28. Menyesal

7.3K 859 48
                                    

"Pergi gak!! Setan kamu!!" Dinda merontak saat tubuhnya dipeluk oleh Jaka. Sebelumnya tentu Dinda akan senang, tapi setelah mengetahui ini semua tidaklah ia akan senang melainkan akan menyesal.

"Oh no, aku bukan setan. Setan itu sesat, aku enggak sesat," jawab Jaka.

Jaka memeluk tubuh Dinda sekencang mungkin. Yang dipeluk berusaha mungkin menjauhkan Jaka dari tubuhnya.

"Sakit!!" Erang Dinda. Tubuh Jaka seperti memberikan tusukan yang menusuk tubuhnya.

Pelukan itu dilepas oleh Jaka. Dinda terjatuh ke lantai dalam kondisi sadar. Tubuhnya terasa sakit, hal itu membuatnya sulit untuk berdiri.

"Dinda!!" Panggil Aisyah entah dari arah mana.

Dari telinga Dinda, suara Aisyah terdengar dari arah kanan. Namun, saat hendak menoleh ke arah kanan, kepalanya seperti ditahan oleh sesuatu sehingga dirinya tidak bisa menoleh.

Pandangannya mengarah ke depan. Jaka berjongkok di hadapan Dinda.

"Jangan menolak ya? Kita kemarin kan sudah sama-sama sepakat saling menyukai."

"Dasar setan!" Ucap Dinda sebisa mungkin mengucapkan kata kasar untuk menyakiti hati Jaka.

"Setan itu sesat, sedangkan aku enggak sesat sayang," bantah Jaka.

"Jin yang mendekati manusia itu sesat! Tuhan udah melarang itu, jangan menganggu kehidupan manusia!!"

Jaka malah tersenyum mendengar itu. "Tapi kemarin kamu senang-senang aja tuh? Jangan menyangkal. Intinya aku suka kamu dan kamu suka aku. Tinggal tunggu rencana aku selanjutnya, tunggu ya?" Pinta Jaka terlihat mengerikan di hadapan Dinda.

"Pergi!!!!" Teriak Dinda.

"Pergi kamuu!!"

Samar-samar Dinda melihat senyuman Jaka menghilang dari wajah lelaki itu. Tubuh Dinda gemetar ketakutan saat melihat darah keluar dari mulut Jaka secara perlahan.

Dua pertanyaan berserta pernyataan timbul di otaknya. Apakah itu darah haid nya selama ini? Dan apakah sosok yang ada di toilet kafe saat itu adalah Jaka?

Jari jempol Jaka mengelap darah yang perlahan turun dari mulutnya. Mata Dinda melotot dan kepalanya menggeleng seakan-akan memberitahu Jaka agar tidak mendekat padanya.

Jaka menempelkan darah itu di bibir Dinda agar gadis itu mencobanya.

"Enak kan?" Setelah Jaka bertanya seperti itu, Dinda pun pingsan.

•••

Sedang nyaman tidur, Aisyah mendengar suara Dinda sedang berbicara dengan seseorang. Namun suaranya terdengar seperti orang yang sangat ketakutan.

Matanya terbuka dan mengira bahwa ada pencuri atau penjahat di rumah ini. Sebelum keluar, ia membawa sapu untuk jaga-jaga.

Aisyah sudah berada di luar kamar. Tadinya ras kantuk masih menyerangnya, kini sudah tidak saat melihat Dinda terletak di atas lantai dengan wajah ketakutan menatap ke hadapannya.

Sepertinya Dinda sedang melihat sesuatu yang tidak bisa Aisyah lihat. Tapi, dari kata-kata yang diucapkan oleh Dinda, sepertinya Dinda sedang melihat sosok Jin itu.

"Dinda??" Aisyah mendekati Dinda.

Tapi Dinda tampak tidak mendengar panggilan dari Aisyah. Mata Dinda melotot layaknya benar-benar orang ketakutan. Bahkan keringat turun dari pelipis anaknya yang membuat dirinya semakin yakin bahwa Dinda sedang melihat sosok itu.

Mata Dinda melotot sangat lebar hingga akhirnya tertutup. Tubuhnya terjatuh ke belakang. Dinda pingsan.

Aisyah tersentak dan langsung mendekati Dinda dan membawa anaknya ke kamar. Tidak semudah itu, Dinda cukup berat untuk digendong ke kamar.

Aisyah duduk di samping Dinda dan menepuk pipi anaknya itu beberapa kali dengan tujuan agar Dinda terbangun.

"Ya Allah aku harus gimana," ujar Aisyah saat Dinda tak kunjung sadar.

Aisyah kembali menepuk-nepuk pipi ataupun badan Dinda agar anaknya itu terbangun. Rasa ingin menggendong namun tidak bisa.

"Ah iya apa minta bantuan ke tetangga aja kali ya?" Sebuah ide muncul di otak Aisyah. Perempuan itu hendak berjalan keluar namun langkahnya berhenti saat ia menyadari sesuatu yang aneh terjadi di belakangnya.

Tepat saat dirinya membalikkan badan. Ujung pisau yang dipegang oleh Dinda hampir menusuk hidung Aisyah, bahkan hidung itu sedikit tergores sampai mengeluarkan darah.

Aisyah meneguk ludahnya pelan. Matanya belum berkedip sampai sekarang karena terkejut dan ketakutan.

Matanya menatap wajah Dinda. Wajah Dinda menunjukkan ekspresi orang yang sangat marah. Aisyah menebak bahwa Dinda kerasukan jin itu. Karena orang yang lemah imannya akan sangat mudah untuk dirasuki jin.

"Biarkan aku menikahi anak perempuanmu," ucap Dinda dengan suara bercampur laki-laki. Itu seperti suara laki-laki yang marah, unsur suara perempuannya tidak terdengar.

Aisyah ingin menjawab yang jawabannya itu akan meruntuhkan niat jin itu pada anaknya. Tapi niatnya itu ia urungkan karena Dinda membawa pisau, takutnya Aisyah tertusuk karena pisau itu.

"Bisa dilepas dulu pisaunya?"

"Kenapa? Bukankah kamu tidak takut karena kematian ada di tangan Tuhan?"

"Dan ya kenapa kamu harus ribet-ribet menikah sama anak saya, kan jodoh udah ada di tangan Tuhan. Apalagi kamu sampai masuk ke alam manusia, udah deh balik ke alam kamu. Disini juga kamu enggak ada manfaatnya, mau makan juga kamu tuh kesusahan kan?" Aisyah berbicara panjang. Namun pisau itu tidak bergerak sama sekali.

"Untuk yang terakhir itu saya gampang banget kalo mau makan. Dinda kalo makan enggak pernah baca doa, jadi ya saya ikut makan bareng sama dia. Kalo dia mau baca doa juga saya kasih cara supaya dia enggak baca doa,"

"Terbukti kan kalo jin lebih pintar dari manusia?"

"Ya Allah sombongnya masih aja ada," ucap Aisyah.

Ekspresi Dinda berubah menjadi datar. Pisau itu dilepas oleh Dinda dan terjatuh ke bawah. Dengan cekatan, Aisyah langsung memundurkan badannya ke belakang.

"Tapi Tuhan tidak pernah mengabulkan permintaan saya,"

"Karena permintaan kamu itu enggak baik buat kamu! Kalo kamu nikah sama anak saya, kalian enggak akan pernah bisa punya keturunan. Berhentilah wahai Jin, apa kamu enggak kasian sama keluargamu?"

"Mereka membuang ku!!"

"Kalo gitu kenapa kamu harus ke alam manusia? Disini enggak ada yang menarik. Manusia akan selalu suka sama manusia, ya kali sama jin yang enggak kelihatan,"

"Karena saya mencintai Dinda! Dia yang menarik perhatian saya."

"Saya akan melancarkan niat saya selanjutnya, tunggu saja."

"Oh ya? Saya enggak takut kan ada Tuhan saya," tantang Aisyah membuat Jin itu geram.

Dinda mendekati Aisyah dan mencekek leher Aisyah. Aisyah langsung melotot dan berusaha melepaskan tangan Dinda dari lehernya.

"Astaghfirullah Dinda sadar!!"

"Din-dinda!!!" Teriak Aisyah namun Dinda tak kunjung sadar.

Jin masih menguasai tubuh Dinda.

Aisyah melotot saat lehernya terasa sangat sakit. Mulutnya mengeluarkan muntahan karena lehernya yang ditekan. Muntahan berwarna putih bercampur merah.

Aisyah terjatuh ke lantai tanpa ada yang menangkapnya.

Jin itu tersenyum puas dalam tubuh Dinda. Akhirnya jin itu keluar dan Dinda pun sadar tanpa pingsan.

"Ya Allah maafkan aku," Dinda memeluk dirinya sendiri.

"I-ibuu!!" Dinda mendekati ibunya.

Tadinya Dinda ingin merutuki kesalahannya selama ini. Namun karena melihat Aisyah seperti itu, ia langsung mengambil elap dan membawa ibunya ke kamar sebisa mungkin.

HE LOVE ME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang