"Kamu tenang dulu ya." Gyanza mengelus lembut puncak kepala Athaya yang menangis sesenggukan di dadanya. Gyanza bahkan bisa merasa bajunya basah akibat air mata itu.
Tidak hanya Athaya. Gyanza sangat kalut. Cebikan di dadanya tidak sebanding dengan yang Athaya rasakan. Menyadari itu, Gyanza marah pada dirinya. Marah karena datang terlambat.
Lampu ruang operasi menyala sejak empat jam yang lalu. Hal yang membuat Athaya menangis pedih adalah adiknya saat ini di operasi akibat cedera kepala subdural akibat benturan yang keras di kepala adiknya akibat terbentur aspal dan terguling. Cedera kepala subdural adalah salah satu cedera kepala serius yang memiliki tingkat kematian 30-90 persen.
"Aku takut, Gy..." lirih Athaya, ia meremas erat punggung Gyanza bahkan nyaris mencakar punggung itu. Alih-alih meringkis, Gyanza merasa tenang jika itu bisa membuat Athaya menyalurkan rasa sesaknya.
Gyanza sangat tahu bagaimana pentingnya sang adik dimata Athaya. Gyanza bukan sosok yang sering berdoa, tetapi jika doa bisa membantu, Gyanza berdoa dengan sangat jika semuanya akan baik-baik saja.
"Ada aku disini." Gyanza mengelus lembut surai rambut Athaya.
"Kalo..."
"Sssttt, tenang sayang." Gyanza mengecup lembut pelipis Athaya.
"Athaya..." Gyanza menatap tajam Sara, Ibu Athaya yang hendak mengajak Athaya berbicara.
"Izinin saya bicara sebentar."
Rahang Gyanza mengeras, jika Sara bukan wanita dan bukan Ibu Athaya sudah dipastikan Gyanza akan memukul habis-habisan orang tersebut hingga sekarat.
Athaya melepas pelukan Gyanza, mengusap air mata dengan kasar dan menatap nyalang Ibunya,"Ngomong apa? seneng Alin kaya gini?"
Sara duduk di sebelah Athaya,"Saya tahu semua sudah terlambat untuk dijelaskan. Saya juga tahu saya bersalah, tapi saya tidak setega itu untuk senang jika anak saya sekarat."
Athaya terdiam.
Sara mengepalkan tangannya,"Saya memang bukan Ibu yang baik, bahkan bisa disebut ibu yang jahat bukan? meninggalkan anaknya dan terlihat bahagia."
Sara menghela napas,"Satu kebenaran yang tidak kamu tahu adalah, dulu saya dan ayah kamu menikah karena saya hamil kamu Athaya, saat kami kuliah hubungan kami malah semakin diluar batas sampai saya mengandung kamu dan membuat orang tua saya kecewa hingga memutuskan hubungan orang tua dan anak karena keluarga saya memiliki nilai moral yang tinggi."
Sara menatap Athaya yang tidak menatapnya melainkan menatap lurus kedepan, menatap tembok,"Saya saat itu merasa bersedia untuk tidak menggugurkan kamu dan merasa bahwa cinta saya dan ayah kamu akan menolong kami nantinya, nyatanya? semua tidak semudah itu."
Sara tersenyum pedih,"Diawal pernikahan kami masih sangat dimabuk cinta, kami punya kamu dan saling mencintai hingga masa persalinan kamu tiba, saya membutuhkan operasi yang tentunya mahal karena itu kami mulai kesulitan ekonomi, saya yang tidak kuliah dan ayah kamu yang memutuskan berhenti kuliah untuk fokus mencari pekerjaan."
"Ternyata menjadi orang tua tidak semudah itu, sulit, biaya hidup saya, kamu, mulai dari perawatan bayi seperti popok, makanan, susu dan banyak hal lain yang membuat kami bertengkar karena uang ayahmu tidak cukup untuk semua itu." tetesan air mata menetes dari mata Sara tanpa ia sadari.
"Tapi masih dengan alasan yang sama, cinta, kami bertahan hingga tanpa sengaja lagi Alin hadir, itu menjadi akar pertengkaran hebat pertama kami, bahkan saya benar-benar berniat mengugurkan kandungan karena kami kecolongan soal pengaman. Ayahmu tidak mau, lagi dan lagi saya memberi ayah kamu kesempatan." Sara menatap ke arah pintu ruang operasi, rasa menyesal melingkup hatinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Athaya
Teen FictionTEENFICTION - DARK - SWEET [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Athaya Lilly Kalinara. Gadis kuat, tanguh, pemberani, baik hati, bijak dan dewasa sempat terkukung dalam suatu hubungan tidak sehat dengan seorang Kennan Abaranaka karena suatu alasan ia menjadi so...