31

921 175 64
                                    

"Assalamu'alaikum. Na, bangun yuk! Waktunya tahajjud," Surya berbisik di telinga Yasna usai membangunkan perempuan itu beberapa kali.

Jika beberapa saat lalu perempuan itu tak bergeming, kali ini dia merespon dengan gumaman tak jelas. Tapi beberapa detik kemudian dia menjawab, "Iya, ini bangun nih."

Bukan istri Surya namanya kalau tidak ajaib. Yasna bisa diajak ngobrol ketika tidur. Fakta itu diketahuinya beberapa waktu lalu. Saat itu, sebelum Shubuh, Surya mencari kemeja yang dipakainya dua hari lalu. Ada cek di dalam saku yang belum sempat dikeluarkannya. Yasna menjawab sambil tidur, kemeja itu sudah dicucinya tetapi belum dipindahkan ke ruang setrika. Surya lantas mengeceknya. Nihil, tak ada apapun di tempat jemur.

Surya bertanya lagi pada Yasna, istrinya menjawab kemungkinan sudah dipindahkan ke ruang setrika. Dicek di sana pun tidak ada. Barulah ketika Surya melirik keranjang pakaian kotor, dia mendapati kemeja itu ada di sana. Masih seapek dua hari lalu. Begitu kembali ke kamar, dia mendapati istrinya sudah bangun dan tengah bersandar di kepala ranjang. Tampak sekali masih ngantuk.

"Ini saya temukan di keranjang cucian," ucap Surya saat itu, sambil menunju kemejanya.

"Memang belum kucuci, Mas. Dua hari ini aku belum sempat nyuci baju."

"Nana bilang di ruang jemuran, saya cek gak ada. Saya tanya lagi, Nana jawab di ruang setrika..."

"Eh, masa?" Respon Nana cepat. Lalu sedetik kemudian tawa perempuan itu mengalun, "Pantesan kata Bunda aku kalau ditanya pas tidur suka ngejawab. Nyambung lagi. Ternyata beneran. Duh, maaf ya Mas."

Saat itu Surya hanya bisa melongo sejadi-jadinya. Tetapi kali ini, dia tersenyum tipis. Terutama ketika tangan perempuan itu menarik selimut dan menutupi tubuhnya hingga pinggang, kemudian memeluk gulingnya erat. Fix, barusan Yasna mengigau.

Surya menyentuh lengan telanjang istrinya yang terasa dingin, mendaratkan kecupan ringan di pelipis perempuan itu, lalu kembali berbisik, "Nanti saya bangunkan begitu mau Shubuh ya, Na."

Yasna tak merespon, Surya menarik selimut lain untuk menutupi tubuh istrinya hingga sebatas pundak. Baru setelah itu Surya shalat sendirian dan melanjutkannya dengan mengaji. Masih ada tiga puluh menit sebelum Shubuh. Dia bergegas ke kamar mandi, menyiapkan air hangat, baru kemudian membangunkan Yasna.

"Na, udah mau Shubuh. Saya udah siapkan air buat mandi."

Perempuan itu mengucek matanya. Ini baru tanda-tanda istrinya akan bangun. Yasna beringsut bersandar di kepala ranjang, lalu melirik jam di atas nakas.

"Mas kok gak bangunin aku?"

"Udah, tapi Nana kecapekan kayaknya. Pulas banget tidurnya," Surya menjawab sambil menahan senyum. Biar ekspresi Yasna ketika tidur tadi menjadi rahasia yang disimpannya rapat-rapat. "Mau mandi sekarang?"

Yasna mengangguk sebelum bangkit dari ranjang. Tetapi begitu Yasna hendak menutup pintu, dia justru mendapati Surya yang ikut masuk ke dalam kamar mandi.

"Mas mau ngapain?"

Pasalnya, Surya sudah rapi. Dia mengenakan sarung dan baju koko, lengkap dengan peci yang masih ada di atas kepala. Surya mencelupkan tangan, mengecek suhu air di dalam bathup.

"Ini mau ngecek ai—kenapa wajah Nana merah begitu?" tanya Surya begitu dia meliriknya. Sejurus kemudian dia memahaminya, pasti pikiran perempuan itu terdistraksi karena mengingat kejadian semalam. Setelah dirasa airnya sudah kembali hangat untuk Yasna mandi, dia mendekati istrinya hanya untuk menjentikkan jarinya sepelan mungkin di pelipis perempuan itu. Lalu berbisik, "Pakai shampoo yang banyak, ya. Biar isi kepalanya bersih lagi."

Setelahnya Surya berlalu dan menutup pintu kamar mandi.

"Mas! Aku ngambek loh ini."

Teriakan Yasna terdengar dari luar. Surya hanya mampu menggelengkan kepala sambil menyiapkan pakaian dan hair dryer untuk istrinya, dia juga menggelar sajadah di belakang sajadah miliknya. Baru kemudian mendekati pintu kamar mandi sambil membawa bathrobe dan handuk kecil.

[Bukan] Lelaki IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang