"Nana."
Surya refleks bangkit ketika melihat sekelebat bayangan Yasna berlalu menuju pintu utama. Dia memungut ponsel istrinya di ambang kamar Naufal dan bergegas keluar. Lift sudah menunjukkan tiba di lantai dasar. Surya terus menekan tombol. Sambil menunggu, dia memilih kembali ke unit dan mengambil waist bag yang telah ditinggalkannya di kamar. Yasna tidak mungkin hanya berdiam diri di lobi. Dia pasti sudah memesan taksi. Kalau tidak ke kedai yang kemarin, kemungkinan Yasna pergi ke rumah Benji. Maka tidak mungkin dia menyusul tanpa membawa uang.
Tetapi begitu Surya telah menyelempangkan tasnya, Ava merintih dan memanggil namanya. Surya bergegas melebarkan pintu kamar Naufal, mendapati perempuan itu tengah berpegangan pada kusen pintu menuju balkon. Sebelah tangannya memegang perut. Surya segera mendekat.
"Kamu akan melahirkan?" Surya sempat-sempatnya bertanya. Sementara Ava mengangguk. "Oke. Kamu harus tenang, tarik napas... Saya akan bawa perlengkapan kamu sebentar. Apa password unitnya?"
"Tanggal pernikahan..."
Surya berlari ke unit sebelah. Bohong kalau dia tidak panik. Dia memasukkan angka berupa tanggal yang kebetulan diingatnya. Gotcha!
Dia segera menyambar tas yang memang sudah disiapkan Ava. Due date-nya masih lima hari lagi, tetapi Surya sangat beryukur atas kemandirian perempuan itu menyiapkan segalanya.
Surya kembali ke unitnya dengan cepat dan berusaha menampilkan raut tenangnya, memapah perempuan itu, "Masih kuat berjalan?"
Ava mengangguk. Surya mempersilakan Ava masuk ke dalam lift dengan tetap menggandeng perempuan itu. Surya merasa tubuh Ava terlalu ringkih dan kecil. Yasna juga kurus, tetapi istrinya memiliki postur tubuh yang tinggi. Sementara Ava memiliki postur tubuh kecil dan pendek. Surya jadi berpikir tentang asupan perempuan itu selama ini.
Mereka kemudian memasuki lift dan turun ke lantai bawah. Tetapi Ava meminta berhenti sejenak. Surya tak kuasa melihatnya. Apa Yasna juga akan seperti ini jika hamil dan melahirkan nanti?
Surya meminta security untuk memesan taksi. Mereka segera berangkat ke rumah sakit. Sepanjang jalan, Ava terkadang meringis. Sementara dia tak tahu harus bertindak seperti apa. Beruntung ketika tiba di rumah sakit, dia segera mendapat tindakan.
Setelah Ava masuk ke ruang persalinan, Surya menelepon Rose dan meminta perempuan itu segera ke rumah sakit. Tak perlu waktu lama bagi Rose untuk tiba di sana.
"Rose, saya harus pergi buat cari Nana. Tolong jaga Ava..."
Rose belum pernah melihat Surya yang sekalut sekarang. Maka dia hanya mengangguk menyanggupi permintaan lelaki itu. Namun begitu Surya hendak pergi, seorang perawat keluar dan menjelaskan kalau Ava harus dioperasi caesar. Posisi bayi dalam keadaan sungsang dan terlilit. Dan Surya yang bertanggungjawab atas kondisi Ava saat ini.
Surya duduk di kursi tunggu dan memijat pelipisnya. Sebentar lagi hari akan berganti malam. Pikirannya bercabang. Demi apapun, Yasna baru pertama ini datang ke New York dan bahkan hanya sempat mengunjungi beberapa tempat bersama Surya. Lalu kini, Ava juga tengah menyita perhatiannya. Meski dokter bilang operasi caesar tidak banyak memakan waktu, dia tetap tidak mungkin meninggalkan Rose yang sedang hamil untuk menemani orang yang melahirkan. Kecuali...
"Dimana Benji?"
"Dia masih bekerja. Tapi sudah kuhubungi dan akan ke sini."
Surya mengangguk. Setidaknya jika ada lelaki itu, Surya akan sedikit-banyak tenang meninggalkan rumah sakit. Surya bangkit, merepresentasikan keresahannya dengan mondar-mandir. Terutama ketika Benjamin ternyata belum datang juga.
"Mesakh! Just sit down."
Surya diam, meski tidak duduk. Dia merogoh ponsel, memikirkan siapa orang yang bisa dihubunginya. Tetapi belum sempat dia menemukan jawaban, Benjamin muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Bukan] Lelaki Idaman
Fiction généraleSekuel [Bukan] Wisma Impian - Yasna Malaika Yumnaa Udah, baca aja. Alurnya gak kayak BWI, hehe. Insha Allah akan update tiap hari Jum'at dan Minggu. Foto: @jan.taavi