Surya menatap bayi mungil di gendongannya. Sebelah tangannya memegang dot. Syukur bayi perempuan itu tak terlalu rewel. Tapi ada hal-hal yang tidak disyukurinya. Ava terbaring koma pasca operasi, sudah terhitung tiga hari termasuk hari ini. Dokter bilang Ava mengalami komplikasi; syaraf rusak, gagal ginjal, serta paru-paru. Pendarahan yang terjadi begitu banyak sehingga cairan tubuh berkurang cukup banyak dan menyebabkan gagal ginjal. Hal ini juga menjadi penyebab terganggunya sirkulasi darah ke otak dan jantung. Sehingga mengakibatkan gangguan syaraf dan paru-paru—akibat jantung yang bengkak.
Sementara pikiran Surya juga bercabang. Dia sangat ingin pulang, tetapi siapa yang akan menemani perempuan itu di sini? Surya merutuk, mengapa dulu dia tidak begitu dekat dengan perempuan itu sehingga tak tahu siapa keluarganya—tapi tunggu dulu, bukankah ketika menikah dulu ibunya hadir di sana? Surya menghela napas lelah, dia tidak tahu nomor ibu Ava, atau keluarganya yang lain.
Sesekali Rose dan Benjamin menemaninya di sini. Tetapi hari ini keduanya belum muncul. Benjamin jelas bekerja, begitu juga dengan Rose yang masuk setengah hari. Mungkin sebentar lagi perempuan itu akan datang. Ponselnya berbunyi repetitif. Surya ingin menepuk jidatnya sendiri. Bisa-bisanya selama dua hari ini dia mengabaikan benda itu. Ada panggilan masuk dari Mario.
"Hal—"
"Oh my God! Mas kemana aja?!" tanya lelaki itu. Suaranya seakan greget ingin menghardik atasannya sendiri.
"Ada apa, Yo?"
"Mas masih bertanya ada apa? Non Yasna gak pulang ke rumah Mas. Mas Akbar juga kelihatannya marah sama Mas. Sewaktu di Foodie, dia tiba-tiba pamit pulang. Padahal Mas Lukas lagi bahas hal penting. Puncaknya, Pak Irvan telpon saya nanyain Mas sudah pulang atau belum. Pak Irvan pingin ketemu, sudah telpon Mas berkali-kali tapi gak diangkat sama Mas. Mbok ya kalau punya HP tuh dicek, Mas."
Surya menghela napas berat, "Nanti saya hubungi Papa. Kamu sama Bibi baik kan di sana? Keperluan dapur masih ada?"
"Mas, wes gak perlu khawatir sama saya atau sama yang lain. Mas khawatir sama diri sendiri dulu. Saya yakin kalau sampai Pak Irvan yang turun tangan begini, berarti masalahnya gak sepele. Saya malah takut keluarganya Non Yasna minta kalian buat pisah."
Bayi di gendongannya menggeliat tak nyaman. Mungkin sudah menyadari jika dotnya sudah dilepas sejak lama. Bersamaan dengan itu, ada notifikasi masuk. Dari nomor baru, yang mana isinya menyuruh Surya mengecek saldo. Surya meminta waktu sebentar kepada Mario. Nominal yang masuk membuat dahinya bertaut. Dia jelas bingung.
"Yo," Surya memanggil. Mario menyahut pelan. "Ini kenapa Om Bram transfer uang?"
Mario ikut diam. Ada apa lagi dengan pria itu?
"Berapa, Mas?"
"Lima ratus, Yo."
"Ribu?" tanya Mario ragu.
"Juta," jawab Surya.
"Mungkin gaji Mas dua bulan ini. Pendapatan Mas di perusahaan itu kan harusnya segitu tiap bulan. Dan Mas udah ga di perusahaan itu dua bulan ini, kan? Anggap saja begitu."
"Tolong crosscheck ya, Yo. Tolong tengok Nana juga ke Solo. Saya belum bisa pulang."
"Mas..."
Surya tidak menjawab sebab bayi itu menangis. Dia menyimpan ponselnya di atas kasur. Bertepatan dengan itu, Rose masuk ke dalam. Kedatangannya diikuti seorang suster.
"Rose, tolong pegang bayinya dulu. Dia kayaknya mau susu lagi."
"Mas! Mas Surya! Jangan bikin saya mikir yang enggak-enggak," Mario menyahut. Tetapi Surya terlalu fokus mendengar kabar dari suster itu dan akhirnya menekan tombol merah.

KAMU SEDANG MEMBACA
[Bukan] Lelaki Idaman
Fiksi UmumSekuel [Bukan] Wisma Impian - Yasna Malaika Yumnaa Udah, baca aja. Alurnya gak kayak BWI, hehe. Insha Allah akan update tiap hari Jum'at dan Minggu. Foto: @jan.taavi