Happy reading!
Amira tertawa dalam hati, menertawakan kedua orang yang ada di depan nya kali ini, yang nekat menanyakan hal ini kepdanya, bertanya tentang Wildan seolah Amira tahu segalanya tentang bos nya itu, nyatanya Amira hanya sekretaris Wildan yang tidak tahu apa-apa tentang kehidupan pribadi Wildan.
"Maaf boleh jujur enggak? saya ini cuman kerja sama pak Wildan loh bukan jadi ibunya." ucap Amira sehalus mungkin.
Putri yang melihat itu langsung menatap dengan tidak suka ke arah Amira namun segera ditutupi dengan wajah yang sok ramahnya itu.
" iya, juga sih. Namanya kita juga sebagai pengagum pak Wildan pasti penasaran dong, secara kamu kan, yang Deket sama pak Wildan." ucap Belinda.
"Loh saya sektretaris nya, bukan orang tua nya lho, jadi saya gak tahu apa apa. Tahunya saya ya saya hanya berkontribusi untuk kantor dan perusahan, serta membantu mengatur jadwal pak Wildan, ya gak lebih dari itu, apalalgi masuk ke dalam kehidupan pribadi beliau." jawab Amira dengan lantang.
Belinda dan putri hanya saling menatap, merasa jika mereka telah melakukan ke salahan yang mungkin saja menyinggung Amira, atau sesuatu yang seharusnya tidak mereka tanyakan. Tapi sejauh ini mereka tidak mempercayai apapun yang Amira katakan saat ini.
"Maaf ya, mir. Lain kali kita gak akan tanyain kayak gini kok," ucap Belinda sambil menatap Amira tidak enak.
Namun berbeda dengan putri yang hanya diam dan menatap Amira dengan pandangan yang sulit di artikan.
Amira hanya mengangguk kemudian mulai menyantap makanan yang di belikan oleh Belinda sayang juga kan jika makanan gratis tidak di makan dan terbuang sia-sia.
****
Dirumah satu hari penuh dan terlebih Wildan sendirian, membuatnya sedikit jenuh, biasanya ada Amira yang selalu ada disampingnya walaupun sekretarisnya itu hanya sekedar pergi ke dapur untuk membuatkan dia makanan.
Wildan merasa jika Amira sudah mulai mengenalnya, mulai dari hal yang paling Wildan sukai sampai hal yang paling tidak Wildan sukai sama sekali.
Selama menjadi sekretarisnya Amira juga jarang sekali melakukan kesalahan, tapi sikap Amira yang sedikit bodo amat membuat jiwa lelaki Wildan sedikit berkobar, tertantang untuk mendekati Amira ,tapi itu hanya ada dalam naluri nya saja. Nyatanya Wildan tidak berniat untuk mendekati Amira secara serius. Karena Wildan tahu konsekuensi nya yang akan dia dapatkan jika dia melakaukan hal itu.
Kondisi Wildan juga sudah fit sejak dia istirahat seharian dan itu berhasil membuat tubuhnya kembali sehat, sepertinya memang sakitnya Wildan disebabkan oleh dirinya yang terlalu kecapekan.
Wildan melirik jam yang ada di dinding kamarnya, sekarang sudah menunjukan pukul lima sore yang tandanya, Amira akan pulang sebentar lagi, jika Amira lembur itu tidak mungkin karena mengingat Wildan yang tidak berangkat hari ini.
Wildan memutuskan untuk turun ke lantai bawah sekedar untuk menyambut Amira yang pulang dari kerja, terdengar klise memang tapi entah kenapa wildan sangat ingin melakukan ini.
Wildan turun dari tangga nenuju ke ruangan keluarga dan duduk disofa. Karena suasana yang sepi Wildan menyalakan televisi sekedar untuk menghiburnya di kala dia menunggu amira pulang.
Sekitar lima belas menit kemudian, Amira pulang dengan membuka pintu utama rumah Wildan dengan pelan-pelan, wajah Amira bahkan terlihat letih dan tidak semangat seperti biasanya.
Wildan yang peka akan kondisi Amira, langusng menghampiri Amira yang masih berdiri di ambang pintu.
"Kamu pasti capek ya, mir? Kamu mendingan langsung ke paviliun aja deh, biar saya yang masakin kamu, kamu kelihatannya capek banget." ucap wildan sambil menelisik kondisi Amira.
Amira menggeleng keras, "saya gak papa bos, mungkin pas nunggu di halte kepanasan dikit jadi kayak gini, i am ok, saya langsung buatin bos makanan aja, ya? Mau makan apa hari ini?" tanya Amira sambil menggeser tubuh Wildan dan melewtinya begitu saja.
Wildan segera berjalan cepat untuk segera menyusul Amira dan langsung mencekal tangan sekretaris nya itu agar dapat menghentikannya langkanya.
"Udah lah, mir. Kamu istirahat aja, saya gak tega juga kalau lihat kamu kayak gitu, saya juga udah sehat kok, jadi bisalah kalau masak untuk diri sendiri, kamu ke pavillun kamu aja," kata wildan.
Amira yang merasa tangannya di pegang oleh Wildan pun refleks melirik tangan itu, dan itu berhasil membuat Wildan tersentak dan gelagapan takut jika dirinya di kira modus.
"Maaf saya gak maksud." Ucap wildan sambil melepaskan cekalannya pada tangan Amira.
Amira nengangguk, "saya istirahat dulu ya bos, kalau butuh apa-apa panggil saya."
Wildan mengangguk menatap punggung Amira yang mulai menjauh.
Sebagai seorang bos yang baik, Wildan harus menjaga kesehatan karyawan nya baik dari segi fisik maupun mental dan ini contoh yang sedang dia lakukan kepada Amira. Amira cukup berjasa tadi malam dengan merawatnya, sekarang waktunya Wildan merawat Amira dan membalas Budi kebaikan sekretarisnya itu.
Wildan berpikir jika dia akan memasakan Amira sesuatu, sesuatu yang sangat di sukai oleh Amira, Wildan ingat jika Amira sangat menyukai nasi goreng dengan omelette di atasnya.
Wildan langsung berjalan menuju dapur untuk membuatkan masakan untuk Amira, karena Wildan yakin gadis itu pasti belum makan.
Kalau boleh jujur sebenarnya Wildan tidak mempunyai skill memasak sama sekali, ini pertama kalinya dia memasuki dapur untuk memasak sesuatu karena selama ini Wildan akan ke dapur hanya untuk membuat kopi untuk dirinya sendiri.
.Wildan memulai kegiatan masaknya dengan memotong segala bumbu yang di butuhkan untuk membuat nasi goreng beserta bumbu omelette.
Berbekal dengan video YouTube yang dia tonton nyatanya Wildan mampu menyelesaikan masaknya dengan baik, tidak peduli dengan rasanya , menurut Wildan ini masakan buatannya sendiri yang rasanya makananTerenak yang pernah dia makan.
Wildan menaruh sepiring nasi goreng dengan omelette di atasnya dan satu gelas air pada nampan untuk dia bawa ke pavilluun Amira.
Wildan mengetuk pintu, pavilluun Amira Dengan pelan.
"mir, makan dulu ini udah saya siapin" ucap Wildan terus mengetuk pintu paviliun Amira.
Karena tidak kunjung terdengar jawaban dari dalam, Wildan berinisiatif untuk membuka pintu dengan paksa. Untung saja pintu pavillun tidak Amira kunci.
Wildan masuk ke dalam paviliun, dirinya tertegun ketika melihat Amira yang tidur membelakangi nya dan meringkuk di atas kasur.
"Mir bangun dulu, makan, saya udah siapin makanannya," ucap Wildan sambil berdiri di dekat ranjang Amira dan menaruh nampan di nakas yang ada di samping tempat tidur.
Namun sudah lama tetapi tidak kunjung ada pergerakan dari Amira.Wildan mengguncangkan bahu Amira pelan mengira jika Amira sedang tertidur karena kelelahan.
Wildan terkejut saat Amira membalik tubuhnya dan menatap Wildan dengan tatapan yang sendu, bahkan wajah sekretaris nya itu yang biasanya ceria kini menampilkan raut wajah yang sayu.
"Saya kangen ayah, tapi saya gak bisa pulang, saya takut, saya takut saya gagal ngelupain orang itu, saya bingung," gumam Amira di sela-sela tidurnya.
Wildan tertegun, dan kembali mengguncang bahu Amira sedikit lebih kencang dari sebelumnya, "kamu disini gak sendirian mir, ada saya, bos kamu."
Wildan bergerak untuk menyentuh dahi Amira yang berkeringat, "ya ampun, mir. Kamu demam ayok kita kerumah sakit."
"Saya tadi di kerjain sama orang-orang kantor bos, saya gak mau kerja lagi di sana."
*****
Terimakasih telah membaca cerita please don't go. Jangan lupa untuk vote dan comen guys.
Maaf ya update lama, soalnya di part yang sebelumnya gak ada yang comen wkwkw.
But it's okay.
Next part aku spill, kejadian yang ada di kantor yang sebenarnya.
Jangan lupa vote, okay??
See you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Don't Go! [end]
Teen FictionAmira kabur dari rumah setelah merasakan patah hati yang luar biasa karena tunangannya (Bayu) berselingkuh dengan adik tirinya (Monica). Amira memutuskan untuk keluar kota, keluar dai zona patah hatinya. **** Amira memutuskan untuk pergi keluar...