4. Ketos

19.2K 1.8K 175
                                        

"Din, jangan-jangan jin nya marah sama kamu," ucap Aisyah takut.

Dinda jelas takut. Karena ucapan Aisyah masuk akal.

"Ih yang bener Ibu mah!"

"Ya kali ada hantu, itu paling pancinya terlalu minggir," ucap Aisyah kemudian meninggalkan anaknya di dapur.

Dinda sendiri tidak berani disini sendirian. Alhasil ia pun pergi ke kamar. Saat berjalan menuju kamar, ia merasa ada yang mengikutinya. Dinda langsung masuk ke kamar dan mengunci pintunya.

"Udah mau Maghrib, ngapain ya?" Dinda duduk di kursi belajarnya.

Ia bingung ingin melakukan kegiatan apa sekarang. Tiba tiba ia teringat perkataan ibunya tadi tentang jin. Apakah dirinya diikuti jin? Dinda sendiri tidak bisa menjawabnya karena ia tidak tau tanda tanda orang diikuti oleh jin.

"Ah, Gue gak mungkin dinikahin jin kaya kasus itu. Lagian Gue gak secantik itu."

Dinda tak ingin memikirkannya. Ia pun pergi ke kasur dan tidur.

Keesokan harinya, Aisyah membangunkan anaknya untuh shalat shubuh. Aisyah memanggil, mencubit, menarik, tapi Dinda masih saja tidur. 

Hingga akhirnya Aisyah mempunyai ide. Ia mengambil novel yang ada di atas kasur.

"Ibu bakar nih novelnya kalo enggak bangun!" Ancam Aisyah.

Mata Dinda perlahan terbuka dan mengubah posisinya menjadi duduk. Ia mengambil novel yang dipegang oleh ibunya lalu disimpan diatas meja.

"Iya Dinda sholat nih. Ibu masak aja sana, Ibu udah sholat duluan kan?" Usir Dinda dengan suara khas bangun tidur.

"Cepet ambil wudhu! udah jam lima!" Tekan Aisyah.

Seorang ibu tentu saja akan marah saat anaknya tidak sholat. "Iya nih ambil wudhu," ucap Dinda lalu ia pergi mengambil air wudhu. 

Aisyah sudah yakin bahwa Dinda akan sholat, ia pun pergi ke dapur untuk memasak sarapan. 

Setelah mengambil air wudhu, Dinda kembaali ke kamarnya. Ia memakai mukena, lalu menggelar sajadah. Saat hendak sholat, ia melihat keluar kamar untuk memastikan bahwa ibunya sedang memasak. 

"Yes!" Dinda melepas mukenanya.

Ia menaruh sajadah dan mukenah ditempatnya lagi. Ia melihat ke arah jam. Pukul 05.08 dan ia memilih untuk mandi di pukul 05.14 agar tidak membuat Aisyah curiga. Dinda mengambil handuk di jemuran.

Aisyah menoleh ke Dinda yang melewati dapur. "Udah sholat?" Tanya Aisyah yang sedang di dapur.

"Udah," balas Dinda saat dirinya masuk ke dalam kamar mandi.

Skip saat Dinda sudah siap berangkat sekolah, gadis itu pergi ke dapur untuk bersaliman dengan ibunya.

"Lho kamu gak makan dirumah?" Tanya Aisyah kaget. Biasanya gadis itu selalu makan di rumah.

Dinda mengambil tepak makan. "Kayanya gak ada waktu untuk makan di rumah, Bu. Aku makan di sekolah aja," Dinda mulai memasukkan nasi ke dalam tepak makan. Serta memasukkan lauk berupa ayam kecap ke dalam plastik kecil yang bening.

"Oh ya udah." Aisyah berdiri dan mengambil tepak makan lagi.

Dinda mengerutkan dahinya. "Aku udah bawa ini,"

"Ibu bikin ager. Untuk kamu sama Febi ya barengan, atau tawarin juga teman teman kamu yang lain,"

"Oh,"  Dinda memasukkan tepak makannya ke dalam tas, beserta plastik kecil itu.

"Nih," Aisyah memberikan tepak makan yang berisikan ager.

"Makannya kalo mandi jangan lama, masa samp dua menit," cibir Aisyah.

Mata Dinda melotot. "Serius dua puluh menit? Lama banget perasaan,"

"Ya kamu sibuk konser,"

"Hehe," Dinda mencium tangan ibunya.

"Assalamualaikum!" Ucap Dinda.

"Waalaikumsalam," jawab Aisyah.

Seperti biasa, Dinda jalan kaki menuju sekolahnya. Kali ini ia merasa tak diikuti oleh sesuatu lagi. Dinda merasa aman.

Sampainya di kelas, pintu kelasnya tertutup rapat. Bukan hanya kelas nya saja, tapi kelas yang lain juga seperti itu.

"Hei kamu!" Teriak Pak satpam dari belakang Dinda.

Dinda baru ingat juga bahwasannya ia terlambat, tapi saat ia datang tidak ada Pak satpam yang menjaga gerbang. Dinda membalikkan badannya ke belakang.

"Kamu telat kan?" Tanya Pak satpam yang berhadapan dengannya.

"Enggak, Pak. Saya enggak telat."

"Oh ya sudah silahkan masuk," 

Dinda yang hendak masuk ke kelas langsung dipanggil namanya oleh seseorang.

"Lo telat, gak usah banyak drama. Silahkan bersikah perpustakaan sebagai hukumannya." Itu bukan suara Pak satpam.

Dinda membalikkan badannya karena penasaran. Matanya bengong seketika saat melihat pemilik suara.

"Kenapa? Buruan bersihin perpustakaan sebelum Gue tulis nama Lo disini," ucap lelaki itu sambil menunjukkan sebuah buku.

Entah itu buku apa, tapi Dinda takut itu buku sikap atau perbuatan selama disekolah.

"Oke, Gue bakal lakuin." Ucap Dinda serius. Lelaki itu melihat wajah Dinda sebentar kemudian melenggang pergi.

Dinda kembali kagum kepada lelaki yang tidak dikenalnya. Tapi, sesekali ia pernah melihat lelaki itu.

"Ekhem!" Tegur sang satpam saat melihat Dinda masih memperhatikan lelaki itu.

"Dia siapa, Pak?" Dinda menoleh ke Pak Satpam.

"Ketua OSIS kan? Masa gak tau sih?"

"Lah mana saya tau saya kan ikan!" Jawab Dinda asal-asalan.

Setelah itu, Dinda langsung pergi ke perpustakaan untuk melaksanakan hukumannya. Ia hanya merapihkan buku-buku saja. Ada beberapa orang yang dihukum sama sepertinya.

Dinda merapihkan buku-bukunya. Tangannya berhenti pada suatu buku yang menariknya. Warnanya berwarna hitam dan merah, terlihat seperti buku horor.

"Asik, novel horor nih.., eh bukan."

Ternyata itu buku yang berjudul wanita favorit jin.

Deg

Kenapa tiba-tiba dirinya dipenuhi dengan kata jin. Tidak ada hubungannya dengan Dinda. Dinda hanya merasakan ada yang aneh saja.

"Sudah sepuluh menit, silahkan kembali ke kelas kalian masing-masing." Ucap Bu Raisa selaku penjaga perpustakaan.

Dinda langsung menaruh buku itu di rak. Ia menyalami tangan Bu Raisa sebelum pergi. Setelah itu, ia pun pergi ke kelasnya.

Pintu kelas dibuka olehnya, ia tidak menyalami tangan Guru yang sedang mengajar, hanya mengucapkan salam saja. Pelajaran IPA dan gurunya adalah Pak Yasin.

"Assalamualaikum, Pak."

"Waalaikumsalam. Duduk," Dinda mengangguk lalu duduk di tempatnya.

"Heh, kenapa telat?" Bisik Febi.

"Mandinya kelamaan, keasikan konser," balas Dinda yang sedang menaruh tasnya di kursi.

Dinda mengeluarkan alat tulis yang akan digunakan.

"Febi, silahkan berikan catatan tadi kepada Dinda. Saya kasih kami waktu menulis selama lima menit, silahkan catat," ucap Pak Yasin.

Febi langsung memberikan bukunya dan Dinda pun langsung mencatat.

HE LOVE ME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang