8. Ayah datang

12.5K 1.4K 138
                                        

Dinda menaruh tasnya di kursi belajar. Mendengar suara ketukan pintu ia langsung kaget. Tidak ada siapa-siapa di rumahnya.

Dinda mendekati pintu dan membuka pintu. Tidak ada apa-apa. Rasa takut sedang tidak menyelimuti hati Dinda.

Ia kembali menutup pintu lalu duduk di atas kasur. Hari Minggu, ia sangat bingung ingin melakukan apa. Terkadang ia tidak menyukai hari minggu.

Dinda mengambil novel di atas meja belajar lalu membacanya di kursi belajar.

Tok tok

Tok tok

Suara itu kembali berbunyi, tapi sepertinya Dinda tidak mendengarnya. Hampir dua belas menit Dinda membaca buku, matanya mulai mengantuk. Ia melirik ke jam dinding, masih pukul 09.13

"Dinda, I love you. Aamiin,"

Novel di tangannya terjatuh. Ia menoleh ke kanan, lalu ke kiri. Dinda berdiri, dan melihat ke segala arah untuk mencari pemilik suara itu.

Rasa takut menyelimuti perasaanya. Dinda mengambil ponsel di tasnya, lalu menghubungi ibunya.

"Halo? Ibu udah sampe mana?? Tolong cepetan pulang!! Aku takut!!"

"Di depan sekolah kamu, sebentar lagi sampai kok. Tuh rumah sudah kelihatan,"

Dinda mendengar suara mobil datang ke rumahnya. Ia buru-buru keluar kamar dan menyimpan ponselnya begitu saja di atas meja tanpa mematikan sambungan itu.

Ia berlari menuju keluar, membuka pagar untuk ibunya. Mobil hitam masuk ke rumah. Setelah selesai, Aisyah dan Firman turun.

Dinda langsung memeluk Aisyah karena ketakutan.

"Eh? Kamu kenapa?" Aisyah melepaskan Dinda.

"Ibu kayanya aku diikutin sama setan!!" Ucap Dinda penuh penekanan.

Firman, Ayah Dinda hanya bisa mengerutkan dahinya.

"Kamu ini kenapa? Makannya jangan kebanyakan baca novel, jadi gitu kan," ucap Firman.

"Ini serius, aku enggak bohong. Waktu itu aku tidur kaya ada yang naik ke badan aku, terus aku sering diganggu kalo di rumah. Pas aku menjelek-jelekkan jin tiba-tiba ada yang jatuh kan, Bu???" Ujar Dinda serius dan penuh penekanan.

Firman menatap istrinya, Aisyah pun menatapnya.

"Aku enggak percaya. Tapi, tanda-tanda seseorang disukai oleh jin ya itu yang disebutin sama Dinda," ucap Firman sambil menatap anaknya.

"Dinda juga kalo mandi lama banget," tambah Aisyah.

"Sudah, masuk dulu ke dalam. Nanti sehabis sholat Dzuhur kita bahas, Ayah mau istirahat." Firman masuk ke dalam rumah.

"Tapi aku takut Ayah!"

Firman membalikkan tubuhnya ke belakang. "Allah selalu bersama kita Din. Ingat itu. Jin juga makhluk ciptaan Allah kan? Kenapa kita takut?"

"Ck! Emang Ayah egois! Gak pernah ngertiin perasaan anaknya!!" Kesal Dinda.

Dinda masuk ke dalam lebih dahulu dengan langkah menyentak. Air matanya keluar. Ia menutup pintu kamarnya dengan kencang. Ia membanting tubuhnya di atas kasur.

Dia melihat semuanya. Dinda mengeluarkan air matanya, sambil memeluk dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya Dinda menangis berlebihan seperti ini.

"Dinda?" Aisyah mengetuk pintu kamar dan berusaha membuka pintunya tapi tidak bisa karena dikunci oleh Dinda.

"Pergi, aku mau sendiri."

Dinda menangis lagi, dengan suara lirih agar tidak terdengar. Ia memilih untuk tidur, menangis di siang hari tidak menyenangkan menurutnya.

•••

"Dinda! Buka pintunya!!!! Ingat sholat!!!" Firman menggedor-gedor pintu kamar Dinda.

"Pantesan kamu dideketin jin, kamu sendiri jauh sama penciptamu!!!" Tekan Firman.

"Dinda buka!!!! Jangan sampai Ayah bakar semua novel kamu ya!!!"

Dinda membuka matanya. "Ingat Dinda. Murkanya Allah sama kamu lebih bahaya daripada murkanya Ayah sama kamu!"

Dinda berdiri dan membuka pintunya. "Sholat!!!" Bentak Firman di depan Dinda.

"Iya," balas Dinda cuek lalu pergi ke tempat wudhu dan mengambil air wudhu.

"Mas, sabar. Istighfar." Tegur Aisyah saat Firman pergi ke dapur.

Dinda benar-benar sholat. Di dapur, Aisyah sedang makan siang bersama suaminya.

"Tapi, Mas... Dinda memang suka lama kalo mandi. Terus akhir-akhir ini Dinda suka bangun malam sendiri. Ada yang aneh juga dari Dinda."

Aisyah memegang tangan suaminya. "Aku takut kalo Dinda benar-benar dicintai oleh jin."

"Dinda juga jarang sholat, jarang ngaji," tambah Aisyah semakin resah.

"Ya kamu, aku suruh kamu buat masukin Dinda ke pesantren. Tapi kamu malah nolak dengan alasan kasian sama Dinda, apa kamu rela liat Dinda disiksa karena dosanya? Jadilah orang yang berguna," ucap Firman.

Mendengar itu, Aisyah menjauhkan tangannya dan menaruhnya di atas paha.

"Dia di rumah ngaji enggak?" Tanya Firman.

"Enggak," balas Aisyah.

"Aku merasa gagal jadi orang tua, Sal. Dinda itu anak kita, anak yang harus kita bimbing. Kalo enggak dibimbing, siapa yang mau bimbing dia? Dia sudah delapan belas tahun, malu kalo enggak sholat! Malu harusnya!!" Aisyah menundukkan pandangannya.

"Iya, Mas. Maafin Sal."

"Tolong kedepannya ajak dia ke jalan yang benar, aku capek-capek kerja di luar kota demi keluarga kita." Aisyah mengangguk.

"Selepas dia selesai Sholat Dzuhur, ajak dia ke kamar kita. Kita mengaji bersama, siapa tau dia setannya,"

"Oke," balas Aisyah.

Dinda datang ke dapur untuk minum. Ia berpura-pura tidak melihat kehadiran orang tuanya.

"Dinda, habis ini kamu ngaji bareng Ayah sama Ibu ya di kamar," ucap Aisyah.

"Ngaji aja sendiri, Dinda bisa ngaji sendiri kok." Balas Dinda sombong.

Dinda menaruh gelasnya di atas kulkas.

"Lah emang kamu bisa ngaji? Masih terbata-bata kan?" Tebak Firman tepat.

Hati Dinda sakit mendengar kenyataan pahit itu.

"Cepat ambil Al-Qur'an nya, abis itu ke kamar sama Ayah Ibu. Tunggu disana,"

Dinda membalasnya hanya dengan dehaman saja.

Dinda pergi ke kamarnya. Ia mencari Al-Qur'an dan menemukannya di tempat mukenah. Ia mengambilnya dan pergi keluar kamar. Dinda menunggu di hadapan pintu kamar orang tuanya.

Tidak sopan jika ia masuk sendirian.

"Cepetan!" Ucap Dinda keras.

Dinda membuka halaman awal Al-Qur'an ia membacanya perlahan. Beberapa detik kemudian orang tuanya datang. Mereka berdua masuk ke dalam lalu disusul oleh Dinda.

Mereka sama-sama duduk di lantai. Di awali surat Al-Fatihah yang dipimpin oleh Firman.

HE LOVE ME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang