5. Kesetrum

16.7K 1.6K 37
                                    

Bel istirahat berbunyi. Dinda dan Febi sudah berada di kantin. Mereka sedang makan bakso di kantin, memesan di warung yang kemarin.

"Din, ke cafe nya jadi?" Tanya Febi.

Dinda menepuk jidatnya. "Gue lupa, hehe maaf ya. Besok deh Gue bawa,"

"Oh oke," balas Febi.

"Mau langsung ke kelas aja? Atau mau jajan lagi?" Tanya Febi saat mereka sudah selesai makan.

"Ke kelas aja," balas Dinda.

"Ibu disini ya mangkoknya!" Teriak Dinda kepada Bu Yasmin. Kebetulan kantin sepi karena mereka kesini pada waktu istirahat kedua.

"Bentar, Gue mau pesan bakso." Dinda mendekati warung Bu Yasmin.

"Bu pesan bakso satu dibungkus ya," ucap Dinda.

"Pedas?" Dinda menggelengkan kepalanya.

Bu Yasmin menjawab, "Oke! Tunggu ya,"

Dinda langsung memberikan uangnya setelah Bakso itu sudah dibungkus. "Makasih Bu!"

"Iya sama-sama,"

Dinda mencari keberadaan Febi di tempat tadi, tetapi ia tidak menemukannya. Dinda berdecak kesal.

"Aduh, ni anak hobi banget menghilang." Gerutu Dinda.

Ia pergi ke kelas dengan membawa plastik hitam. Dinda mendapati Febi sedang mengobrol dengan Faisal, teman sekelas.

"Heh Febi! Lo kenapa ninggalin Gue hah?!" Tanya Dinda kesal. Dinda berjalan ke arah Febi lalu duduk di kursinya.

"Lama banget Lo nya, Gue juga cape duduk terus," balas Febi tak masuk akal.

"Ada aja alasannya," jawab Dinda sambil memasukkan plastik itu ke dalam tas.

Dinda melihat Faisal yang sedang terdiam. "Faisal," panggil Dinda.

"Naon?"

"Lo suka sama Febi ya??" Fitnah Dinda tiba-tiba.

"Apa sih!!" Febi mendorong tubuh Dinda tidak sampai gadis itu terjatuh.

"Santai napa, Gue kan nanya doang."

Faisal mengangkat bahunya acuh lalu pergi.

"Lo ngobrol apa sama dia?" Tanya Dinda sambil menatap kepergian Faisal yang duduk di tempatnya sendiri.

"Uang kas. Eh Din tolong nyalain kipas dong," ucap Febi.

"Dih, nyalain sendiri Sono!" Balas Dinda merasa diperbudak.

Febi tidak membalas ucapan Dinda. Gadis itu menyalakan kipas sendiri.

"Allah! Allah! Allahuakbar!" Febi meringis sangat keras.

Semua orang menoleh ke Febi yang berada di belakang. Gadis itu tergeletak di bawah lantai. Wajahnya tampak pucat.

Dinda yang melihat itu sangat kaget. Semuanya sudah bisa menebak bahwa Febi kesetrum.

"Yang cowok tolong bantuin dong!" Teriak Tasya.

"Bukan mahram, sis. Lo aja perempuan bareng-bareng gotong Febi ke UKS," balas Fauzan.

"Dih gamau nanti kalo Gue kesetrum juga gimana," balas Tasya.

"Ya kami para cowok juga takut," balas Faisal.

"Banyak omong banget sih, sini para cewek bantu Gue gotong Febi ke UKS. Yang cowok tolong panggilan anak-anak PMR," teriak Fani mendekati Febi.

Pertama-tama Fani menyentuh lengan Febi menggunakan buku tulis. Tidak ada reaksi apa-apa, artinya aman.

"Aman! Buru sini para ciwi-ciwi kita permalukan para cowok. Masa gitu aja takut, malu sama burung," ucap Fani lagi.

Dinda sadar dari rasa kagetnya, ia langsung membantu Fani. Beberapa perempuan pun ikut membantu. Jumlah perempuan yang ikut membantu adalah empat orang.

"Cemen!" Ucap Tasya pada Fauzan.

"Dih, Lo aja gak bantu tuh," cibir Fauzan.

Di UKS, mereka meletakkan Febi di atas kasur. Beberapa perempuan langsung keluar dari UKS kecuali Dinda dan Fani yang sedang duduk di kursi dekat lemari.

"Tadi kejadiannya gimana sih?" Tanya Fani penasaran.

"Gak tau, Gue gak liat," balas Dinda.

Pintu UKS terbuka. Bu Rema, selaku pengurus UKS datang dan beberapa anak PMR. Di luar banyak orang yang berkumpul karena penasaran.

"Ini kesetrum? Atau gimana?" Tanya Bu Rema kepada kedua perempuan yang sedang duduk ini.

"Kesetrum, Bu. Gak ada yang lihat," balas Dinda.

"Oh. Tolong kabarin orang tuanya ya," ucap Bu Rema.

"Orang tua Febi biasanya jam segini tuh sibuk kerja Bu." Jawab mereka berdua.

"Oh, ya kabarkan kakak atau adik atau wali atau siapa saja yang tinggal bareng Febi,"

"Din," Fani menyenggol tangan Dinda.

Dinda menoleh sedikit kepada Fani kemudian menatap Bu Rema. "Iya Bu nanti saya kabarkan. Ini Febi menginap disini? Atau gimana?"

"Makannya kabarkan dulu, Ibu mau tanya," tekan Bu Rema.

Dinda meringis. "Oke, Bu." Dinda keluar UKS dan pergi ke kelas untuk mengambil ponselnya.

Ia menelpon Kakak Febi.

"Assalamualaikum, kenapa Din?"

"Waalaikumsalam. Kak, Febi pingsan gara-gara kesetrum,"

"Astaghfirullah. Gimana keadaannya?"

"Masih pingsan. Kakak bisa kesini gak? UKS sekolah, ditunggu Bu Rema disana,"

"Oke deh, Kak Al kesana. Makasih ya Din,"

"Iya kak, sama sama."

Tut

Dinda langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas. Bel masuk berbunyi. Alhasil Dinda tetap di kelas, Febi ada Bu Rema yang menjaga.

Pintu kelas sudah dari tadi terbuka. Pak Yasin masuk ke kelas.

"Assalamualaikum anak-anak. Karena ada kasus tentang Febi, kalian diperbolehkan pulang. Waktu belajar juga hanya tersisa setengah jam. Ingat kalian harus langsung pulang ke rumah masing-masing."

Banyak murid yang senang, ada beberapa yang sedih juga :D

Semuanya langsung memasukkan alat tulisnya ke dalam tas. Dan langsung memakai tasnya di punggung.

"Dinda, kamu sudah menelpon Kakaknya Febi?" Tanya Pak Yasin kepada Dinda.

"Sudah, Pak. Sedang diperjalanan sepertinya,"

"Oke, silahkan pulang." Sebagai perempuan, Dinda hanya memberi salam saja.

Dinda langsung pulang ke rumahnya. Ia melihat Kak Al, Kakak Febi yang langsung masuk ke ruang UKS.

Sesampainya di rumah. Dinda membuka pintu rumah. Ia terdiam sebentar. Ada yang aneh, sesuatu yang tak pernah ia rasakan.

Dinda melepas sepatunya. Adzan Ashar mulai berkumandang.

Dinda mencari ibunya. "Ibu!" Teriak Dinda sambil mendekati kamar ibunya.

Tidak ada balasan dari Aisyah. Ia membuka pintu kamar ibunya, tidak ada siapa-siapa di dalamnya.

Dinda menghela napasnya lalu memilih masuk ke kamarnya sendiri.

Ia langsung tiduran di atas kasur. Tanpa sadar ia pun tidur.

HE LOVE ME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang