25

6.3K 411 2
                                    

Happy reading!!!

Amira kembali memejamkan matanya ketika Wildan membuka tirai jendela rumah sakit sehingga sinar matahari menyorot tepat mengarah pada brankar Amira.

Karena terlalu malas untuk bangun, Amira memutuskan kembali memejamkan matanya.

"Bangun, mir, udah siang ini, sarapannya juga udah di anterin mau di makan sekarang?". tanya Wildan yang kini sudah berdiri di dekat Amira.

Amira membuka matanya lebar-lebar sebenarnya dia tidak suka berada pada situasi yang seperti ini, dimana dia harus berurusan dengan Wildan yang memperlakukan dia dengan sangat baik, apalagi timing waktu nya yang tidak tepat mengingat jika Amira adalah perempuan yang baru merasakan patah hati dan langsung disuguhi oleh sikap manis yang di berikan oleh Wildan, Amira hanya takut jika perasaan seharusnya tidak ada tiba-tiba timbul di hatinya..

"Saya gak lapar, bos. Nanti aja kalau agak siangan." jawab Amira sambil mendudukan dirinya.

Wildan mengangguk, "oke, atau mau jalan-jalan Ke taman belakang rumah sakit? katanya view nya bagus untuk orang sakit."

Amira kembali menggeleng, " enggak bos, saya mau disini aja."

"Saya ambilin kursi roda dulu, kamu nanti suntuk kalau di dalam satu ruangan kayak gini, tunggu sebentar!" ucap Wildan sambil berjalan keluar ruangan.

Amira hanya menatap punggung Wildan, Amira memang mengenal Wildan tapi tidak dengan Wildan yang ada  di hadapannya sekarang ini. Wildan yang sangat manis.

Wildan kembali dengan kursi roda dan langsung menghampiri Amira. 

"Mau naik sendiri apa, saya bantu?" tanya Wildan.

Amira terperangah, "saya naik sendiri aja bos, masih bisa kok."

Wildan mengangguk, "okay!"

Wildan mengatur kursi roda tepat di samping brankar Amira, agar memudahkan sekretaris nya itu agar bisa langsung naik.

Amira sudah berusaha sangat kuat untuk berdiri, namun kakinya tiba-tiba merasa lemas dan kembali menjatuhkan tubuhnya di  brankar.

"Dibilangin kok ngeyel sih, kamu mir. Kalau emang nyatanya gak bisa ya gak usah di paksain gak usah pakai gengsi!" ucap Wildan disertai dengan decakan.

"Tadi saya kira masih bisa kok," jawab Amira berusaha mengelak. 

Wildan mengangkat tubuh Amira dan mendudukan gadis itu pada kursi roda.

"Kamu ternyata berat  juga ya, mir." Ucap Wildan disertai dengan kekehan.

Amira mendelik, "maksudnya saya gendut gitu?"

"Enggak kok, badan kamu pas," jawab Wildan.

Ucapan Wildan sukses membuat pipi Amira merona seketika, baru kali ini dia di perlakukan sangat manis oleh laki-laki bahkan Bayu  sekalipun yang notabene nya adalah mantan tunangan nya sendirian tidak pernah memperlakukan Amira semanis apa yang Wildan lakukan kepadanya sekarang ini.

"Enaknya bawa makanan kamu sekalian  aja ya, mir. Di makan di taman, sayang kalau jam sarapan Kamu di lewatin, mau enggak?"

Amira hanya mampu menundukkan wajahnya tidak berani untuk menatap Wildan, kenapa bisa Wildan se- soft ini kepada Amira? Amira tidak akan menyangka jika yang ada di depannya ini adalah Wildan  yang awalnya menyebalkan dan menjelma seperti bos yang super manis. Pantas saja  Mayang  dan pegawai kantor yang lainnya tergila-gila pada Wildan jika covernya Wildan aja udah kayak gini, tipe-tipe suami able idaman mertua.

Wildan menuju nakas mengambil nampan yang berisi makanan dan memberikannya kepada Amira, "ini bawa dulu, kamu pangku ."

Amira menerima nampan itu dan meletakkan di atas pahanya.

Wildan memulai mendorong kursi roda dan membawa Amira keluar ruangannya.

"Kamu belum cuci muka, ya mir?" tanya Wildan.

"Orang-orang juga gak akan nyadar bos, kalau saya gak cuci muka."

"Mungkin sebagian orang juga sadar, mir, soalnya mata kamu ada belek, nya."

Demi Tuhan, Amira ingin tenggelam saat ini! 

Sesampainya, di taman Wildan memilih lokasi yang berada di dekat pohon yang cukup besar dengan kursi taman yang ada di bawahnya.

Wildan membawa kursi roda untuk mendekat pada kursi yang ada di sana dan mendudukkan dirinya di depan Amira.

"Makan dulu ya, mir. Saya suapin." ucap Wildan mengambil nampan yang ada di pangkuan Amira.

"Gak usah, saya makan sendiri aja, bos. Gak enak kalau di lihatin orang lain," ucap Amira mengelak.

Wildan tidak menjawab dan memilih langsung menyuapkan nasi beserta lauk ke dalam mulut Amira.

Amira membuka mulutnya  menerima suapan nasi yang di berikan oleh Wildan.

"Mir, kamu jangan resign ya, Mayang sama tiga  orang yang lainnya udah saya tindak, besok saya mau kumpulin seluruh karyawan, kita bahas hal ini, biar hal ini gak kejadian untuk kedua kalinya.  kamu jagain saya ya mir, nanti kalau saya udah bilang cukup kamu boleh berhenti," ucap Wildan.

Amira terkekeh, "berarti saya definisi habis manis sepah dibuang, ya bos, iya enggak?"

Wildan menatap Amira, "ya gak gitu juga mir, saya kayak gini juga ada alasannya, tapi kalau kamu emang mau pulang juga gak papa, saya juga gak berhak ngelarang kamu ini itu,  tapi kalau bisa jangan, ya?"

Amira mengunyah makanannya lebih cepat agar dapat menjawab pertanyaan Wildan, "saya gak mau menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan masa depan, bos. soalnya saya gak tahu kedepannya bakal kayak gimana, cukup ikuti alurnya."

Wildan mengangkat bahunya, "soalnya saya udah nyaman sama kamu, kamu sekretaris saya yang bisa di andelin, susah kalau nyari orang yang kayak kamu."

Pipi Amira bersemu merah, "bos, mau tanya boleh?"

"Masalah saya sama papa saya jangan sampai bocor ya, cukup kita aja yang tahu, jangan sampai papa tahu kalau  saya ada di Jakarta," ucap Amira memohon kepada Wildan.

Wildan mengangguk, "saya bohong mir, waktu saya bilang, kalau saya  punya nomer papa kamu itu saya bohong, saya tahu sekilas tentang ceritanya hidup kamu ya cuman sebatas gumaman kamu waktu mengigau kemarin, gak lebih."

Wildan kembali menyuapkan nasi ke dalam mulut Amira, kali ini perut Amira terasa lebih baik dari sebelumnya, yang sempat merasa mual tapi untung saja hanya berlangsung sebentar.

Mengenai penyakit yang di derita Amira, kata dokter hanya masuk angin biasa karena faktor kedinginan dan kelelahan, besok pagi, Amira juga sudah bisa dibawa pulang.

"Kalau boleh saya saranin, kalau punya masalah jangan dihindari ya, mir, kalau bisa di hadapain, kamu lari dari masalah kayak gini juga gak bikin diri kamu tambah hebat, justru malah membuat kamu seperti pengecut." ucap Wildan sambil menyeka  nasi yang ada di sudut bibir Amira dengan menggunakan jarinya.

"Berarti kalau saya selesaiin masalahnya, saya pulang kerumah saya yang ada di Bandung dong, bos."

"Tungguin kepastian dari saya ya Mir."

Ini bos gue kenapa sih? Makin hari kok makin banyak teka-teki, kepastian apa coba, kenaikan gaji?

*****

Terimakasih telah membaca cerita please don't go! Jangan lupa vote dam comen!!

Enaknya update kapan, nih? Spam comen ya!

 Please Don't Go! [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang