"Non Nana marahan sama Mas Surya?"
Bibi Nia bertanya sambil menceburkan beberapa potong wortel dan buncis ke dalam panci yang airnya sudah mendidih. Rencananya hari itu mereka akan membuat sup dengan potongan daging ayam. Yasna sendiri tengah memarinasi tempe untuk digoreng setengah tujuh nanti.
"Entah. Aku rasanya nggak marah sama Mas, tapi Mas Surya menghindar terus."
Berbicara tentang perubahan ini, sudah terhitung hampir seminggu Surya menjauh. Dia kerap menghabiskan waktu di ruang kerja, jika tidak dengan laptop, sudah pasti dengan buku-bukunya. Bibi Nia yang baru saja pulang tiga hari lalu pun bisa langsung merasakannya. Tetapi Mario, sekalipun dia juga merasakan hal yang sama, selalu beralasan bahwa Foodie membutuhkan banyak perhatian.
"Coba Non Nana ingat-ingat, apa ada sesuatu yang tidak disukai Mas Surya tapi Non Nana ndak sengaja melakukannya?"
Surya tidak suka udang karena alergi. Rasanya dia tidak pernah lagi memasak apapun dengan campuran ebi. Beberapa waktu lalu, ketika mereka masih berbaikan dan dia belum tahu kalau Surya punya alergi, pernah memesan udang asam manis via aplikasi lalu sedikit-banyak memaksa lelaki itu mencicipinya. Surya pasrah saja membuka mulut dan mengatakan itu enak walau malamnya dia tidak bisa tidur karena gatal-gatal sepanjang malam. Tetapi Surya tidak marah. Tidak semarah ini.
Surya tidak suka Hicko masuk rumah karena khawatir memasuki tempat-tempat yang biasa dipakai shalat. Beberapa hari lalu Hicko mengikuti Pak Parman masuk ke dalam dapur, di saat mereka tengah sarapan. Saat itu Surya hanya meminta Pak Parman mengajak Hicko keluar. Dia tidak marah dan menghindari Pak Parman karena itu.
Apalagi? Pikir Yasna. List ketidaksukaan Surya amat sedikit, dan seperti yang pernah dikatakan Mario, lelaki seperti Surya mustahil bisa marah, terutama hanya karena hal sepele. Kecuali kalau apa yang dilakukannya tidak sesepele itu... tapi apa? Yasna tidak menemukan hal apapun yang bisa memantik perang dingin ini, kecuali...
Ponselnya berdenting dua kali. Satu dari nomor tak dikenal, satu lagi dari Salsa.
+62899321xxx: Surya menghamili perempuan lain. Sy tidak berbohong.
Salsa: Ya lu inisiatif nyari tau kesalahan lu dmn.
Untuk pesan dari Salsa, mereka memang tengah chatting. Sebelumnya Yasna mengatakan secara ringkas kalau hubungannya dengan Surya seakan tidak menemukan titik hangat dan dia meminta solusi dari Salsa yang kehidupan asmaranya dengan Satria selancar jalan tol. Sementara pesan dari nomor tak dikenal itu sudah beberapa hari ini selalu muncul; mengabarkan hal serupa.
Kali ini ponselnya berdering nyaring. Dari Salsa. Yasna melipir ke halaman belakang dan tak perlu berpikir dua kali untuk segera menggeser tombol hijau.
"Udah ketemu letak kesalahannya dimana, Yas?"
Yasna otomatis menggeleng, "Belum."
"Oke, nunggu lo peka itu butuh berabad-abad. Sekarang pertanyaannya gue ubah. Lo pernah ga ngajak ngobrol Surya berdua dan tanya alasan dia marah?"
"Hmm, enggak."
"Astaga!"
"Maksudku pertanyaannya bukan gitu. Aku pernahnya tanya 'apa Mas marah sama aku?' Mas Surya gak jawab apa-apa. Bibi Nia juga gak tanya-tanya Mas Surya udah paham kalau Mas Surya marah sama aku."
"Oke-oke. Mungkin emang sekarang waktunya lo yang jemput bola. Udah pernah coba dandan buat sambut suami pulang? Kalau udah coba, mungkin bakal ada gambaran Surya bakal luluh atau engga. Tapi kalau engga---"
"Gak pernah, Sa. Tiap pulang kan kebetulan aku selalu habis masak di dapur."
Terdengar bunyi tepukan samar. "Kalau begini ceritanya, kalau Surya nggak cari perempuan lain mungkin dia punya kelainan."
"Salsa, mulutnya..."
"Coba realistis aja, Yas. Dia capek pulang kerja dan perlakuan lo ke Surya selama ini juga gak ada manis-manisnya. Dia juga tahu kan riwayat lo sama Akil kayak gimana. Mau sampai kapan dia bertahan terus? Gue gak mau kalau lo baru menyesal ketika Surya udah sama yang lain."
Yasna menghela napas panjang begitu sambungan telepon sudah berakhir. Dia melirik jam, masih ada waktu untuk mandi kilat dan mencoba saran Salsa sebelum Surya pulang. Perempuan itu beranjak menuju kamar dan mengamanatkan tempe kepada Bibi Nia. Tetapi belum sempat Yasna berdandan---tentu saja karena dia masih berusaha mengancingkan pakaian, pintu menjeblak terbuka dan memunculkan sosok Surya.
"Maaf, saya tak tahu kalau Nana sedang berpakaian."
Lelaki itu lantas berbalik dan hendak menarik kenop pintu, sebelum Yasna memberanikan diri menarik sebelah tangan Surya yang lain; mengabaikan fakta kalau dia bahkan belum selesai membenahi pakaiannya.
"Kenapa Mas menghindariku? Mas bahkan tidak pernah memandang ke arahku."
Surya bungkam, tetapi tangannya perlahan mengurai pegangan Yasna di pergelangan tangannya. "Maaf, tapi Mas merasa tidak berhak untuk itu. Tidak berhak juga bersentuhan dengan Nana seperti ini."
Yasna membiarkan Surya berlalu. Perempuan itu juga membiarkan kalimat-kalimat Surya menjelma belati yang menusuk ulu hatinya; jauh lebih sakit dibanding saat Akylo meninggalkannya karena perempuan lain.
***
"Om, buatkan Icha perahu lagi."
Surya mendesah pelan sambil melirik ke arah permukaan danau, beberapa kertas mengambang dan berubah lembek. Tetapi dia juga tak kuasa menolak permintaan Raisa, jadi diambilnya lagi helai kertas baru dan melipatnya menjadi perahu kecil.
Pemandangan itu tak luput dari pengamatan Yasna yang tengah menikmati teh sore bersama Rebecca. Sementara Mario dan Lukas tengah membantu Bibi Nia membakar jagung. Sebenarnya Yasna cukup terkejut ketika Surya tiba-tiba saja mengundang mereka di akhir pekan, padahal semula Yasna sudah berencana akan membahas perang dingin yang lama dikobarkan Surya entah karena apa.
"Udah cocok jadi Bapak, Sur."
Ledekan Lukas memantik senyum simpul di bibir Surya. Dia balas menjawab, "Icha juga sudah cocok jadi kakak."
"Wah, wah, wah. Ada angin apa nih Surya membalas ledekan orang."
Surya melirik ke arah Yasna sebentar, agaknya hendak bersuara tetapi ketika melihat Yasna juga tengah menatapnya, dia kembali menunduk dan membuatkan Raisa perahu. Lagi.
Ternyata penolakan malam kemarin benar-benar bukan sekadar mimpi buruk. Surya bahkan terlihat enggan bersitatap dengannya. Benar apa yang dikatakan Bibi Nia dan Salsa, ada kesalahan yang barangkali diperbuatnya. Tetapi kenapa Surya tidak membicarakan dan menegurnya secara langsung?
"Surya selalu menyukai anak-anak."
Ucapan Rebecca mengingatkannya pada pembicaraan dengan Salsa siang tadi, dia membahas isi pesan yang selalu mengabarkan kalau Surya menghamili perempuan lain. Salsa justru bertanya mengapa dia lebih memercayai isi pesan tersebut? Jawabannya adalah apa yang keluar dari bibir Rebecca barusan.
"Lalu kenapa lo harus mengkhawatirkan itu? Lo bisa kasih Surya anak. Fokus saja ke masalah yang sekarang; jangan menyebar ke hal-hal lain."
Tetapi yang tidak Salsa---dan siapapun, ketahui adalah hubungannya dengan Surya tidak pernah melangkah ke arah yang lebih jauh. Mereka hanya dua orang asing yang tinggal dalam atap dan ruangan yang sama. Tidak lebih dari itu.
Dan, karena dirinya tidak pernah melibatkan fisik maupun perasaan dengan Surya, seharusnya dia bersikap biasa saja ketika melihat layar ponsel Surya menampilkan notifikasi pesan dari Aghnia malam itu. Kenyataannya tidak seperti itu, ada yang terasa hangat dan nyaris panas di sudut hati Yasna yang gigil. Dia tidak menyukainya. Dia tidak menyukai Aghnia.
TBC
![](https://img.wattpad.com/cover/230807786-288-k159967.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[Bukan] Lelaki Idaman
Ficción GeneralSekuel [Bukan] Wisma Impian - Yasna Malaika Yumnaa Udah, baca aja. Alurnya gak kayak BWI, hehe. Insha Allah akan update tiap hari Jum'at dan Minggu. Foto: @jan.taavi