Yasna memerhatikan penampilannya yang dipantulkan cermin. Kebaya putih pemberian Bu Ratna begitu pas membungkus tubuhnya yang ramping, berpadu dengan rok lilit berbahan kain jarik yang cantik. Disempurnakan kerudung putih yang dibelitkan di bagian leher. Ia hanya mengenakan aksesoris simpel, senada dengan make up-nya yang natural.
"Lo cantik banget, Yas."
Yasna melirik perempuan itu dari cermin. Mau tak mau bibirnya terangkat ke atas. Terlihat bibirnya yang dipoles lipstik merah muda kian merekah. "Aku gugup banget, Sa."
"Wajar, ini hari yang lo tunggu-tunggu sejak lama," jawab Salsa enteng. Ia mendekat hanya untuk membenarkan kerudung bagian belakang Yasna yang agak kusut. Meski bukan itu jawaban yang diinginkan Yasna, ia cukup paham watak Salsa yang terkesan tak punya empati. Padahal Yasna sendiri tahu, perempuan itu begitu perhatian. Sejak mendengar ia akan dilamar, Salsa mengajukan diri membantu sebagai asisten MUA secara sukarela. Walau sebenarnya kakak iparnya, Thalia, sudah memesankan MUA yang bagus, Yasna sadar betul bahwa kehadiran Salsa banyak membantunya.
"Sa, gimana perasaan kamu waktu tunangan sama Satria?"
"Ya kayak lo sekarang, bawaannya bahagia dan pingin senyum terus."
"Kamu pernah ngerasa ragu sama dia?" tanyanya lagi.
Salsa menggeleng, "Engga. Mungkin karena gue sama Satria selalu komunikasi soal apapun. Kenapa? Lo ragu sama Akylo?"
Yasna bergeming, tetapi ingatannya melayang pada malam pekan lalu. Ketika Irvan, Siti, dan Naufal membiarkan Akylo berdua saja dengannya.
Ketika sudah berdua, Yasna justru berjalan mengikuti jejak mereka. Akylo jelas mengikuti. Entah apa yang membuat Yasna memilih menduduki high chair di seberang kitchen set. Namun saat melirik keberadaan Irvan dan Siti di kolam belakang sedikit-banyak membuatnya tenang. Baru kali ini Yasna merasa enggan berduaan dengan lelaki di hadapannya.
"Yas, aku benar-benar minta maaf."
"Aku juga udah pulang dari Wonosobo. Kamu gak perlu minta maaf."
Akylo menghela napas, ini pertama kali ia menyaksikan Yasna ngambek sedemikian hebat. "Kamu masih mau marah sekalipun kita udah dapat restu buat nikah?"
"Kenapa Papa bisa kasih kamu restu?" Akylo mengerjap pelan. Heran dengan pertanyaan kekasihnya.
"Kamu terkesan nggak sebahagia aku, Yas." Yasna melirik lelaki itu. Rautnya yang semula berbinar tampak redup. Guratan lelah pun terlihat jelas di sepasang matanya yang bulat. "Tolong katakan aku harus melakukan apa supaya kamu balik lagi jadi Yasna yang aku kenal; yang dari awal selalu memperjuangkan kita buat dapat restu."
Dia terkesan membiarkan kamu berjuang sendirian untuk mendapatkan restu kami. Sikapnya itu yang mungkin Kakak benci. Kalimat Naufal bergema di telinga Yasna.
"Aku capek, Kil."
Akylo mengusap wajahnya lelah dan mendengus pelan, "Kamu mau kita putus aja?"
Kata itu bahkan tak terbesit di pikiran Yasna. Ia menatap Akylo tajam, seakan ingin menghunusnya pelan-pelan. Untuk pertama kali, Akylo memberanikan diri menggenggam tangannya, "Yas, sedari awal kita pacaran, aku tahu kalau aku hanya beban buat kamu, aib bagi keluargamu. Tapi kalau kamu berpikir hanya kamu saja yang berjuang buat kita, kamu keliru. Sejak lulus kuliah, aku berusaha cari kerja buat menyamakan status sosial kita. Karena kupikir hanya itu satu-satunya cara agar aku direstui Pak Irvan. Dan memang benar, kan?
"Setelah aku dapat kerja, keluarga kamu bisa terima keadaan keluargaku. Setidaknya aku nggak terkesan terlalu ingin jadi bagian orang kaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[Bukan] Lelaki Idaman
Ficción GeneralSekuel [Bukan] Wisma Impian - Yasna Malaika Yumnaa Udah, baca aja. Alurnya gak kayak BWI, hehe. Insha Allah akan update tiap hari Jum'at dan Minggu. Foto: @jan.taavi