36

1K 172 20
                                        

"Mas kenapa?" Yasna bertanya setelah melihat Surya mengernyitkan dahi saat membaca sesuatu di ponselnya. Lelaki itu menggeleng pelan, urusan kantor. Namun sedikit-banyak mencuri ruang di pikirannya. "Ada masalah? Atau Mas harus segera pulang?"

Surya menggeleng untuk pertanyaan pertama. Sedangkan untuk pertanyaan terakhir, dia tahu sudah seharusnya pulang ke sana. Bukan hanya karena perlu mengkonfirmasi pesan Lukas, tapi dia memang harus bekerja. Walau tak dapat ditampik jika Surya merasa memerlukan waktu lebih untuk bersantai. Terhitung tiga hari dua malam dia berada di Solo dan menikmati quality time bersama keluarga; bermain catur dengan Irvan, menonton televisi bersama, dan sudah pasti berduaan dengan istri---seperti sekarang.

Mereka sedang makan malam selepas menonton film. Surya memesan steak dan sudah ludes, sementara Yasna masih menyantap nasi goreng---padahal sebelumnya dia sudah menghabiskan seporsi sup iga berikut french fries milik Surya. Surya tak masalah dengan porsi makan Yasna yang gila-gilaan. Selain Yasna memang hamil, Surya juga tak peduli pada bentuk tubuh perempuan itu. Gemuk maupun kurus, dia tetap suka. Lagipula Surya takkan melarang. Toh dia juga sama saja. Ketika menoleh ke deretan menu lain di mall itu, dia merasa kembali lapar. Tanpa pikir panjang, dia kembali memesan makanan.

"Kok cuma satu?" protes Yasna begitu pesanan Surya tiba. Lelaki itu membuka mulut dan hendak menjelaskan kalau dia hanya ingin mencobanya satu saja, namun Yasna melanjutkan, "Kan aku juga mau..."

Surya cukup terkejut. Setelah sup iga, french fries, dan nasi goreng, dia masih mau makan? Namun Surya segera menguasai diri. Si Ibu Hamil yang sangat sensitif itu bisa cemberut kapan saja. "Saya kira Nana gak mau. Maaf ya, biar saya pesan lagi."

"Gak perlu, Mas. Aku kenyang, mau nyicip punya Mas aja sedikit," jawabnya. Namun yang katanya 'sedikit' itu, nyaris menghabiskan semuanya. Setelah dipikir-pikir, Surya memilih tidak memesannya lagi. Selain nafsu makannya yang naik pasca Yasna hamil, dia juga jadi tak bisa menahan kantuk selepas makan. Karenanya, dia perlu menahan diri agar tak mengantuk ketika menyetir nanti.

Sayangnya, hal itu hanya tinggal rencana. Ketika hendak pulang, Yasna mengajaknya melipir ke area supermarket. Ada buah yang ingin dibelinya. Tentu bukan sekadar buah, Yasna membeli banyak makanan lain sehingga jika ditotal, belanjaannya mencapai dua juta. Hanya untuk camilan mereka, sebagian sudah mulai dibuka ketika perjalanan pulang.

"Kita pulang ke apart aja, ya?" tanya Surya. Lebih condong memberitahu saja, bukan meminta pendapat.

"Kenapa?"

"Saya mulai mengantuk, riskan rasanya kalau menyetir sampai rumah Papa."

Yasna mengangguk. Dia juga sama mengantuknya dengan lelaki itu, alhasil tak dapat menggantikan Surya menyetir mobil. Lagipula semenjak hamil, Surya mulai melarang Yasna melakukan ini-itu karena rasa khawatirnya yang berlebihan.

Begitu tiba di apartemen, Yasna langsung merebahkan diri di atas sofa. Kakinya cukup pegal setelah berkeliling mall. Sementara Surya membawa belanjaan mereka ke kitchen set, sebagian dimasukkan ke dalam kulkas.

"Bersih-bersih dulu, Na," ucap Surya begitu mendapati istrinya tampak mulai terlelap.

"Ngantuk," dalih Yasna setengah mengigau. Surya hanya menggeleng-gelengkan kepala. Dia lantas memasak air, sambil menunggu matang dia kembali mendekati istrinya.

"Na, sikat gigi dulu, yuk."

Ajakan Surya tak berpengaruh apa-apa. Perempuan itu sudah pulas. Surya akhirnya menyiapkan baju ganti untuk Yasna, hanya kaus berikut celana kolor miliknya. Yasna tak pernah membawa pakaiannya ke apartemen, menginap di sana juga terbilang sangat jarang. Dia juga mengeluarkan selimut baru dari plastik laundry, mengganti sprei, dan membersihkan tempat tidur. Walau rutin dibersihkan, namun dia tetap ingin menjaga kebersihan, terutama untuk Yasna.

Setelah airnya matang, Surya mencampurnya dengan air dingin hingga terasa hangat. Dia berbisik seakan meminta izin, "Saya ganti bajunya ya, Na."

Surya menyeka tubuh Yasna, terutama di area lipatan yang rentan terasa gatal karena keringat atau terkena jamur. Dia segera memakaikan kaus dan kolornya, lalu memindahkan Yasna ke tempat tidur. Baru setelahnya dia mandi sambil mencuci baju Yasna agar nyaman dikenakan besok pagi. Selesai mengerjakan ini-itu, dia hendak merebahkan diri namun ponselnya berbunyi. Dari Ava. Isinya hanya sebatas; Surya?. Surya segera membalasnya, Ya?

Surya lalu mengaktifkan mode pesawat; baik di iPad, ponselnya, maupun ponsel istrinya. Lalu menyusul Yasna ke alam mimpi.

***

Yasna menggeliat pelan sebelum membuka mata. Hal pertama yang didapatinya adalah suasana sekitar yang remang-remang. Begitu melirik jam digital di atas nakas, masih pukul satu dini hari. Dia terbangun karena haus, pun kondisi mulutnya sangat tidak enak. Dia lantas bangkit menuju dapur untuk minum dan beranjak ke kamar mandi. Ada pakaiannya tergantung di sana dalam kondisi wangi dan saat itulah dia baru menyadari sudah berganti pakaian. Pasti Surya yang melakukannya. Lelaki itu seakan tak pernah berhenti membuat sudut hatinya menghangat.

Maka ketika dia kembali ke tempat tidur, dia berniat memeluk Surya diam-diam. Namun ternyata lelaki itu sudah terjaga, "Saya kaget Nana tak ada di sebelah saya."

"Aku cuma ke kamar mandi," jawab Yasna sambil merebahkan diri di sampingnya.

"Saya kira Nana jatuh ke bawah," ucapnya ragu. Yasna terkekeh. Ranjang mereka memang berukuran single dan mereka berdempetan di sana. Keduanya sama-sama menyadari jika gaya tidur Yasna tidak anggun sama sekali, wajar rasanya jika Surya berpikir demikian.

"Mas," panggil Yasna ketika mereka cukup lama berdiam diri. Tak terdengar sahutan apapun namun Yasna yakin suaminya sedang menunggu, "I love you."

Masih tak ada jawaban sehingga Yasna menoleh untuk meliriknya. Rupanya Surya masih terjaga dan tampak sengaja menunggu istrinya menoleh. Dia menyahut, "I know..."

"... But I love you more," lanjut Surya, lengkap dengan membubuhkan kecupan panjang untuk perempuan itu.

TBC

[Bukan] Lelaki IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang