Waktu berjalan begitu cepat bagi Yasna. Terhitung sudah tiga minggu sejak Surya meninggalkannya di Solo. Perempuan itu tetap menjalani aktivitasnya seperti biasa di kafe tanpa larut memikirkan kenapa Surya tidak kunjung datang ke Solo atau sekadar menghubunginya. Lelaki itu seakan tak menganggapnya. Namun, ia tak begitu terbebani, toh dia juga tidak mencintai Surya. Mereka tidak memiliki ketertarikan satu sama lain.
"Dek," panggilan itu membuatnya mengalihkan perhatian dari penggorengan. Akbar berdiri sambil bersandar di dinding. Lengan kemejanya digulung hingga siku. "Boleh Abang membahas pernikahan kalian sekarang?"
Hanya tersisa Salsa dan satu asisten di dapur Readsto. Yasna menggeleng pelan, mengisyaratkan bahwa dia tidak ingin membicarakannya sekarang.
"Sudah pukul sembilan. Jam kerja kamu seharusnya sudah usai," Akbar sedang tidak ingin berdebat dan mundur begitu saja. "Abang tunggu di meja nomor lima."
Kakak lelakinya sudah berlalu. Yasna menghembuskan napas panjang sebelum membuka apron. Salsa menatapnya sekilas, bukan saat yang tepat untuk ikut nimbrung terhadap urusan sahabatnya. Perempuan itu berlalu setelah menitipkan ketang goreng yang sudah dimasukkannya ke dalam minyak panas.
Melewati dapur dan kasir, Yasna berjalan menuju barisan meja di dekat jendela. Akbar ada di sana sembari meneguk segelas cappuccino. Matanya tak lepas dari layar laptop di atas meja. Pekerjaan lelaki itu seakan tak mengenal kata selesai.
"Dek, selama ini Papa, Bunda, Ayah, termasuk Abang dan Thalia diam itu bukan berarti ngga memerhatikan. Kami yakin ada yang salah dengan kepergian Surya waktu itu. Apa kalian bertengkar?"
"Papa sama Bunda juga sering menanyakan kabar Mas Surya. Aku selalu menjawabnya dengan anggukan, padahal aku ngga dapat kabar apapun darinya. Lalu sekarang Abang datang dan mempertanyakan sesuatu yang sama sekali ngga bisa Aku jawab. Aku gak punya jawabannya."
"Kalian bertengkar?"
"Aku ngga tahu."
Akbar mengusap wajahnya pelan. Dia paham betul tabiat Surya yang irit bicara, cuek, dan pandai membuat tensi lawan bicaranya naik. Diapun paham betul sikap keras kepala adiknya. Keduanya salah karena belum menemukan cara berkomunikasi yang baik dan belum saling mengenal. Tetapi entah kenapa, kali ini Akbar merasa kesalahan itu ada pada adiknya; bagaimana perempuan itu tampak biasa saja sekalipun suaminya menghilang tanpa kabar dalam tiga minggu ini.
"Apa yang terakhir kalian bicarakan sebelum Surya pulang?"
"Mas Surya menginginkan pernikahan ini berjalan dengan baik. Tetapi aku tidak yakin," jawabnya jujur. Akbar memijat pangkal hidungnya yang mancung. "Mas Surya juga bertanya, apa aku ingin bercerai? Aku belum sempat menjawabnya karena kedatangan Bu Ratna dan Akylo."
"Abang ingin memastikan, apa kamu benar-benar ingin bercerai?"
"Aku tidak tahu. Aku tidak mencintainya," jawab Yasna. "Rasanya pernikahan ini bukan kehendakku."
"Astaghfirullah, Adek..." Akbar merasa sudah berada di ambang batas kesabarannya. Yasna pun merasakan itu. "Kalau kamu tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa kamu mengangguk ketika petugas KUA bertanya kesediaan kamu menikah dengan Surya? Kamu bahkan konsisten mengangguk ketika mereka bertanya sebanyak tiga kali untuk memastikan kamu melakukannya atas kesadaran dan keinginan sendiri. Lalu kalau kamu tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa kamu ingin pernikahan ini terlihat baik-baik saja di depan Papa dan Bunda? Akan lebih mudah kalau kamu berterus terang, kamu takkan pernah bisa mencintai Surya dan ingin berpisah darinya. Dengan begitu, kamu tidak mempermainkan Surya dan pernikahan kalian."
"Apa Abang juga mencecar Mas Surya seperti ini?"
"Adek, Abang akan melakukan hal yang sama—dan bahkan memukulnya, jika Surya mempermainkan pernikahan kalian," Yasna hendak memprotes ketika Akbar menggeleng, enggan mendengarkan apapun yang memicu pertengkaran mereka. Lelaki itu mengeluarkan ponselnya, "Surya bukan tidak menghubungimu, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[Bukan] Lelaki Idaman
General FictionSekuel [Bukan] Wisma Impian - Yasna Malaika Yumnaa Udah, baca aja. Alurnya gak kayak BWI, hehe. Insha Allah akan update tiap hari Jum'at dan Minggu. Foto: @jan.taavi