29. Tobat

6.7K 829 39
                                    

Dinda sedang duduk di kursi rias. Matanya melamun sedang memikirkan bagaimana selanjutnya dan apa yang harus ia ceritakan kepada orang tuanya?

Sekarang ia benar-benar menyesal telah dekat dengan Jaka. Kenapa di saat-saat sekarang dirinya baru sadar bahwa semua yang ia lakukan itu salah? Kemarin-kemarin, saat hubungan Dinda dan Jaka masih baik-baik saja, Dinda tidak pernah berpikir bahwa hubungan mereka itu tidak baik.

Setelah dekat dengan Jaka, Dinda tidak hanya mengecewakan hati orang tuanya. Melainkan mengecewakan hati kedua temannya juga. Dan perlu digaris bawahi juga, ia telah berpaling dari Tuhan.

"Tuhan, maafkan aku...," Dinda menutup wajahnya menggunakan kedua tangan. Otaknya mengingat semua kenangannya bersama Jaka, semakin diingat semakin dirinya menangis.

Sebenarnya Tuhan itu selalu ada, yang selalu ada disaat HambaNya kesusahan. Dinda tahu itu, tapi kenapa baru menyadari sekarang?

Bahkan tanpa sadar Dinda juga telah merendahkan harga dirinya sebagai manusia di hadapan Jaka, selaku jin.

Sekali ia pernah mendengar bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah perempuan. Mungkin ini alasannya, karena perempuan gampang terlena atau gampang tersentuh hatinya. Seperti hati Dinda yang terlena akan ketampanan Jaka, dan hatinya yang tersentuh saat diberikan gombalan oleh Jaka.

Dinda tidak hanya sekedar menutup wajahnya menggunakan tangan. Sesekali ia mengelap air mata yang turun menyesali perbuatannya selama ini. Hal yang lebih ia sesali adalah berani melawan ibunya yang selama ini mengajarkannya berbicara, apalagi ia melawan hanya untuk membela Jaka.

Merasa menangis tidak ada gunanya untuk sekarang, mungkin jika dirinya menangis di malam hari dan saat sendirian itu akan bermanfaat untuk menenangkan dirinya. Untuk sekarang tidak karena waktu Maghrib hampir tiba, dan di kamarnya pun ada Aisyah.

Wajahnya di bersihkan menggunakan kedua tangannya. Menatap ke arah kaca, wajahnya memerah akibat menangis.

"Udah plis jangan nangis disaat ada orang di kamer," ucapnya sambil menghilangkan jejak menangis di wajahnya.

"Telepon Ayah aja kali ya? Lagian emangnya mau hubungin siapa lagi?" Tanyanya pada diri sendiri. Kemudian Dinda mencari ponselnya untuk melancarkan niatnya.

Setelah menemukan teleponnya, Dinda langsung melaksanakan niatnya. Hanya sekedar mengabari, lagian tidak mungkin Firman langsung pulang hanya karena masalah ini.

"Assalamualaikum. Kenapa Dinda? Tumben nelepon Ayah?"

Untuk mengatakan maaf pun lidahnya terasa kelu.

"Ayah, Ibu pingsan."

"Hah? Ibu kenapa??? Kecapean??"

"Atau kamu bikin dia marah sampai pingsan?"

Dinda tersenyum miris mendengar tebakan berikutnya dari Firman. Bukan karena marah, tapi yang diucapkan Firman memang benar apa adanya. Bahkan Dinda telah membuat ibunya kecewa.

"Hm gimana ya Dinda ceritanya. Nanti deh kalo Ayah pulang yaa,"

Nada bicara Dinda kini berubah sedikit. Dari dulu Dinda selalu merendahkan suaranya saat berbicara kepada orang tuanya, kini ia harus lebih sopan lagi mengingat banyak kesalahannya yang diperbuat.

"Oh gitu, oke deh nanti Ayah pulang besok. Sekarang Ibu ada di rumah sakit? Keadaannya gimana?"

"Ibu ada di kamar Dinda, lagi istirahat,"

"Ya udah jagain Ibu kamu yaa. Udah dulu Ayah mau istirahat, capek banget badan Ayah. Nanti kalo Ayah pulang injak-injak ya sama Dinda?"

(Tau injek2 ga si? Kaya pijitin tapi pake kaki gitu lohh😌)

HE LOVE ME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang