45

7K 513 30
                                    

"Saya udah bilang mir, kamu gak bisa jauh dari saya, kalau saya bilang kamu akan terus sama saya, maka itu akan jadi kenyatannya," ujar Wildan dengan yakin.

Ya benar, yang dihadapannya sekarang adalah Wildan, mantan bos nya itu,  Entah dari mana Wildan  bisa datang dan tahu keberadaanya, dan tiba-tiba berada dihadapannya dan langsung memeluknya dengan sangat erat.

Punggung ini, Amira sangat merindukan nya, wangi ini.... Semuannya tentang Wildan, Amira benar-benar sangat merindukannya.

Enggak, enggak. Amira gak  boleh dan gak akan goyah, pasti Wildan sedang memiliki masalah dengan Vivian maka Wildan segera mencari Amira hanya untuk pelarian.

Benar Bukannya itu adalah garis besarnya?

Amira menoleh kebawah tepatnya menatap Aulia yang menatapnya dengan penuh tanda tanya.

Anak sekecil ini lebih baik dijauhkan dari masalah pelik yang menimpanya. Benar... Aulia tidak boleh tahu.

"Aulia bisa main ke Playground dulu lagi enggak? Tante nunggu disini," ujar Amira sambil berjongkok dan mengusap pipi gadis itu.

Untungnya Aulia adalah anak-anak yang tidak ngeyel, jadi gadis kecil itu langsung berlari menuju Playground yang tidak jauh dari mereka.

"Mau apa bos, maksud saya Wil?" tanya Amira Canggung, ini kali pertamanya memanggil mantan bos nya itu tanpa embel-embel bos, atau  panggilan yang biasa dia gunakan yang lainnya.

Wildan menggapai tangan Amira dan menatapnya dalam, "saya tahu semuannya mir, malam itu kamu datang di waktu yang gak tepat, Seharusnya kamu stay lebih lama agar kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi, gak tanggung-tanggung kayak gini." Jelas Wildan sambil menghembuskan nafasnya pelan.

Amira memalingkan wajahnya, "untuk lihat kamu sama Vivian?"

Amira tidak bodoh sehingga dia mengatakan hal segamblang itu, lebih baik masalah ini dia pendam dihatinya rapat-rapat seolah tidak pernah mengudara sedikit pun.

Biarlah seolah tidak terjadi apa-apa termasuk hubungannya dengan Wildan.

"Waktu itu saya cuman niat pamitan pulang, dan gak ada niatan lain, tapi berhubung ada kekasih kamu Wil, saya gak jadi," ujar Amira sambil berusaha tegar.

Wildan meremas tangannya.

"Gak mungkin kan, kamu cuman pamitan, terus waktu kamu mau masuk ke kamar hotel saya terus kamu balik badan, dan lari dalam keadaan nangis? kamu udah gak bisa ngelak lagi, mir, saya tahu semuanya, kamu lupa jika di sepanjang koridor hotel ada cctv?" tanya Wildan sambil tersenyum.

"Kamu salah mir, ninggalin saya, dengan kayak gini, kamu berarti harus siap  untuk saya bawa  paksa dan pulang apapun yang terjadi," ujar Wildan sambil memegang kedua bahu Amira.

Amira menahan air matanya untuk tidak jatuh.

"Saya bukan boneka, bos. Yang bisa di ambil kapan saja saat pemilik nya ingin bermain dan di buang saat dia bosan," ujar Amira sambil terkekeh.

Wildan dengan keras menggeleng, "kamu yakin gak akan dengerin penjelasan saya? walalupun hanya satu kali? saya yakin ini akan membuat stigma dan persepsi kamu terhadap saya berubah 180° mir. Percaya sama saya," ucap Wildan sedikit memaksa.

Jika dia berhasil memaksa Amira agar mendengarkan penjelasan nya atau setidaknya bisa menyakinkan dia agar terus bersamanya, bahwa hanya Amira yang ada di hatinya dan tidak ada yang lainnya.

Maka Wildan yakin Masalah ini akan benar-benar selesai dan mereka dapat hidup  dengan bahagia, tapi nyatanya seperti nya tidak akan semulus itu untuk membujuk sekretaris nya yang keras kepala ini.

"Sejak kapan saya bilang kamu boneka, mir? Gak ada yang bilang kayak gitu dan gak akan pernah," ujar Wildan.

"Please  stop, jangan bilang kayak gini lagi, kasih saya waktu untuk memikirkan semuanya, semua kesenjangan ini, dan mendengarkan Penjelasan kamu Wil," ucap Amira sambil beranjak dari hadapan Wildan dan kemanggil Aulia agar bisa segera pulang bersamanya.

Sebelum melihat Amira lebih jauh dari jangkauan nya, Wildan segera membuka mulutnya dan berkata,

"Apa waktu yang saya kasih untuk kamu selama tiga bulan ini gak cukup, buat kamu mir? Kamu salah kalau berpikir, saya gak usaha untuk mendapatkan kamu, saya selama ini berusaha tidak terburu-buru dan tidak gegabah agar kamu bisa yakin sama saya, saya kasih waktu tiga hari untuk kamu ungkapin semua nya sama saya."

*****

"Itu papa!" Teriak Aulia histeris ketika mereka sampai di loby mall, bahkan gadis itu segera menarik tangan Amira agar berlari mengikutinya.

"Aulia jangan lari-lari nanti jatuh," ujar Amira disela lari-lari kecilnya.

Ketika sampai di depan mobil Radit, dan juga Radit yang sudah menunggunya didepan mobilnya, Aulia langsung loncat kedalam gendongannya.

"Bukannya papa udah bilang, Aulia dilarang lari-larian," Ujar Radit sambil mencubit hidung mungil milik Aulia.

Radit menatap Amira dengan tulus, "makasih ya mir, kamu sudah buat Aulia senang hari ini."

"Sama-sama saya juga menghilangkan penat saya hari ini jadi kita sama-sama have fun, and enjoy, betul kan Aulia?" tanya Amira pada gadis kecil yang berada di gendongan ayahnya itu.

Aulia mengangguk dengan antusias, "kapan-kapan  kita ajak papa juga ya Tante!"

"Pasti!"

Interaksi mereka tidak luput dari pandangan seorang yang menatap mereka dengan tajam, bahkan tanpa sadar tangannya sudah terkepal dengan erat.

"Gue gak beneran telat kan? Apa semuannya bisa diperbaiki, Bukannya gue gak melakukan kesalahan apapun?"

Sementara Radit dan juga Amira serta Aulia masuk kedalam mobil untuk kembali kerumah sakit.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, hanya keheningan yang terjadi, bahkan Aulia yang hari ini sangat bahagia sudah tertidur di pangkuan Amira dengan sangat nyenyak.

Sementara Radit yang mengemudikan mobilnya, melirik Amira yang duduk di bangku belakang, memperhatikan Amira yang mengusap kepala Aulia dengan sayang tetapi pandangannya mengarah pada luar jendela seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Kamu kelihatannya banyak pikiran mir?" tanya Radit.

Lamunan Amira perlahan buyar, saat suara radit menginterupsi pendengarannya.

"Oh gak ada dok." Jawab Amira berbohong andai saja Fifi ada disini pasti dia bisa mencurahkan isi hatinya kepadanya, sayangnya disini benar-benar tidak ada yang bisa di ajak curhat atau berkompromi.

Radit mengangguk-anggukan kepalanya. Memilih kembali fokus dengan kegiatan mengemudinya.

Saat tiba diparkiran rumah sakit, Amira hendak mengangkat Aulia, agar ikut turun bersamanya, namun suara Radit mengentikan kegiatannya.

"Kamu pernah tanya sama saya kan, mir? Alasan saya bantu kamu sejauh ini sama keluarga kamu, hari ini saya jawab. Saya tertarik sama kamu mir, bahkan sejak pertama kali lihat kamu, jika saya minta kamu untuk jadi ibu dari Aulia apa saya salah?"

***

Terima kasih telah membaca please don't go.

Gimana nih? Jadi masih ada dikapal yang mana?

Tim Wildan

Tim dokter Radit?

Komentarnya ditunggu ya.

Btw, jangan pelit vote ya. Karena itu mood booster buat aku.

See you>3

 Please Don't Go! [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang