35. Dia menjauh?

5.1K 683 26
                                    

"Nih bekalnya," Aisyah memberikan kotak makan itu pada Dinda. Kotak makan yang masih sama seperti hari-hari sebelumnya.

"Dinda berangkat dulu, Bu. Assalamualaikum," ucap Dinda sambil mencium tangan ibunya menggunakan tangan kanan. Tangan kirinya ia gunakan untuk memegang bekal itu.

Firman menunggu kedatangan Dinda di mobil. Karena takut telat, Dinda pun langsung masuk ke mobil.

Pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2021 Dinda kembali bersekolah seperti biasa. Kali ini ia berangkat dengan Ayahnya menggunakan mobil. Padahal jarak sekolah dan rumah dekat, sekalian Firman berangkat katanya.

Di dalam mobil, mereka berdua duduk bersampingan dengan Firman yang menyetir.

"Din, kamu tuh pernah enggak sih suka sama laki-laki? Kan kamu udah berumur matang tuh buat suka sama orang," Firman menciptakan topik baru.

Dinda yang tadi pandangannya lurus ke arah jalanan, kepalanya menoleh sedikit ke arah Firman. Namun Firman tidak menoleh karena fokus menyetir.

Kepalanya kembali menoleh ke depan. "Kayanya enggak pernah deh," jawab Dinda. Ya seingatnya Dinda tidak pernah menyukai laki-laki yang ia temui. Hanya sekedar kagum mungkin karena ketampanannya. Kecuali dengan sosok itu, Dinda jatuh cinta.

"Yakin? Kalo kamu enggak pernah suka sama laki-laki berarti kamu enggak wajar, Din. Ayah takutnya kamu Malah suka sama perempuan hahaha,"

"Dih ya kali Dinda kaya gitu. Males banget." Gerutu Dinda kesal. Lebih baik tidak punya pasangan hidup dibanding menyukai sesama jenis bagi Dinda.

Dari dalam tas, dikeluarkannya kaca kecil oleh Dinda. Kaca itu biasa dibawa olehnya saat bersekolah. "Yah nanti pulangnya Anter aku ke toko skincare yah? Mukaku banyak banget jerawatnya, parah banget mana gede-gede."

Mukanya di perhatikan olehnya melalui cermin kecil itu. "Tuh kan!! Ada jerawat yang besar banget ih geli!!!"

"Padahal Dinda enggak pernah ngejek atau membuly orang yang jerawatan. Kok tiba-tiba jerawatan gini ya kenapa aneh banget dah," Dinda kembali memasukkan kacanya ke dalam tas.

Firman menoleh sebentar ke arah Dinda untuk melihat kondisi muka anaknya. Hanya melihat sekilas saja sudah terlihat sangat jelas jerawatnya. Padahal dulu wajah Dinda sangatlah mulus. Sekarang benar-benar berbeda.

"Kamu salah pake skincare kali," celetuk Firman.

"Enggak! Aku udah enggak pake skincare lagi, alami aja pake air wudhu. Terakhir pake juga pas kelas 11 itu tuh,"

"Mau tau enggak kenapa?" Pertanyaan Firman seperti mengajak Dinda untuk mengetahuinya.

"Apaan?" Dinda menolehkan kepalanya ke arah Firman.

"Jin itu enggak mau kamu disukai sama laki-laki lain. Jadinya kamu jerawatan gitu deh. Kalo dipikir-pikir masuk akal juga kan? Karena semenjak kamu diganggu, wajah kamu jadi kaya gini. Sok aja di inget-inget,"

"Iya deh yah kayanya bener. Soalnya pas di kafe itu Febi pernah bilang kalo aku banyak jerawatnya." Dinda kembali menatap lurus ke depan.

Apa benar jerawatnya ini karena jin itu tak ingin dirinya disukai oleh orang lain?

"Kafe? Kamu kapan ke kafe? Ngapain disana?"

"Udah agak lamaan sih, sepulang dari kafe itu tuh ya aku langsung ngalamin gangguan itu,"

"Apa jin itu dari kafe itu ya?" Tanya Dinda meminta pendapat kepada Firman.

"Kayanya kerja disitu deh jin nya," celetuk Firman bercanda.

"Haha apaan sih Ayah. Masa iya jin kerja, emang uangnya nanti buat apa coba,"

Mobil ini berhenti di depan sekolah Dinda. Sebelum turun, Dinda berpamitan dan salaman terlebih dahulu dengan Ayahnya.

"Belajar yang bener, jangan pacar-pacaran Mulu," ujar Firman saat Dinda hendak turun.

"Nasib jadi jomblo gini amat. Enggak punya pacar dituduh pacaran," Dinda turun dari mobil dan langsung menutup pintu mobilnya.

Serasa menjadi artis saat berangkat sekolah menggunakan mobil.

Saat turun matanya tak sengaja menangkap salah satu manusia yang sekelas dengannya.

"Woy Bella woy!! Tungguin gue!!" Teriak Dinda dan langsung berlari mendekati Bella.

Bella menoleh ke belakang. Saat mengetahui itu Dinda, langkah kakinya berhenti untuk menunggu Dinda.

"Yuk ke kelas!" Ajak Dinda saat mereka sudah bersampingan.

Mereka berdua berjalan menuju kelas bersamaan.

"Din, zodiak Lo kan-"

"Enggak usah bahas zodiak-zodiak deh. Basi banget mana masih pagi. Ngapa sih Lo nanyain aja zodiak???" Tak habis pikir. Bukannya bertanya kabar Dinda sehat kah atau apakah, ini malah bertanya tentang zodiak.

"Pagi hari itu ya bagusnya kita bertanya. Zodiak Lo kan-"

"Dah diem lah!!"

"Bel zodiak tuh belum tentu bener. Mending Lo belajar deh matematika tah apa gitu,"

"Suka-suka saya sih," jawab Bella seenaknya.

Mereka sampai di kelas dan langsung berpisah karena tempat duduk.

Dinda menyimpan tasnya di kursi. Di samping kursinya, ada tas Febi terletak di kursi itu.

"Woah udah gak marah nih," sepertinya Febi sudah tidak marah lagi, karena tas nya saja sudah dipindahkan.

Dinda membalikkan badannya ke belakang untuk memudahkan dirinya mengambil buku. Tangan yang sudah menggapai buku kini terdiam di dalam tas.

Matanya melamun namun terarah ke dalam tas.

Biasanya gue kalo di kelas enggak bisa lihat si Jaka. Tapi kalo di kamar mandi bisa, apa gue ke sana aja ya biar bisa ketemu sama Jaka? Kangen gue sama si Jaka.

Setelah membatin, Dinda langsung melaksanakan niatnya itu sebelum Febi datang.

Pergilah Dinda ke kamar mandi. Beruntung kamar mandi masih sepi, apalagi di pagi hari seperti ini.

Ia duduk di toilet yang masih tertutup. Matanya sengaja di tutup tanpa niat apa-apa.

Jaka, datang please. Aku kangen.

Matanya terbuka saat merasa ada yang menyentuh hidungnya. Namun ternyata itu hanyalah rambutnya saja.

Matanya kembali ditutup. Berharap Jaka atau sosok itu datang. Namun tak kunjung datang sampai bel masuk berbunyi.

Kring kring

Kring kring

"Sebel banget!!!!" Dinda kesal tentunya. Sudah cape-cape ke kamar mandi, ternyata Jaka atau sosok itu tidak datang sama sekali.

Karena bel masuk berbunyi, terpaksa Dinda keluar dari kamar mandi dan pergi menuju kelasnya.

Apa dia bener jauhin gue ya? Apa dia tobat kaya gue waktu itu? Tapi masa iya sih jin tobat. Apa jin sama setan beda? Atau sama? Hm kudu nanya ke Febi nih.

Sampai di kelas, tentunya Guru belum datang karena bel baru saja berbunyi.

Dinda duduk di kursinya. Febi sudah duduk di kursinya juga.

"Feb, gue mau nanya," ucap Dinda sambil menghadapkan tubuhnya ke arah Febi.

"Kenapa?" Febi tengah baca buku, menolehkan kepalanya ke arah Dinda.

"Jin sama setan itu beda apa sama sih? Kalo jin bisa tobat enggak?"

"Setan itu sebutan untuk pengikutnya iblis. Lo bisa disebut setan kalo Lo ngikutin iblis. Jin itu sama kaya manusia, punya otak, nafsu, dan lain lain. Jin juga bisa salah, ada yang kafir ada yang muslim. Jin juga pastinya bisa tobat,"

"Oh gitu ya. Ya udah makasih,"

Berarti apa dia beneran tobat?

"Emang kenapa?"

"Gapapa," jawab Dinda sambil tersenyum. Melihat respon itu, Febi langsung membaca bukunya lagi tanpa menaruh rasa penasaran sedikit pun.

HE LOVE ME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang