38. Ambis

4.4K 654 24
                                        

Maafkan Ke unpub, tenang isi chapter masih sama.

Kini Dinda sedang duduk di kursi belajar. Kedua tangannya bertopang ke atas meja belajar. Di atas meja ada beberapa buku Matematika. Orang malas jika sudah tobat, jangan diragukan lagi.

Kalender di meja belajarnya menunjukkan tanggal 13 Oktober 2021. Ada tulisan berwarna merah, "Lo harus sering belajar biae bisa move on! Biar pinter juga, biar enggak jadi gelandangan!"

"Ini bisa jadi 15 dari mana yak," otaknya tengah berpikir.

Dinda memakai baju tidur. Kegiatan belajar seperti ini ia lakukan setiap pulang sekolah.

Keesokan harinya juga, Dinda pulang lebih cepat. Aisyah yang tengah menyapu halaman rumah pun terkejut, apalagi saat melihat langkah kaki Dinda buru-buru. Gerakan melepas sepatunya pun buru-buru juga.

"Din, kenapa kamu buru-buru banget?"

"Mau belajar, Bu." Jawab Dinda yang langsung masuk ke kamarnya setelah melepas sepatu.

"Jangan lupa mandi abis itu sholat ashar!" Teriak Aisyah.

"Iyaaa!"

Kejadian ini terulang pada 3 hari ke depannya. Hingga ia duduk di kursi belajar. Kedua tangannya menopang di atas meja belajar.

"Yeah selesai!"

Tangannya menutup buku tulisnya dan menyimpannya di tempat buku. Alat tulis yang berserakan pun dibereskan.

Ceklek

Pintu kamarnya dibuka oleh Aisyah. Aisyah melirik ke arah Dinda yang tengah membereskan meja belajarnya. Bisa ditebak bahwa Dinda sudah selesai belajar.

"Din, Minggu ini kamu rajin banget. Kenapa? Gara-gara mau kenaikan kelas?"

Dinda menoleh ke arah ibunya. Aisyah belum memasukan tubuhnya ke kamar, hanya kepalanya dan tangan saja yang menongol.

"Tobat deh. Bentar lagi aku lulus. Aku belajar juga supaya bisa lupa sama dia,"

"Ekhem! Anak Ibu udah mulai suka sama laki-laki nih? Kalo boleh tau siapa tuh orangnya nanti biar Ayah selidikin tuh orang,"

Aisyah masuk ke dalam kamar anaknya. Berdiri di samping Dinda.

Dinda terdiam. Ibunya salah menangkap artian. 'Dia' yang dimaksud oleh Dinda itu bukan sosok yang Dinda baru sukai, melainkan 'Dia' yang telah mengukir perasaan di hati Dinda dan kini pergi.

"Maaf, Bu. Dinda bukan lagi suka sama orang, tapi itu si jin itu," ungkap Dinda jujur. Tidak tahu bagaimana reaksi Aisyah selanjutnya. Dinda hanya bisa menundukkan pandangannya sekaligus berharap agar ibunya tidak marah.

"Bagus. Kamu suka sama dia emang sebuah kesalahan. Tapi enggak ada salahnya kita memperbaiki kesalahan, malahan dapat pahala loh. Yang itu jadiin aja masa lalu, sekarang Dinda fokus belajar oke? Urusan jodoh mah biar urusan Allah aja, jangan mengambil alih tugas Tuhan ya,"

"Hm. Iya, Bu." Dinda tersenyum tipis.

"Ibu udah siapin barang-barangnya?"

"Udah kok, nanti Ibu cek lagi,"

Dinda berdiri karena merasa ini tugasnya sebagai anak membantu orang tua. "Biar aku bantu cek ya, Bu."

"Iya boleh, sama Ibu ya,"

Aisyah keluar dari kamar Dinda dan disusul oleh anaknya.

Aisyah berhenti di hadapan tumpukan koper dan jongkok di hadapan koper itu.

Langkah kaki Dinda berhenti di samping ibunya dan berjongkok sama seperti Aisyah.

Koper itu digeser oleh ibunya ke arah kanan. Badannya Dinda dan Aisyah menghadap ke koper itu.

HE LOVE ME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang