11

1.1K 156 25
                                    

"Mario, kita pulang ke rumah."

Mario mengangguk sebelum menginjak gas. Lukas menempati kursi penumpang di sebelah Mario, sementara Surya dan Yasna duduk bersebelahan di belakang. Lukas tampak mencari lagu untuk membunuh hening di dalam mobil itu. Sudah tiga lagu diputarnya. Alih-alih menjadi sedikit agak hidup, isi mobil itu justru kian hening. Lukas melirik Mario yang balas menatapnya juga. Dia menggeleng sembari tersenyum. Mereka berdua berbarengan melirik spion tengah dan memerhatikan wajah Surya yang tengah menatap Yasna lekat, sementara perempuan itu terlelap dengan kepala menghadap jendela. Sesekali terbentur di sana.

Masih dalam pengawasan Lukas dari kaca spion, lelaki itu melirik arloji sebelum menggeser tempat duduk dan membawa kepala Yasna sepelan mungkin agar bersandar di bahunya. Surya benar-benar bernapas lega karena Yasna tampak tak terusik dengan tindakannya, lalu dia pun memejamkan mata dan berpura-pura tertidur. Lukas tak bisa menahan senyumnya. Diam-diam dia memotret pasangan itu.

"Mas, Tuhan tahu betapa konyol isi otakmu."

"Puji Tuhan, otak Mario ini selalu brilian," sahut Lukas balas mengejeknya. "By the way, kamu tahu rumah Surya?"

Mario mengangguk, "Pernah sekali ke sana. Dari sini belok kiri."

Mereka berbelok dan terus mengikuti jalur hingga mendapati tembok panjang sampai di ujung jalan, Mario memutar stir ke arah kiri. Jalannya hanya bisa dilalui satu mobil dengan kanan-kiri berpagar besi membentuk lorong yang penuh tanaman rambat, seisi mobil menjadi agak gelap karenanya. Terus mengikuti jalanan itu, berbelok ke arah kiri. Lukas melihat seberkas kilau cahaya di ujung sana dan ketika sudah melalui lorong tanaman itu, Lukas benar-benar takjub. Mereka melaju di tepian danau buatan sementara rumah dua lantai milik Surya berdiri di seberang sana, menghadap langsung ke arah danau. Angsa putih dan teratai mengambang di tengah perairan itu. Terdapat pula dermaga kecil dengan sampan merah yang bertaut di sana. Pepohonan rimbun berjejer di salah satu sudut dekat jalan masuk, wajar apabila mobil mereka segelap tadi.

"Puji Tuhan," gumamnya takjub. Lukas turun sebagai yang pertama. Sementara Surya menyudahi tidurnya yang pura-pura begitu Mario membukakan pintu. Dia lantas meminta Mario membawakan barang mereka di bagasi.

"Nana," panggilnya. Yasna menggeliat pelan. Dia beralasan, "Nana, bahu saya terasa kebas."

Seketika perempuan itu membuka mata dan langsung bersitatap dengan mata Surya yang berwarna unik dan sesekali berubah-ubah, tergantung cahaya di sekitarnya. Lelaki itu yang pertama kali memalingkan wajah, lagi-lagi untuk menyembunyikan rona yang muncul di wajahnya sebelum keluar dari mobil. Perempuan itu ingin merutuk, kenapa dia mempermalukan diri sendiri dengan tidur di bahu lelaki itu. Namun ketika keluar dan mendapati sekitarnya, Yasna begitu saja melupakannya.

Perempuan itu mendekati Lukas yang berdiri di dermaga sambil bertolak pinggang. "Kamu sangat beruntung memiliki Surya."

"Mas Lukas orang kedua yang bilang begitu hari ini."

"Oh ya? Siapa yang pertama?"

"Mario."

Lukas tertawa sambil menggelengkan kepalanya pelan. Merasa lucu karena kalah cepat dari lelaki itu. "Aku tahu kamu mungkin masih asing dengan Surya, kuharap kamu tidak pernah menyia-nyiakannya. Lelaki seperti Surya sangat jarang ditemukan."

Yasna ingin bertanya lebih jauh, namun Mario lebih dulu memanggil mereka untuk masuk. Rumah itu memiliki dua undakan sebelum mencapai teras. Ada dua kursi yang dipisahkan meja bundar di dekat jendela. Pintu utamanya memiliki dua daun, dicat berwarna putih. Lantai pertama rumah itu dibiarkan tanpa sekat, dari dekat pintu masuk terdapat satu set sofa, beralih ke kiri ada beberapa anak tangga yang menghubungkannya dengan area dapur beserta ruang makan. Di lantai agak atas itu, tepat di dekat ruang tamu, tangga menuju lantai dua berada.

[Bukan] Lelaki IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang