Wildan sudah berusaha untuk menghubungi Amira sejauh yang dia bisa, mengerahkan seluruh anak buabnya unruk mencari keberadaan sekretaris yang membuatnya uring-uringan seharian ini.
Bagaimana Amira yang tidak memberikan nya kabar sama sekali nomernya yang tidak aktif sama sekali, belum lagi keberadaannya yang tidak ada di apartemen dan kondisi apartemen yang kosong melompong dengan barang yang tetap diposisi nya, artinya Amira tidak pergi jauh bukan?
Dan tidak akan meninggalkan nya begitu saja bukan?
Wildan bergegas Masuk kedalam apartmen miliknya menelusuri semua sudut ruangan.
Tanpa pikir panjang Wildan langsung mengarah pada lemari milik Amira, berharap jika dugaannya salah, semoga saja benar.
Namun ekspetasi nya sepertinya terlalu tinggi nyatanya lemari Amira sudah kosong melompong, bahkam ketika Wildan mendongakkan wajahnya melihat atas lemari yang biasanya tempat Amira meletakkan ranselnya ternyata sudah tidak ada.
Pikiran wildan mendadak blank, semuanya menjadi rumit seketika.
Wildan terduduk lemas di pinggir ranjang, sambil menatap lurus ke depan.
Kenapa Amira meninggalkan nya? Apa dia melakukan sebuah kesalahan? Apa Kesalahan yang Dia perbuat cukup fatal?
Nyatanya ketidakhadiran Amira disisinya membuat dunia Wildan kalang kabut, membuatnya seketika tidak mood bekerja sampai seluruh karyawan nya yang menjadi sasaran empuk kemarahannya.
Wildan bergerak untuk menghubungi Fifi,siapa tahu sekretaris nya yang nakal dan suka kabur-kaburan ini sedang ada bersamanya.
"Halo fi, Amira ada sama kamu?"
"Hah enggak gue lagi fitting baju sama Satria, la emangnya Amira kemana?"
"Lo ada alamat rumahnya?"
"Gue itu cuman temen KKN nya jadi gak sampai tahu alamat rumahnya walaupun dulu pernah main tapi gue lupa, Lo cari aja di Bandung, emangnya kenapa sih? Dari nada bicara Lo kayaknya gugup banget? Amira gak papa kan?"
"Amira kabur." Setelah mengucapkan itu Wildan langusng mematikan saluran teleponnya terlalu malas jika Fifi juga memberinya banyak pertanyaan tentang apa yang barusan dia katakan, karena Wildan sedang malas bicara.
Wildan menyandarkan tubuhnya pada kursi kebesarannya, apa yang membuat Amira pergi adalah karena ucapan Dewi malam itu?
Wildan juga tidak mengira jika Dewi akan mengatakan itu kepada Amira, karena Wildan menganggapnya itu adalah hal yang wajar.
Bukankan tadi malam mereka juga baik baik saja?
Namun sebuah notifikasi muncul pada bilas status di ponselnya. Wildan segera memeriksa nya dan ternyata ada sebuah email yang dikirim oleh seseorang.
Hai bos. Ini Amira, maaf karena pergi gak bilang-bilang, disini Amira mau minta maaf dan banyak terima kasih. sorry Because of the sudden news, but there is a reason that makes me have to act like this, saya gak tahu kembali apa enggak, but. Saya harap kita masih berteman baik. See you bos ganteng!
Dan jantung nya seketika berhenti berdetak, entah apa yang dia rasakan saat ini adalah rasa yang sama ketika Vivian pergi meninggalkan nya bedanya ini terasa jauh lebih sakit.
~~~~
Amira hanya diam dan duduk di mobil sambil menatap rumah yang ada di hadapannya, rumah yang sudah hampir satu tahun dia tinggalkan. Rumah ternyaman dalam hidupnya.
Amira menoleh ke arah Monica kemudian menghembuskan nafasnya pelan, "kamu turun aja Mon, aku mau balik lagi. Aku udah penuhin janji aku untuk antar kamu pulang, papa dan Tante pasti akan ngerti."
Namun jauh dari ekspetasi nya, Monica justru bergerak memeluk Amira dan menangis' dengan sesenggukan, "aku gak mau pulang kak, kalau kakak juga gak pulang, karena bagaimana pun aku yang buat keributan disini, jadi aku harus selesaikan semuanya."
Amira hanya tergugu, sambil menguatkan hatinya, dia juga ingin pulang, namun keadaanya yang memaksanya untuk tidak melakukan itu, bukankah Ayahnya sudah bahagian tanpanya? Lalu apa yang harus dia lakukan? Menonton dari jauh kebahagiaan mereka?
"I don't want to, because I don't have a house, that's your house, not mine." Ujar Amira sambil melepaskan pelukan nya kepada Monica.
Dan setelah mendengar itu Monica hanya menangis dan keluar dari mobil yang disewa oleh Amira.
Sebelum keluar dari mobil milik kakaknya itu, Monica menatap Amira dengan dalam, "aku janji akan bawa Kakak pulang, ini janji dari orang yang berdosa kayak aku."
"Don't say promises that can't be fulfilled"
***
"Berkas ini salah, susunannya kurang rapi! Kamu bisa gak sih kerja yang bener! Ini kamu revisi lagi saha gak mau tahu satu jam kemudia harus ada di mejia saya!"
Sisi buruk Wildan akhirnya keluar kepermukaan setelah sekian lama, Wildan yang selalu melampiaskan amarahnya pada orang yang ditemuinya sepanjang hari, bahkan Wildan tidak pernah memandang bulu, dulu pernah waktu dia bertengkar dengan Vivian, Wildan memarahi seorang klien penting untuk perusahan nya.
Wildan meremas rambutnya kasar, "semua perempuan sama aja, doyan banget ngeghosting!"
Wildan kemudian beranjak dari duduknya dan mengambil jas yang ia letakkan di belakang kursinya, percuma juga dia bekerja tapi pikirannya kemana mana dan hanya terfokus pada satu titik, Pada Amira siapa lagi.
Namun dering ponsel nya menghentikan langkahnya, Wildan melihat siapa kontak yang memanggilnya dahi nya mengernyit ketika melihat nama Satria yang berada di layarnya.
Wildan segera mengangkat teleponnya.
"Alamat nya Amira udah gue kirim, katanya Lo lagi cari alamatnya."
***
Terima kasih yang sudah menyempatkan untuk membaca cerita please don't go, oiya jangan lupa vote cerita ini ya, dan juga bantu vote di ceritaku yang judulnya Januari.
Aaa 7-10 part lagi bakalan pisah sama pdg😭😭😭 gak rela 😭😭😭
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Don't Go! [end]
Teen FictionAmira kabur dari rumah setelah merasakan patah hati yang luar biasa karena tunangannya (Bayu) berselingkuh dengan adik tirinya (Monica). Amira memutuskan untuk keluar kota, keluar dai zona patah hatinya. **** Amira memutuskan untuk pergi keluar...