41

6.1K 391 17
                                    

"Apa ayah saya ada progres dok? Apa ada tindakan yang perlu di ambil saat ini?" tanya Amira kepada --dokter Radit yang baru saja menyelesaikan kegiatannya untuk memeriksa keadaan ayahnya.

"Saat ini belum ada progres, yang berarti, tubuh pak Hermawan juga tidak merespon obat-obatan yang di berikan," dokter Radi menghentikan nafasnya, lalu menghembuskan nafasnya pelan.

"Jalan satu-satunya, sebaiknya  pak Hermawan dibawa  ke Singapura untuk menjalani pengobatan yang lebih  serius, saya siap menyiapkannya segalanya jika pak Hermawan benar-benar akan kesana." Lanjutnya

Amira menghembuskan nafasnya, "sesegera mungkin ya dok?"

Dokter Radit dengan segera mengangguk, "iya sesegera mungkin, karena penyakit pak Hermawan sudah menyebar ke seluruh tubuh dan menyerang organ vitalnya, jadi terlalu bahaya jika menunda-bunda waktu."

"Sebelumnya saya sudah bicarakan ini kepada ibu kamu, tapi ibu kamu menolak, karena memang atas perintah pak Hermawan sendiri yang ingin kamu merawatnya."  Jelas dokter Radit sambil merapikan kembali alat medis yang sempat dia gunakan untuk memeriksa ayahnya Amira.

Amira menghembuskan nafasnya kasar, jadi dia harus segera membawa ayahnya ke Singapura?

"Berfikir aja dulu, siapkan semuanya matang-matang disana juga pasti akan banyak hal yang harus di lakukan, jadi kamu harus lakukan persiapan semaksimal mungkin, nanti saya juga akan menemani jika kamu bersedia membawa pak Hermawan ke Singapura." ucap dokter Radit sambil menatap Amira.

"Saya pamit dulu, jika ada yang penting tentang perkembangan pak Hermawan , apapun itu tolong segera hubungi saya," ujar dokter Radit sambil tersenyum.

Amira mengangguk, "baik dokter."

****

Wildan sudah pulang dari rumah Amira siang tadi, lebih tepatnya sebelum dokter Radit datang Sore ini.

Wildan pulang atas paksaan Amira, tapi bukan Wildan namanya jika dirinya tidak keras kepada, nyatanya dia tetap kekeuh untuk tidak pulang ke Jakarta karena tidak akan meninggalkan Amira sendirian di saat-saat yang seperti ini.

Bos nya itu mengatakan jika dia akan mendampingi Amira dalam kondisi apapun.

Jujur Amira juga sering menganggap kebaikan Wildan ini adalah berlebihan, berkali-kali dirinya menyakinkan dirinya sendiri untuk tidak terlena akan kebaikan bosnya itu.

Bagaimanapun Wildan tetap lah laki-laki dan Amira tidak mau terjebak sendirian, apalagi mengingat  kejelasan hubungan nya dengan Vivian juga masih belum diketahui, karena Wildan sendiri tidak pernah menceritakan masalah itu sama sekali dengan dirinya.

Amira sedang berfikir apakah dia harus memberitahukan hal ini kepada Wildan, atau tidak. Yang jelas ini adalah masalah keluarga nya. Dan Amira juga tidak akan membiarkan Wildan masuk sejauh itu.

Rencananya Amira akan membawa ayahnya ke Singapura setelah segala kebutuhan yang diperlukan disana sudah terpenuhi, mungkin dirinya akan pergi 4atau 5 hari lagi.

Disela-sela pikirannya yang sedang kalut sebuah dering telepon membuyarkan lamunannya.

Amira segera mengangkatnya karena melihat nama yang tertera di layar benda pipih itu, yang ternyata panggilan dari dokter Radit.

"Halo dok?"

"Halo Amira, saya sekarang ada di rumah sakit, setelah saya bicara sama dokter yang lainnya mereka siap membantu, jadi jika kamu sudah setuju dengan keputusan kamu untuk membawa ayah kamu ke Singapura, kamu bisa berangkat dua hari dari sekarang, bersama saya? Bagaimana kamu setuju? Karena akses untuk berobat memang dipermudah."

 Please Don't Go! [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang