11. pingsan

11.1K 1.2K 54
                                    

Jam istirahat berbunyi setelah mereka menghabiskan waktu di kelas hampir dua jam.

"Mau ke kantin enggak, Din?" Tawar Febi setelah merapihkan alat tulisnya.

"Enggak, deh. Tiba-tiba Gue pusing lagi," ucap Dinda sambil memegang kepalanya.

Dinda sedang tidak berbohong. Kepalanya benar-benar pusing.

"Mau pulang aja tah? Entar Gue ke Bu Asih,"

Dinda menatap Febi. "Ngapain ke Bu Asih coba?"

"Ya dia kan wali kelas kita kalo Lo lupa!"

"Oh iya ya. Ya udah sok bilangin, tolong ya,"

Febi mengangguk lalu pergi. Dinda memasukkan alat tulisnya ke dalam tas. Padahal kemarin ia kemarin tidak melakukan apa-apa yang membuatnya pusing seperti ini.

Ia memegang kepalanya lagi. Terasa berat.

"Din, kenapa?" Tanya salah satu perempuan yang melewati barisannya.

"Pusing," jawab Dinda yang masih memegang kepalanya.

"Pulang aja gih," usul perempuan itu.

"Ck, bisa diem gak sih Gue lagi pusing." Batin Dinda.

"Iya ini juga mau pulang, tapi lagi minta izin dulu,"

Perempuan itu langsung duduk di kursinya sendiri.

Dinda merebahkan kepalanya di atas meja. Tiba-tiba saja air matanya keluar padahal ia sedang tidak sedih.

"Mana yang sakit?"

"Itu,"

Saat mendengar suara Febi, Dinda langsung mendongakkan kepalanya. Ia terkejut saat melihat Febi membawa banyak sekali orang.

Ada satu orang yang menarik perhatiannya, lelaki yang tadi berbicara dengan Febi adalah ketua OSIS yang waktu itu berbicara dengannya.

Dinda menutup wajahnya karena malu. Bisa-bisanya Febi membawa satu kampung kesini.

"Ayo ke UKS!" Suara itu tepat di hadapan Dinda.

Dinda membuka telapak tangannya. Ia sekilas membaca name tag yang ada di baju ketua OSIS itu, namanya Jaka.

"Sekarang?" Tanya Dinda pelan.

"Iya, sekarang."

Jaka dan Dinda pergi ke UKS. Saat melewati Febi, Dinda sempat mencubit lengan Febi karena kesal. Febi pun hanya bisa meledek saja.

"Tiduran aja, butuh anak PMR ga?" Tanya Jaka saat mereka sudah masuk ke UKS.

UKS sangat sepi, hanya ada Jaka dan Dinda disini.

Dinda mengangguk pelan lalu tiduran di atas kasur. Ia tak berani menatap Jaka, dirinya hanya menatap ke atas saja.

"Saya tinggal nih,"

"Jaka!"

Jaka yang hendak keluar pun langsung berhenti dan membalikkan badannya.

"Saya pengen pulang aja, boleh gak sih?"

"Boleh. Tapi emangnya siapa yang mau antar?"

"Ya saya pulang sendiri," jawab Dinda. Dinda mengubah posisinya menjadi duduk.

"Ya udah sok boleh," mendengar jawaban itu Dinda langsung turun dari kasur.

Ketika Dinda melewati Jaka, lelaki itu berkata pelan."Hati-hati."

Rupanya Dinda tidak mendengar itu. Ia pergi ke kelasnya. Pandangan mulai berubah menjadi abu-abu, Dinda berlari karena takut pingsan di jalan dan tidak ada yang menolongnya.

Ketika di depan pintu, jalannya terhadang oleh Alvian yang hendak keluar kelas. Dinda menatap Alvian sayu, dan akhirnya Dinda jatuh ke Alvian karena tidak kuat dengan rasa pusing ini.

"Alvian! Ngapain kamu?!" Tanya Febi yang tadinya hendak ke UKS untuk menemui Dinda.

"Ini Dinda pingsan! Pegangin Napa," Alvian ingin memindahkan Dinda ke Febi, tapi sepertinya Febi tidak bisa jadi ia meletakkan Dinda di atas meja.

Semua murid di kelas ini langsung mengerubungi Dinda karena kaget dan penasaran juga.

"Panggil Bu Asih!!" Teriak Febi karena khawatir.

Alvian yang khawatir dan lupa keadaan pun langsung menuruti saja.

"Din! Din! Bangun!" Febi menggoyangkan badan Dinda.

"Namanya aja pingsan, gimana sih," cibir seorang lelaki yang ada di sebelah Febi.

"Apa sih nih roh halus komentar aja," balas Febi sinis.

"Dih, bodo amat." Balas lelaki itu.

"Udah sana! Ngapain Lo disini?!" Febi mendorong lelaki itu.

"Nyenyenye!" Ledek lelaki itu lalu pergi.

Bu Asih kemudian datang dan memeriksa keadaan Dinda. Saat tangan Bu Asih memegang kepala Dinda, rambut Dinda banyak yang rontok.

"Bu, jangan-jangan Dinda kena penyakit kanker?" Usul salah satu siswa.

"Ngarang aja kamu!! Sana nulis novel biar berguna karangannya," timpal Febi.

"Roh halus nyewot!! (Marah)" balas salah satu siswa.

"Bawa ke rumah sakit aja kali ya? Bisa jadi Dinda kena kanker tapi Ibu enggak tau juga sih soalnya Ibu kan Guru IPS."

ah, Febi pusing banget sekarang. Entah dia harus apa sekarang.

Bu Asih mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi pihak rumah sakit yang dekat dari sini. Memang sangat dekat, karena khusus orang yang tinggal disini.

Mereka menunggu dua puluh menit untuk menunggu ambulan datang. Saat datang, Dinda pun dibawa masuk ke mobil dan dibawa ke rumah sakit.

Bu Asih, Dinda, dan roh halus (yang tadi ngomel ngomel) ikut ke rumah sakit. Kenapa roh halus ikut? Alasannya karena buat temenin Febi aja, karena Febi enggak ada teman lagi selain Dinda.

Keadaan Dinda di cek terlebih dahulu oleh Dokter.

"Jadi gimana, Dok? Dia beneran sakit kanker?"

"Masa sih sakit kanker, orang pas kemarin dia baik-baik aja kok," komentar roh halus.

"Bisa diem gak sih?" Timpal Febi.

"Kalian berdua bisa diem enggak? Duduk disana aja," Febi dan roh halus pun duduk di kursi.

"Dia baik-baik aja, keadaanya memang lagi lemas dan pusing. Perbanyak istirahat dan makan ya, serta olahraga juga."

"Dia diinfus?" Dokter mengangguk.

"Kira-kira dia sadar kapan ya, Dok?"

"Gak tau, saya kan bukan Tuhan. Kalo dia bangun saya kabari lagi saja ya,"

Bu Asih mengangguk lalu duduk di samping Febi.

"Kita pulang aja ya, nanti Ibu hubungin keluarga Dinda."

"Oke Bu!" Jawab Roh halus semangat.

HE LOVE ME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang