26. Jaka si ketua osis?

6.1K 749 40
                                    

Seperti prediksinya saat di belakang sekolah, kini Alvin dan Febi marah padanya. Bahkan sudah kecewa sampai ubun-ubun.

Saat masuk ke kelas, ia tidak melihat tas Febi di kursinya. Saat ia melihat ke samping kursi Alvin, ternyata Febi pindah di samping Alvin.

Istirahat belum berakhir, masih ada orang-orang yang sedang makan atau minum di kelas.

Seketika perut Dinda menjadi lapar. Ia sangat ingin ke kantin, bersama Febi tapi tentunya Febi tidak akan mau. Dan Dinda juga tidak mau untuk sekarang. Apalagi sekarang ia tidak membawa bekal makanan.

Baru beberapa menit marahan, Dinda langsung berpikir bagaimana caranya minta maaf kepada Febi. Dan sampai kapan mereka berdua marahan.

Ah tapi gue kan enggak salah, gue sama Febi cuma beda pendapat doang.

Perutnya kembali berbunyi namun hanya Dinda yang dapat mendengarnya.

Dinda berdiri. Ia menatap ke arah Febi dan Alvin sejenak. Ada rasa ingin minta maaf lalu mengajak mereka berdua ke kantin.

"Vin, Feb, kantin yuk! Gue traktir nih!" Ajak Dinda bersemangat. Senyum Dinda terbit sejenak saat ia sudah berani mengatakan itu.

"Ogah!" Tolak mereka berdua bersamaan.

Kini senyumannya menghilang.

"Kenapa sih?! Masa gitu doang marah ya ampun baperan amat," gerutu Dinda pedas. Pedas karena kesal ditolak, kesal juga karena perutnya sudah sangat lapar.

Terpaksa Dinda keluar sendirian menuju kantin. Di kantin tidak terlalu ramai, Dinda bersyukur akan hal itu.

Kakinya melangkah menuju salah satu warung yang menarik perhatiannya. Ia memesan air putih dan batagor untuk dirinya makan.

"Udah itu aja, neng?" Tanya Ibu sang penjaga warung.

Dinda mengangguk pelan. "Iya, Bu. Ada jajanan lain enggak ya selain itu?"

"Buras nih buras," Perempuan tua itu mengeluarkan kumpulan buras dari markas persembunyiannya.

"Ih mau-mau!!!" Pekik Dinda heboh tentunya langsung mengambil tiga biji buras untuknya.

"Jadinya berapa, Bu?"

"Lima belas ribu,"

Dinda merogoh kantong roknya. Jantungnya berdetak tak beraturan saat ia tidak mendapati sebuah kertas.

Duh please gak lucu masa uangnya hilang, mana lagi banyak orang.

Di belakangnya sudah mengantri tiga orang laki-laki yang akan membeli di warung ini juga.

Harapan menunggu di kantong baju. Saat tangannya berpindah ke kantong baju, ternyata ia tetap tidak menemukan apa-apa.

"Bisa cepet enggak?" Tanya lelaki yang berada di belakangnya itu.

Tangannya merogoh kembali saku kantong rok dan baju. Kepalanya sedikit mendelik ke belakang untuk melihat wajah lelaki yang tadi bertanya.

Saat menoleh ke depan lagi, kepalanya kembali menoleh ke belakang saat menyadari wajah lelaki itu.

"Kamu!" Ucap Dinda reflek.

"Apaan? Kenal?" Tanya lelaki itu dengan aura dinginnya.

"Jaka, bawa uang enggak? Aku uangnya ketinggalan di tas deh kayanya,"

"Lo siapa? Gue enggak kenal sama Lo,"

Dinda mengedipkan matanya. Jaka kali ini terlihat berbeda. Tubuhnya sama orangnya pun sama. Tapi, wajahnya terlihat lebih sinis. Nada bicaranya pun tinggi, dingin pula sifatnya.

HE LOVE ME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang