Update lagi nih, jangan lupa vote dan comen ya, biar aku bisa update tiap hari haha...
***
Amira keluar dari paviliun nya dan segera masuk kedalam rumah Wildan. Rumah ini sangat besar. Bahkan pekarangan nya jauh lebih sempit dibandingkan luas rumahnya. Kelihatannya Wildan bukanlah orang yang suka berkebun.
Amira melangkahkan kakinya hati hati menuju pintu depan, tadi dia sempat mendengar suara mobil keluar dari pekarangan rumah bos nya ini. Yang artinya mungkin Wildan sudah berangkat kerja. Tapi kenapa tidak memberitahu Amira.
Amira mengetuk pintu pelan, tadi malan Wildan berpesan agar ketika Amira ingin menjalankan tugasnya, Amira bisa langsung masuk, karena didalan tidak ada orang sama seklai. Kadang Amira berpikir rumah sebesar ini siapa yang membersihkan, oke. Amira mengaku jika dia mampu membersihkan rumah ini bagian dalam karena itu termasuk tugasnya tapi kalau halaman rumah yang sebesar ini Amira lepas tangan, tangan mungilnya tidak sanggup untuk memotong rumput keliling rumah..
Untungnya penjaga rumah disini mengatakan jika ada tukang kebun sendiri dirumah ini, yang aka datang seminggu sekali.
Amira langsung masuk kedalam rumah, betapa kagetnya rumah bosnya ini sangat besar, mulai dari perabotan nya hingga Poto yang terpajang rapi di dinding.
"Empat kali lipat besarnya dari rumah gue," ucap Amira.
Amira segera naik keatas untuk membersihkan kamar bosnya itu setelah Wildan mengirimi pesan, Wildan berpesan agar tidak mengubah letak atau gaya yang ada di kamarnya cukup dibereskan saja.
Amira membuka kenop pintu perlahan.
Matanya membulat besar, jadi ini yang dinamakan tidak terlalu berantakan karena Wildan jarang dirumah. Ini lebih dari yang dia perkirakan. Sungguh ini diluar ekspektasi nya.
Amira tercengang, bagaimana tidak didepannya merupakan perwujudan kapal pesiar yang hampir oleng diterjang angin badai.
Amira melangkahkan kakinya ragu ragu, Amira menelan ludah nya kasar, selama hidupnya hampir 26 tahun ini Dia tidak pernah melihat yang namanya dalaman pria apalagi bujangan seperti ini.
"Apa susahnya sih dimasukin keranjang, kalau gini kan kesannya jorok banget," dumel Amira sambil menatap nanar apa yang dilihatnya sekarang.
Matanya menelisik sekitar, kaleng minuman, tisu, kertas, kemeja. Astaga memikirkan ini rasanya sudah membuat Amira ingin berteriak kencang dan kembali' ke rumah nya.
Kenapa nasibnya begini.
Amira meninggalkan kamar Wildan dan bergegas untuk pergi kedapur mengambil sarung tangan untuk membasmi segala kekacauan yang dibuat oleh bosnya yang katanya super maskulin, Amira berjanji, tidak akan memuji bos nya itu dengan kebaikan, nyatanya didalamnya tersimpan rahasia yang sangat jorok. Mungkin para pengagum rahasia nya akan meninggalkan nya jika tahu kebiasaan Wildan seperti ini.
Setelah selesai dengan tujuannnya Amira kembali ke kamar Wildan memulai memunguti sampah yang berserakan, dan termasuk kertas kerta yang sudah lusuh, persetan dengan Wildan yang akan marah karena kertas penting nya ikut terbuang, salah siapa tidak menaruh ditempatnya. Setelah selesai dengan sampah-sampah itu, Amira bergerak untuk memungut benda pusaka yang dia anggap tidak patut untuk disebutkan.
"Astaghfirullah, ini kalau ketahuan Fifi, pasti udah di ejek sampai 7 hari 7 malam"
Amira mengambil keranjang di samping lemari, padahal tinggal sedikit lagi, jarak dalaman yang berserakan dengan keranjang sangat dekat, mungkin ini bosnya cuman asal lempar.
Amira mengembuskan nafasnya pelan, kemudian memulai memungut benda itu, Amira memalingkan wajahnya dia terlalu polos untuk melihat hal hal yang seperti ini. Matanya sudah ternodai.
Tiba tiba suara decitan pintu mengagetkannya, Amira refleks menoleh dengan tangannya yang masih memegang benda itu, matanya membulat besar.
"Ngapain kamu pegang- pegang, privasi saya?"
******
Wildan hari ini ada jadwal meeting pagi-pagi sekali, karena ada client penting yang akan datang ke kantornya, karena terburu buru Wildan lupa membawa dokumen yang akan di presentasi kan nya didepan para petinggi.
Wildan keluar dari parkiran dengan mobil yang berbeda, karena mobil yang kemarin masih diservis di bengkel langganannya.
Wildan menaiki mobil dengan kecepatan sedang disaat seperti ini dia tidak mau membahayakan nyawanya yang limited edition yang artinya cuman punya satu nyawa. Setelah sampai dirumahnya, Wildan segera masuk dengan tergesa gesa. Wildan menaiki tangga rumhanya dengan super cepat. Tanpa berpikir panjang Wildan segera membukak kenop pintu seperti biasanya. Matanya tiba-tiba membulat melihat barang berharga nya yang sangat privasi dilihat oleh orang lain. Apalagi itu asisten nya sendiri.
"Ngapain kamu pegang-pegang, privasi saya?"
****
Amira sudah tidak tahu ingin melakukan apa. Rasanya dia seperti terdiam untuk beberapa saat. Pikirannya berkela entah kemana. Dia seperti maling yang tertangkap basah sehabis mencuri sesuatu. Amira berpikir apakah dia harus kabur atau menjelaskan semuanya kepada Wildan?
Amira masih memandang Wildan tepat di wajahnya. Pipinya sudah merah padam entah itu karena malu atau memang karena dia marah. Segala kemungkinan berputar pada otak Amira.
Akhirnya Amira dapat memutuskan dia akan melanjutkan kegiatannya tanpa mengindahkan kehadiran Wildan yang masih diambang pintu. Dia meneruskan kegiatannya memungut barang yang dikatakan privasi itu oleh Wildan.
Wildan yang melihat Amira masih tidak berkutik dan yang lebih parah dia malah meneruskan kegiatan, apakah dia tidak merasa malu? Pemiliknya ada disini loh?
Setelah menyelesaikan kegiatan sakral nya itu Amira membawa keranjang kearah Wildan yang masih berdiri disana. Bahkan mungkin Wildan sudah lupa tujuannya untuk pulang.
Amira berhenti dihadapan Wildan jarak mereka masih cukup jauh mungkin sekitar 1,5 m.
"Makannya pak, apa susahnya sih ditaruk di keranjang, gini kan saya harus mungutin satu satu, gak malu? Ganteng ganteng kok jorok!". setelah berkata demikian Amira melewati Wildan sambil menyenggol bahu Wildan keras.
Wildan membuka mulutnya lebar lebar.
"Hah itu asisten gue kan? Kok nyolot gitu sih!" dumel Wildan.
Sesaat kemudian dia tersadar akan tujuan nya pulang.
Widlan masuk kedalam kamarnya. Kamarnya sudah bersih sebenarnya dari sampah sampah yang dia buang sembarangan. Tapi seperti nya kamarnya belum disapu atau di pel. Mungkin asistennya barunya itu grogi saking lihat kegantengannya yang sudah tidak bisa diragukan lagi.
Wildan tersenyum mengingat wajah kesal Amira tersebut. Dimana gadis itu nyolot.
Setelah mengambil berkas yang dia butuhkan, Wildan menemui Amira yang sedang membereskan ruang tamu.
"Hmmm." gumam Wildan entah kenapa dia merasa tenggorokan agak kering sekarang ini.
"Nanti saya pulang siang, masakin saya yang enak, ingat masakan rumahan. Kalau bisa sayur asem." ucap Wildan.
Amira menghentikan kegiatannya yang sedang membersihkan sofa.
"Oke pak."jawab Amira.
"Oiya kamu jangan bilang rahasia saya yang tadi, saya potong gaji kamu kalau berani bilang kemana mana. Termasuk sahabat kamu Fifi."
"Ingat?" peringat Wildan.
"Lain kali kalau narok kayak gituan hati hati. Itu masih mending loh gak saya foto "
****
Terimakasih telah membaca cerita please don't go. Jangan lupa vote dan comen ya sahabat.
Jangan lupa baca ceritaku, semua ya...
Follow juga Instagram.
aayupuspitasari_See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Don't Go! [end]
Teen FictionAmira kabur dari rumah setelah merasakan patah hati yang luar biasa karena tunangannya (Bayu) berselingkuh dengan adik tirinya (Monica). Amira memutuskan untuk keluar kota, keluar dai zona patah hatinya. **** Amira memutuskan untuk pergi keluar...