40

7.2K 436 13
                                    

Wildan mengusap kepala Amira yang menyandar pada dadanya dengan pelan, "kamu gak salah, semuannya bukan salah kamu, tolong jangan salahkan diri kamu atas apa yang terjadi, Kamu wanita yang baik." ujar Wildan sambil menghapus air mata Amira yang terus mengalir.

Amira semakin menenggelamkan dirinya di dekapan Wildan.

"Saya gak ngerasa bersalah bos, tapi posisi ini memaksa saya untuk terlihat bersalah," balas Amira.

"Selama ini saya berusaha untuk menerima semua yang terjadi, tapi kenapa seolah-olah semua yang saya lakukan justru berbanding terbalik?"

Wildan memilih untuk diam, memilih untuk kembali mendengarkan apa yang menjadi keluh kesah yang mengganjal di hati sekretaris nya selama ini.

Wildan sempat tidak mengira jika kehidupan Amira sedikit rumit seperti ini, pikirnya kehidupannya Amira sama halnya dengan kehidupan wanita-wanita yang lain, wanita yang selalu menikmati kehidupan dengan banyak keceriaan.

Namun anggapan nya ternyata salah, banyak hal yang harus di lalui Amira sendirian.

"Tidur... kamu butuh istirahat, biarkan begini saja Sampai besok pagi," ujar Wildan sambil memeluk sekretaris nya itu dengan sangat erat seolah ingin menyalurkan energi positif bahwa semua nya akan baik-baik saja.

Hingga pagi tiba, Amira masih tertidur di dekapan Wildan, mereka berdua sama- sama tertidur di sofa yang sama, sofa yang ada di kamar Ayahnya.

Amira mengerjapkan matanya pelan saat, sinar matahari mulai menyorot wajahnya menembus tirai dan celah- celah jendela.

Amira menggosok matanya, mencoba untuk mengembalikan kesadarannya.

Namun sepertinya Amira belum sepenuhnya bangun, nyatanya dia masih bermimpi tidur di dekapan bos nya, menikmati dada yang bidang dan sangat lebar sehingga membuat tidurnya nyaman disela sela pikiran nya yang kalut dan buram.

Masih dengan kondisi memandangi wajah bos nya yang sedang tertidur dengan sangat nyenyak, dan jangan lupakan wajah damainya, baru kali ini Amira melihat wajah tampan itu dengan jarak yang sedekat ini.

"Gimana udah enakkan?" tanya Wildan yang tiba-tiba membuka matanya dan menatap Amira.

Amira sontak melebarkan matanya tidak percaya, jadi intinya dia ketahuan? Ketahuan menatap bos nya di pagi hari sebagai asupan nutrisi?

"Kamu sudah bangun?" Bodoh! Dari banyaknya pertanyaan kenapa harus itu yang ia keluarkan dari mulutnya?

"Bangun mir, pinggang saya tidak terlalu kokoh untuk tahan badan kamu semalaman, syukur-syukur saya gak lempar kamu dari atas balkon." ujar Wildan.

Amira dengan cepat melepaskan Tubuhnya pada Wildan, kemudian Wildan dengan cepat meregangkan otot-ototnya yang terasa kebas.

"Kamu naik berapa kilo sih? Ini badan kamu yang berat apa jangan-jangan dosa kamu?"

~~~

Amira menyiapkan makanan di dapur rumahnya, selain dirinya yang butuh makan ada pula, tamu yang harus dia urus, pasti Wildan juga sama seperti dirinya, dia kemungkinan belum kakan sejak tadi malam.

Amira memasak opor ayam, makanan kesukaan ayahnya, meskipun ayahnya tidak Dapat memakannya, tapi tetap saja, Amira ingin mengobati rasa rindunya meskipun hanya sedikit saja.

Jika kalian menanyakan keberadaan Wildan, maka jawabannya adalah bos nya itu sekarang sedang tidur di kamar tamu karena mengeluh mengenai pinggangnya yang sakit.

Setelah selesai menyiapkan makanan, Amira memindahkannya ke meja makan.

Amira menelisik kondisi di berbagai sudut ruangan, tapi dirinya sama sekali tidak menemukan keberadaan Monica dan ibunya, apa mereka belum bangun?

Amira memutuskan untuk menghampiri keduanya di kamar milik Rani, menyuruh mereka untuk sarapan,

Namun setelah mengetuk pintu tiga kali, tidak ada sahutan dari dalam, bukannya Monica dan ibunya tidur bersama?

Lalu, setidaknya ada yang mendengar suara ketukan pintu bukan?Amira bahkan sudah mengetuk pintu tiga kali dan itupun sudah sangat kencang. Mustahil jika mereka tidak mendengarnya.

Amira memutar knop pintu, dan ajaibnya pintu tidak terkunci. Amira dengan langkah yang hati-hati mulai masuk kedalam.

"Tante..... Monica...?" Panggil Amira setengah berteriak, karena sejak pagi dia tidak melihat kehadiran kedua orang itu, sejak Rani Tinggal dirumahnya, Amira selalu melihat jika Rani selalu bangun pagi, lalu kemana perginya Ibu tirinya itu?

Amira mulai melangkah masuk, menyusuri setiap sudut ruangan termasuk kamar mandi yang ternyata tidak ada orang.

Kemudian langkah kakinya membawanya pada meja nakas yang terdapat lembaran surat yang ada di atasnya.

Amira perlahan membuka surat itu dengan hati, hati.

Membaca kata demi kata yang terangkai di dalamnya.

Hallo, Amira.

Ini Tante, Tante yang gak sengaja memaksa kamu untuk menganggap saya sebagai ibu kamu, rasanya mengucapakan minta maaf seribu kali, tidak akan mengembalikan hati kamu yang terluka karena Monica. Tante minta maaf sekali lagi.

Mungkin saat kamu membaca surat ini, Tante dan Monica sudah pergi sejauh-jauhnya, anggap saja ini adalah hukuman yang terbaik untuk kami.

Terimakasih telah memperlakukan kami dengan baik.

Banyak hal yang membuat kami untuk pergi jauh dari sana. Salah satunya adalah demi keselamatan bayi Monica dan Monica sendiri, kamu tahu? Bayu menikah lagi? Tapi istrinya tidak mau memberikan nya anak, dan akhirnya Bayu menuntut hak nya untuk mengambil bayi Monica dari pangkuan nya.

Maaf Amira... Kami minta maaf, maaf juga untuk Monica yang telah menghancurkan hidup kamu.

Maaf tidak bisa menemani ayah kamu, tapi rasanya kami tidak cukup pantas berdiri di samping orang baik seperti kalian.

Tolong segera hubungi dokter Radit, dokter yang menangani ayah kamu. Nomer nya ada di belakang surat ini.

Kami pamit Amira.


Amira mengusap air matanya yang tidak sengaja terjatuh, mungkin dirinya bisa dikatakan kehilangan, namun apa yang bisa dia perbuat? Bukannya yang terjadi adalah yang terbaik menurut mereka.

Kenapa semua orang tidak mempercayai nya untuk tahu segalanya? Bahkan mereka tidak meminta pendapatnya sama sekali?

Apa hidupnya sebercanda itu?

Amira segera beranjak dari duduknya, yang ada pikirannya sekarang adalah bagaimana membuat ayahnya untuk segera sembuh.

Dengan gerakan cepat, Amira mengambil ponsel yang ada di saku celananya kemudian menghubungi nomer yang tertera di surat yang ditulis oleh ibu tirinya itu.

"Halo dok, perkenalkan saya Amira, anak dari bapak Hermawan? Bisa kita ketemu?"

~~~

Halo disini aku mau jelasin beberapa hal. Banyak yang gak srek sama balasan yang diterima oleh tokoh antagonis, salah satu nya karma yang didapat sama si Monica.

Menurut aku sendiri, itu sudah fair ya, dia mengalami kdrt, lontang-lantung di Jakarta dengan kondisi nya yang gak punya siapa-siapa, belum lagi anaknya yang hendak direbut oleh Bayu tentu itu juga jadi bahan pemberat pikirannya.

Untuk balasan yang diterima Bayu dan ayahnya Amira kita lihat nanti di chapter-chapter selanjutnya.

Mengenai ayah Amira, memang dari awal aku buat cerita ini, emang sengaja bikin tokoh yang Tidak tahu cara menunjukan kasih sayang ya contohnya bokapnya si Amira ini.

Semuannya akan mendapat balasannya masing-masing guysss, sesuai apa yang mereka tuai, jadi jangan khawatir, dan tetap setia di lapak ini, okay?????

Btw udah part 40, aja nih jangan lupa komentar dan vote nya yaww>3

Btw ini chapter pendek ya? Vote yang rajin nanti aku update lagi:)

Love you:)

 Please Don't Go! [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang