Jangan lupa vote dan comen, happy reading
🦋🦋🦋🦋Amira terus mengeluh sepanjang perjalanan, karena cuacanya yang benar-benar panas membuat dirinya berkeringat sekujur tubuhnya, kepalanya juga sedikit pening, ini gara-gara Wildan yang mulai menyebalkan. Amira terus berjalan dengan langkah yang lebar, benar-benar lebar agar dia lebih cepat sampai di ruangan bos nya itu dan segera makan siang, karena sebentar lagi jam makan siang akan berakhir dan itu semuanya karena Wildan.
Amira menggerutu sambil mengayunkan kantong plastik yang berisi gorengan Wildan, "sialan banget si bos gadungan itu, setelah ini gue minta dispensasi tambahan jam makan siang, kalau sampai gak di izinin gue lempar bakwan ini ke mukanya."
Sampai didepan pintu Wildan, Amira pun masih menggerutu, bahkan mengabaikan tatapan karyawan yang memandangnya aneh. Karena Amira berbicara sendiri sepanjang koridor kantor.
Rencana untuk membuka pintu bos nya dengan keras, Amira tidak berani untuk melakukan itu dia masih sayang pekerjaannya.
Amira langsung membuka pintu, dan saat itu pula dia terkejut dengan tiga orang yang menatapnya dengan tatapan yang sepertinya adalah sebuah tatapan yang tidak bisa dijabarkan oleh Amira.
****
"Kenapa diam aja, siapin diri kalian dong kan mau kenalan," ucap Wildan santai sambil mengayunkan kakinya yang ia letakkan di pahanya. Kepalanya ia sandarkan pada kursi kerjanya yang sesekali ia putar ke kanan dan ke kiri.
"Saya gak berniat begitu bos," ucap salah satu dari mereka sambil menatap Wildan.
"Terus maksudnya, gimana? Cobak jelasin yang bener kayak gimana, saya gak mau penjelasan yang separuh, saya ingin detailnya. Maksud kamu membicarakan itu apa, sebabnya, alasannya apa? Saya ingin tahu." Ujar Wildan dengan tatapan mengintimidasi.
Kedua karyawan itu hanya mampu meneguk ludahnya kasar, tak berani menjawab, mereka benar-benar tidak berada pada posisi yang aman.
"Saya gak ada maksud apa-apa bos, ini emang pembicaraan yang udah lama bersarang di kantor." Jawab karyawan itu ragu-ragu, takut jika kelepasan menyebutkan siapa yang menyebarkan berita ini.
"Ohhh jadi saya jadi pembicaraan sejak lama, ya?" Wildan menegakan tubuhnya, sambil menyangga wajahnya dengan ke dua tangannya, "saya rasa cerita hidup saya cocok dijadikan novel karena banyak yang suka."
"Lain kali suara kalian itu dipergunakan untuk kebaikan biar suara kalian itu di anggap suara emas karena hanya mengeluarkan kalimat yang baik-baik dan tidak menekan orang lain," ucap Wildan.
Kedua karyawan itu hanya mengangguk, kemudian Wildan berkata, "tadi sudah, makan siang?"
"Belum bos."
"Wah hebat ya kalian dengan ghibah perut kalian sudah kenyang saya salut, loh." ujar Wildan sambil tersenyum mengerikan.
Harapan untuk keluar dari ruangan ini sudah pupus benar-benar sudah pupus, mereka kira Wildan, akan melepaskan mereka setelah mengetahui mereka belum makan siang. Namun dugaan mereka salah besar. Wildan terus memojokkan mereka, dan salah satu kegugupan mereka adalah ketika nanti Amira datang, apa yang harus mereka lakukan?
"Duduk dulu, di situ," ucap Wildan sambil menunjuk sofa yang ada di pojok ruangannya, "kasian belum makan."
Kedua karyawan itu hanya tersenyum canggung, selanjutnya hanya ada aksi senggol lengan, Wildan hanya tersenyum remeh, sebenarnya dia malas juga mengurusi hal yang tidak penting seperti ini namun nampak nya ini sudah kelewatan dengan membawa nama Amira, padahal asistennya itu tidak melakukan apapun yang merugikan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Don't Go! [end]
Teen FictionAmira kabur dari rumah setelah merasakan patah hati yang luar biasa karena tunangannya (Bayu) berselingkuh dengan adik tirinya (Monica). Amira memutuskan untuk keluar kota, keluar dai zona patah hatinya. **** Amira memutuskan untuk pergi keluar...