18

6K 447 4
                                    

Selamat membaca, jangan lupa vote, dulu. Bintang ada di pojok bawah,

🦋🦋🦋🦋

Wildan sesekali meneguk kopi yang sudah tertengger manis diatas meja kerjanya, dirinya sudah berangkat kerja seperti semula setelah pulang dari Bogor begitupun dengan Amira. Amira bahkan berangkat lebih awal dari biasanya, namun ada yang tidak beres dari asistennya itu jika biasanya asistennya itu akan sering berbicara namun tidak dengan sekarang, dia jauh lebih pendiam dari biasanya, dan hanya menjawab jika diajak berbicara.

Wildan berpikir jika itu adalah hal yang lumrah yang biasanya di alami oleh wanita jika kedatangan moon , maka Wildan dulu juga sering menghadapi Vivian yang sering dalam mode seperti ini, pendiam atau senggol bacok.

Sesuai dugaannya sebelumnya, tugasnya benar-benar sudah menumpuk, banyak berkas yang harus dipelajarinya, mulai dari perjanjian kontrak, data pengeluaran serta pendapatan perusahaan.

Wildan mengambil telepon yang ada di mejanya, untuk menyuruh Amira ke ruangannya, menyuruh gadis itu untuk membelikannya bakwan yang ada di perempatan.

*****

Amira bukannya tidak bersemangat untuk bekerja hanya saja dia masih kepikiran dengan nomer yang tidakdak dikenal yang tiba-tiba menghubunginya dan mengaku sebagai Ayahnya dan memintanya untuk pulang.

Amira tidak yakin jika itu adalah ayahnya tapi mengingat, cara menulis pesan SMS ia yakin jika itu adalah ayahnya, yang menjadi pertanyaannya adalah darimana Ayahnya mendapatkan nomer teleponnya?

Tidak mungkin ayahnya itu mendapatkan dari Fifi, itu jelas mustahil, bahkan Fifi yang menyuruhnya untuk kabur dari rumah, dan itu jelas akan membuat usahanya akan sia-sia

Amira terus berpikir di sela sela kegiatan mengetiknya, kemudian berhenti sebentar  untuk menyadarkan punggungnya di kursi.

Amiraita benar-benar lupa jika Ayahnya adalah seorang pengacara dan ini pasti hal yang mudah untuk ayahnya, Mengingat Ayahnya yang sudah banyak menangani kasus orang hilang dan penculikan, sial! Ayahnya berhasil menemukannya, bagaimana jika ayahnya itu menyusulnya ke  Jakarta, dan menghancurkan rencananya untuk kabur dari pernikahan Monica, dan Bayu.

Disaat yang bersamaan, telepon kantor yang ada di meja Amira berbunyi, lantas Amira langsung mengangkatnya.

"Mir, keruangan saya sebentar, cepetan gak ada satu menit harus sudah sampai." perintah Wildan dengan cepat.

Amira mendengus kesal, Wildan ini benar-benar tidak memberinya jeda untuk istirahat, "iya bos saya kesana 5 detik sudah sampai."

"Ya."

Amira segera menutup telepon dan berjalan menuju ke ruangan Wildan, jarak sedekat ini harus pakai telepon? Gak bisa langsung jalan atau meneriaki namanya saja. Ini namanya pemborosan.

Amira segera membuka pintu dengan keras, emang pintunya bos nya itu agak seret sesuai dengan akhlaknya.

"Ada apa bos, panggil saya, ada yang bisa dibantu?" tanya Amira basa-basi semoga saja wildan  tidak meminta bantuan yang  muluk-muluk, dan masih bisa dikerjakan dengan mudah, dan  jangan sampai pula bosnya ini memintanya untuk membeli makanan di luar karena kakinya sudah cukup pegal untuk berjalan melewati trotoar.

 Please Don't Go! [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang