18

2.4K 143 4
                                    

Happy reading

✿✿✿

"Mama ... Udah dong, Rora nggak pa-pa kok!" ucap Aurora menenangkan Gita--mamanya yang tengah terisak sambil memeluknya, saat mengetahui kabar bahwa Aurora dirumah sakit, Sabian dan Gita yang sedang berada di Paris pun langsung melesat pulang ke Indonesia. Begitupun dengan Arga, Arga yang tengah berada di Bali.

"Nggak pa-pa gimana? ini loh hiks, kening kamu. Tapi kamu nggak amnesia kan? Hiks ... Hiks, mama takut kamu kenapa-napa sayang hiks!" isak Gita, ia sangat khawatir saat melihat kondisi Aurora yang terbaring lemah dibrankar rumah sakit. Aurora mengelus punggung mamanya yang bergetar, tentunya dengan tangan kanan. Lengan kirinya saat ini tengah terasa sedikit nyeri, padahal kemarin ia hanya menggoresnya sedikit.

"Udah sayang, biar Aurora nya istirahat dulu. Kamu jugak istirahat yah, semalam kamu tidak tidur loh!" sahut Bian yang ikut mengusap pelan punggung istrinya.

Gita menggeleng. "Mas liat sendiri kan, ini Aurora udah kayak mayat mas. pucet banget wajahnya. Hiks, mama nggak tega!" isaknya lagi dengan

"Mama ... Rora bener-bener nggak pa-pa kok. Udah nggak sakit lagi, ntar sore jugak udah pulang." Gita menggeleng, yang benar saja tidak sakit. Bahkan sampai dililit perban seperti ini.

"Udah ya mah, mama pulang dulu istirahat. Biar Arga yang jagain Aurora." Gita mengangguk, walaupun ia sangat berat hati membiarkan Aurora sendirian, eh maksudnya bersama Arga.

Aurora tersenyum sumringah. "Ikut ...," rengeknya sambil merentangkan kedua tangannya.

"NGGAK!" serempak Arga, Bian, dan Gita. Memang hanya mereka berempat diruangan itu. Gibran? Ah ia dipaksa Aurora untuk sekolah, begitupun dengan Aksara. Ya walaupun harus membujuk dengan segala iming-iming. Aurora jadi heran dengan Aksara, kenapa cowok bermanik abu-abu gelap itu sangat keras kepala.

Aurora mencebikan bibirnya. "Pokoknya Rora mau pulang, disini nggak enak mama!" rengeknya dengan mata yang berkaca-kaca.

Arga menggeleng. "Nggak. Pokonya nggak." Aurora melirik abangnya sinis, kapan sih mereka ini peka.

"Harus. Rora mau pulang. Papa ...!" rengeknya lagi mengadu pada Bian, Bian hanya tersenyum simpul. Ia tidak tega melihat putrinya merengek seperti anak kecil, sampai ingin manangis.

"Yaudah boleh!" jawab Bian membuat Gita dan Arga menoleh.

"Apaan sik mas, nggak  ya. Rora ini masih sakit, liat aja itu mukanya."

Bian menggeleng. "Kan bisa rawat dirumah. lagian bener kata Aurora, disini ruangannya nggak enak!" ucapnya berusaha meyakinkan.

Aurora mengangguk antusias. "Nah kan, papa aja dukung Rora." Gita mendengus, jangan lupakan bahwa ia tidak bisa tidak menuruti keinginan anak kesayangannya.

Gita menghela nafas. "Oke!" pasrahnya, lalu membereskan semua pakaian Aurora. Aurora tersenyum penuh kemenangan, lalu menengok pada Arga dan menjulurkan lidahnya mengejek.

✿✿✿

Gibran dan ke-tiga inti Gideón saat ini sedang bersantai ria dirooftop sekolah, ceritanya Sik mereka lagi bolos. Menghindari pelajaran matematika yang menguras otak, apa lagi gurunya galak. Udah mumet, tambah mumet.

Aksara menghembuskan asap rokoknya, walaupun bukan perokok aktif tapi ia sering bolos pelajaran hanya untuk merokok bersama anggota Gideón lainnya. Ia memejamkan matanya, pikirannya tertuju pada gadis menggemaskan yang mengisi hari-harinya belakangan ini. Bayangan tentang wajah menggemaskan itu berlumuran darah membuatnya sedikit merasa khawatir. Inget ya sedikit.

AKSA'RORA: Dendam (TAHAP REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang