Suasana halaman belakang rumah Irvan kembali ditata sedemikian rupa seperti saat acara pertunangan dulu. Bedanya, kali ini di atas kolam renang di sulap menjadi panggung rendah beralaskan permadani untuk melangsungkan akad nikah. Terdapat empat kursi putih yang melingkari meja di bagian tengah panggung tersebut sebab Addar jelas akan menduduki kursi roda. Background putih yang dibubuhi inisial nama kedua mempelai dihiasi bunga dan daun sintesis, begitu pula pada bagian belakang sandaran kursi kedua mempelai.
Pukul setengah delapan, mereka sudah berkumpul. Tamu undangan yang hanya terdiri dari keluarga dan sahabat terdekat saja sudah menduduki kursi masing-masing, begitu juga dengan masing-masing keluarga mempelai. Tinggal menunggu kedatangan petugas KUA dan mempelai perempuan. Keempat kursi untuk keluarga perempuan diisi Irvan dan Siti yang duduk bersebelahan, lalu Thalia, dan Naufal. Akbar jelas mangkir dari sana, sama sekali enggan menyaksikan adiknya jatuh ke pelukan lelaki itu. Bagaimana pun keadaannya, Akbar tetap yakin ucapan Arif benar adanya.
Sementara keluarga laki-laki diisi Bu Ratna, Kanaya, serta paman dan Bibi lelaki itu. Akylo sendiri duduk resah di hadapan Addar dan lebih gelisah ketika Irvan tak berhenti menatapnya.
"Tenangkan dirimu, Kil."
Akylo mengangguk. Tubuhnya terasa kaku sebab ingin menjaga jasnya tetap rapi dan mengkilap. Namun kedatangan petugas KUA kian menambah siksaan tersendiri baginya. Begitu melihat siluet Yasna dari pintu dapur, Thalia bangkit dan menghampiri Akbar yang sedang duduk di kursi tamu bersama Athia, perempuan itu memohon agar Akbar mengisi tempat duduknya.
"Mas, tolong jangan seperti ini. Duduklah di sana sebagai orang yang menyayangi Nana, sekalipun Mas tidak merestui mereka."
Akbar mengangguk. Dia berjalan menuju Yasna yang sedang digandeng Salsa, menjemput perempuan itu untuk diantar ke pelaminan. Setidaknya dia bisa bersikap sebagai orang yang amat menyayanginya, walau gagal melindunginya.
Akbar mengamit tangan perempuan itu sembari berkata, "Abang minta maaf."
Yasna mengangguk, "Adek juga minta maaf sama Abang. Adek masih kekanakan."
"Kamu cantik banget."
Yasna tersipu. Gaun putih membungkus tubuh Yasna dengan sempurna; tidak terlalu membuat tubuh rampingnya menonjol dimana-mana. Pas. Sesekali payetnya tampak berkilau ditimpa matari pagi. Kerudungnya membingkai wajah berpoles make up natural. Sungguh siapapun yang hadir di sana terkesima, apalagi ketika kedua pipi itu merona sebab Akbar terang-terangan memujinya.
Tak lama setelah pantat Yasna mendarat di kursi sebelah Akylo, petugas KUA memberikan wejangan singkat dan memulai akad. Tangan Akylo sudah menjabat jemari Addar erat, sementara Irvan makin resah di tengah duduknya. Matanya mencari-cari orang yang menjanjikan batalnya pernikahan ini. Nihil.
"Saya nikahkan engkau..." Irvan tak lagi peduli dengan ucapan Addar. Dia lebih fokus pada kehadiran seseorang yang begitu ditunggu sejak tadi. Si pengirim pesan. Kali ini dia tidak datang seorang diri, lelaki yang memberikan informasi kepadanya turut hadir.
"Saya terima kawinnya Yasna Malaka..." Akylo berucap ragu. Irvan dan Siti merasa seluruh tubuhnya bergetar ketika mendengar kalimat itu, sampai-sampai tak menyadari bahwa ia mengucapkan kalimat keliru. Keduanya melirik pada dua orang yang mereka tunggu. Sayangnya, mereka berdua terkesan santai menduduki kursi yang telah disediakan di barisan depan. Tampak si informan sedang berbicara, sementara si pengirim pesan sibuk mendengarkan.
"Nikah dan kawinnya," koreksi Akbar kesal. Apa-apaan lelaki itu, ia bahkan tak benar menyebutkan nama adiknya.
"Mohon diulangi sekali lagi. Nak Akil tidak perlu sengebet itu, sabar ya," seloroh petugas KUA. "Monggo Pak Addar, diulangi."
KAMU SEDANG MEMBACA
[Bukan] Lelaki Idaman
General FictionSekuel [Bukan] Wisma Impian - Yasna Malaika Yumnaa Udah, baca aja. Alurnya gak kayak BWI, hehe. Insha Allah akan update tiap hari Jum'at dan Minggu. Foto: @jan.taavi