41. Tak Terduga

17.2K 1.9K 87
                                    



Gyanza tersenyum melihat sebuah foto yang menghiasi dompetnya. Ia tidak pernah menyangka jika kesempatan untuk merasakan kehangatan itu ada untuknya.

Selama ini ia selalu merasa sendirian. Ia bagai diasingkan oleh ayahnya dan dihukum atas apa yang tidak ia tahu. Dulu jika boleh memilih ia juga tidak ingin dilahirkan. Akan tetapi, kini ia tahu bahwa kelahirannya bahkan ada karena sebuah perbuatan hina.

Rahang Gyanza mengeras mengingat beberapa hari ini ia seolah diteror oleh beberapa orang yang ia yakini sebagai bawahan ayahnya. Gyanza tidak tahu apa keinginan ayahnya, tidak cukup membuatnya gila dengan berbagai siksaan yang sudah ia terima selama ini?

Lalu apa lagi?

Kenapa ayahnya membencinya menjadi salah satu hal yang Gyanza tidak mengerti. Ayahnya lah si pelaku, ayahnya lah yang berbuat keji pada Ibunya. Ibu yang Gyanza ingin temui, tetapi ia tidak bisa menemukannya mengingat California itu sangat luas.

Gyanza menutup dompetnya dan menaruhnya di samping meja tempat tidurnya. Ia memejamkan matanya.

~¤~

Gyanza bersiul sembari menuangkan susu pada serealnya. Mengingat ia tinggal sendiri sejak umur lima belas tahun. Gyanza biasa menyiapkan keperluannya seorang diri.

Gyanza mengambil ponselnya dan menghubingi Athaya. Sejak beberapa menit lalu ia mengirimkan Athaya pesan, tetapi belum juga ada balasan.

Gyanza mengeryit ketika sambungan teleponnya disahuti oleh operator yang mengatakan kondisi diluar jangkuan.

Gyanza mengumpat ketika pikiran buruk mulai menghantuinya. Ia bergegas mengambil kunci mobilnya dan mengabaikan semangkuk sereal yang sudah memanggil untuk dimakan.

Gyanza melajukan kecepatan mobilnya diatas rata-rata agar sampai di rumah Athaya dengan cepat.

Sesampainya di rumah gadis itu pun Gyanza langsung membuka mobil dengan tergesa dan memasuki rumah Athaya yang gerbangnya terbuka.

Pikiran buruk dan perasaan mengganjal menghampiri Gyanza. Ia menelan salivanya untuk meredakan kegugupannya. Ia mengetuk pintu sekali. Tidak ada jawaban. Ia mengetuk kembali. Tidak ada jawaban juga. Ia membuka kenop pintu dan ternyata pintu itu tidak terkunci.

Tubuh Gyanza mematung melihat kondisi rumah Athaya yang kacau. Terdapat handphone Athaya tergeletak diruang tamu. Beberapa barang seperti vas bunga hingga lukisan terjatuh. Seolah ada sebuah pertengkaran hebat.

"Shit!" Gyanza mengumpat sembari menjambak rambutnya. Seluruh isi kepalanya buyar. Tidak ada hal yang terlintas tentang kemana Athaya saat ini, tetapi ia yakin ini pasti ulang ayahnya.

Gyanza menghubungi ayahnya,"Where is she?" tanya Gyanza dengan rahang yang meras menandakan rasa amarah Gyanza ada di puncaknya.

"What are you talking about?"

"WHERE IS MY GIRL!"

"FUCK, I DONT KNOW IDIOT!"

TUT

Gyanza mengeram ketika sang ayah mematikan ponselnya. Ia menghubingi kembali dan benar saja telphone itu langsung diluar jangkuan.

Sebuah panggilan masuk dan Gyanza langsung mengangkatnya.

"Mencarinya eh?"

Gyanza mengeryit,"Siapa?!"

"Hahaha... kamu lupain saya?"

Gyanza menggeram,"Jangan main-main."

"Saya engga main-main Gyanza, gimana gini aja saya kasi pilihan?"

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang