8. Mencari cara.

21.2K 2.2K 411
                                        


•~•~•

"Gue engga takut mati juga kok." Athaya terkekeh, lalu ia mengambil permen chupachups di sakunya, mengambil tangan Gyanza dan memberikan permen itu.

"Nih bayaran gue! Menolong paru-paru lo dari bolong-bolong!" Athaya pun berlalu pergi meninggalkan Gyanza yang menatap dingin permen tersebut.

Namun yang mengejutkan permen itu tidak masuk ke tong sampah tetapi masuk ke dalam kanton saku seorang Gyanza.

Gyanza melangkahkan kakinya menuju parkiran, meski ini masih jam sekolah ia sudah tidak peduli. Mood belajarnya hancur gara-gara masalah ini. Ada banyak hal yang Gyanza benci. Ia benci hidupnya diganggu, ia benci orang sok jago, ia benci ada yang menyentuhnya, ia benci dikalahkah, dan yang paling penting ia benci makanan manis. Tidak hanya makanan manis, ia benci hal berbau manis atau hal manis di hidupnya.

Namun, ia tidak tahu mengapa mengambil permen itu, bahkan ketika sampai parkiran dan ia sudah duduk di atas motornya, ia malah membuka bungkus permen itu dan memasukannya kemulut. Buruk, rasanya ia benci permen ini.

Gyanza melesakan motornya untuk pergi membolos dengan permen yang masih ada di dalam mulutnya.

•~•~

Athaya menghela napas, kakinya melangkah menuju parkiran, tetapi pikirannya berjalan kesana kemari, sungguh hari ini hari yang sangat melelahkan baginya. Ia bolos di jam pertama lalu kena hukuman dan harus bolos jam ke dua membantu si kanebo kering. Athaya mengulumkan senyumannya mengingat si kanebo kering walaupun kaku dan menyebalkan tetap saja kanebo kering itu menyita perhatiannya, ia terkekeh sendiri mengingat ekpresi-ekpresi laki-laki itu.

Athaya mengeryitkan alisnya melihat Vanilla yang tertawa terbahak-bahak di samping mobil gadis itu sembari mempoleskan sesuatu pada wajah seseorang disana. Athaya melotot melihat itu, astaga wanita itu memang gila sepertinya.

"Vanilla! Lo ngapain?!" Athaya menghampiri Vanilla yang tampak sedang merundung seorang gadis, bukan seorang kutu buku tetapi salah satu gadis cantik yang terkenal di sekolahnya.

"Eh Athaya? Gue lagi kasi kelas tambahan buat dia kok." Vanilla tersenyum sembari menatap sinis gadis yang ia lumuri dengan tinta permanen itu.

Athaya menatap iba pada gadis itu, lalu ia menghampiri gadis itu,"Lo pergi aja."

Vanilla melotot tetapi gadis itu sudah lari begitu saja, Vanilla hendak menyusulnya namun Athaya menahan bahu Vanilla.

"Lo apa-apaan sih?! Gue baik sama lo bukan berarti lo bisa seenaknya sama gue ya?!" teriak Vanilla geram pada Athaya.

"Gue tau engga seharusnya ikut campur, tapi dia--"

"Dia itu iblis! Sama aja kaya gue! Asal lo tau ya didunia ini kalo lo terlalu baik dan naif maka elo yang akan jadi korban!" Vanilla menggunjang bahu Athaya."Lo cewek naif Haya! NAIF BANGET!!!"

Athaya menghela napas,"Gue tau."

"Gue bukan iblis buat orang baik! Gue cuma iblis buat mereka yang iblis maka dari itu kedudukan gue tinggi! Lo paham gak sih? Dan lo malaikat bego yang bebasin iblis buat jahatin malaikat lain!!!" teriak Vanilla frustasi."Lo tau engga apa yang cewek itu lakuin?! Dia baru aja ngedorong cewek kutu buku tak bersalah cuma karena tu cewek ngomong sama cowonya!"

Athaya menduduk, ia sadar telah membuat kesalahan, ia tidak tahu sebelumnya ia hanya ingin menolong gadis itu karena ia pikir Vanilla mencari kepuasan menyiksa orang tak bersalah.

"Gue minta maaf, gue engga tau kalo dia jahat." ucap Athaya.

Vanilla menghela napas,"Gue maafin, tapi inget! Lo engga boleh naif lo harus jadi setannya para setan!"

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang