartemen Surya. Namun, Abang juga ngga memaksakan diri untuk menjodohkan mereka. Abang ngga tahu kalau manusia ini ternyata menginginkan Adek sebagai imbalan," rutuknya.

[Bukan] Lelaki IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang