Pak Herman hanya menyampaikan ceramah kecil sebelum kelas mereka di panggil ke lapangan untuk upacara.
"Pak itu kelas sebelah udah!" Kode Nando malas mendengarkan ceramah apalagi masih pagi.
"Berdiri semua dan pergi ke lapangan. Tolong jangan berantakan ya, yang tinggi depan!" Pak Herman berdiri lalu keluar kelas.
Mereka semua pergi ke lapangan dan berbaris sesuai ketinggian badan masing-masing. Dinda tetap berdiri bersampingan dengan Febi, karena mereka berdua sama-sama pendek.
"Upacara akan segera dimulai, rapihkan baju dan kunci mulut!" Perintah kepala sekolah.
Upacara pun di mulai.
Dinda berdecak kesal karena kelasnya mendapat barisan yang terkena sinar matahari. Perlahan pandangannya berubah menjadi abu-abu. Tak aneh lagi, mungkin akibat dari kepanasan.
Di tengah-tengah upacara yang hampir selesai, Febi melihat wajah Dinda yang pucat serta resah. Febi yang paham pun langsung memanggil anak PMR lalu menunjuk Dinda. Dinda dibawa ke UKS oleh anak PMR yang tadi.
Dua anak PMR itu membantu Dinda naik ke atas kasur. Dinda tiduran di atas kasur. Salah satu dari kedua anak PMR itu membuat teh hangat untuk Dinda.
"Ini diminum ya. Perlu kayu putih enggak?" Dinda menggelengkan kepalanya lalu mengambil gelas yang berisi teh hangat.
Dinda mengubah posisinya menjadi duduk lalu minum tehnya. Teh itu diberikan lagi kepada sang pemberi karena Dinda tidak terlalu suka teh.
"Mau kita tungguin atau sendirian?"
"Sendirian aja deh," jawab Dinda.
Perlahan rasa pusing di kepala Dinda pun menghilang. Dua anak PMR itu keluar dari UKS menyisakan Dinda sendirian disini.
Dinda memejamkan matanya. Lima menit matanya terpejam, Dinda tak kunjung tidur. Pintu UKS terbuka membuat Dinda membuka matanya dan menatap sosok yang mendekatinya.
"Alvin, upacara sudah selesai kah?"
"Udah, kamu pusing?"
Ketika Alvin mengatakan itu, Dinda masih mendengar suara upacara tapi samar-samar.
"Iya pusing makannya kesini. Kamu ngapain kesini?"
Tidak wajar ketika seseorang baru bertemu dan tiba-tiba menjadi perhatian seperti Alvin.
"Khawatir aja. Sekalian balas Budi yang tadi pagi," jawab Alvin.
"Oh. Febi mana? Kok enggak kesini?"
"Tadi aku tawarin dia kesini tapi Febi nya enggak mau,"
"Aku?" Beo batin Dinda.
"Febi—"
"Kamu masih pusing?"
"Alhamdulillah. Udah enggak kok."
Alvian hanya diam. Wajahnya agak berbeda, seperti terlihat lebih pucat. Dinda membenarkan posisi tidurannya.
"Kamu lagi haid?" Tanya Alvian. Dinda terdiam, tidak sopan seorang lelaki bertanya seperti itu.
"Kenapa?" Tanya balik Dinda. Ia ingin menjawab tapi ia rasa ini sesuatu yang privasi.
"Tanya aja, gimana? Lagi haid atau enggak?" Sepertinya Alvin sangat penasaran.
"Enggak," jawab Dinda sambil mengerutkan dahinya. Ia menatap Alvin penuh penasaran dan aneh.
"Aneh Lo," ucap Dinda.
Alvin berdiri lalu keluar dari UKS. Melihat Alvin pergi begitu saja, Dinda menjadi semakin penasaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
HE LOVE ME (END)
Mystery / ThrillerSemua ini tidak akan terjadi jika Aku tidak membuang pembalut sembarangan. Semua ini tidak akan terjadi jika Aku membaca doa sebelum masuk ke kamar mandi dan membuka pakaian. Semua ini tidak akan terjadi jika Aku tidak berlebihan saat sedih ataupun...