16. Menolong Gyanza

18.4K 2K 127
                                    

Athaya kembali ke rumah dengan jaket Gyanza yang menyelimuti dirinya. Gyanza mengantarnya pulang. Suatu keajaiban dunia mungkin?

Laki-laki itu langsung pergi begitu saja saat kakinya baru saja menginjak aspal jalanan depan rumahnya. Athaya langsung berlari masuk ke dalam rumah, walau hujan sudah reda beberapa saat sebelum mereka tiba di rumah Athaya.

Athaya tersenyum sendiri sembari menutup pintu rumahnya. Alin datang menghampiri Athaya.

"Kakak bikin khawatir aja tau! terus ngapain senyum sendiri?" Alin memecingkan matanya curiga lalu memberi tatapan menyelidik dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Kakak engga habis aneh-aneh kan?"

Athaya merangkul Alin dan mengajak gadis itu berjalan mengikutinya,"Ya engga lah, kakak lagi seneng aja."

"Kenapa? Punya pacar baru ya?"

"Eh? Engga, bukan." Athaya salah tingkah. Alin sudah tahu ia sudah 'membereskan' Kennan.

"Ya gausah salting gitu, Kak," Alin terkekeh."Yaudah Kakak mandi dulu, suster Karen udah masak, kita makan bareng ya? Alin kangen." Athaya mengangguk."Tunggu Kakak, Oke?"

Alin pun mengangguk, Athaya bergegas ke kamarnya untuk mandi air panas agar tidak demam besoknya akibat kehujanan.

Athaya tidak berhenti mengulumkan senyumannya hanya dengan mengingat Gyanza memberikan jaketnya, walau secara kasar tanpa kata. Tetap saja bibirnya tidak bisa dihentikan untuk membuat garis lengkung berupa senyuman.

Sampai di meja makan yang hanya diisi oleh dirinya dan Alin, Athaya masih tampak tersenyum sendiri.

"Kak Haya, jangan senyumin sendiri gitu, serem. Nanti Alin ngiranya kakak kerasukan lagi." Alin menatap Athaya ngeri.

Athaya terkekeh,"Kamu mah, jangan aneh-aneh. Lagipula senyum itu ibadah tau! Makannya harus senyum terus, Alin juga harus senyum terus oke?"

Alin mengangguk,"Minggu depan Alin ultah, Kakak engga lupa kan?"

Athaya terdiam sesaat ingin memasukan makanan ke dalam mulutnya dengan sendok di tangannya yang juga ikut terhenti,"Iya inget kok. Alin mau kado apa?"

Athaya tahu apa keinginan Alin. Satu keinginan yang tak bisa ia wujudkan. Ia benci fakta itu.

"Ketemu mama, Alin engga pernah ketemu mama. Alin pengen tau mama."

Athaya menatap sendu Alin,"Nanti ya."

"Nantinya kapan? Nanti mulu. Keburu Alin mati." Ujar Alin kelepasan. Ia langsung mengigit bibirnya setelah sadar ucapannya.

Athaya menatap Alin marah,"Jaga omongannya!"

Alin langsung bangkit dari duduknya dan memeluk Athaya."Maaf, Kak."

•~•~•

Athaya melepas helm ojek online yang mengantarnya ke sebuah rumah mewah yang di dominasi oleh warna hitam itu."Makasi ya, Mas."

Athaya melihat gerbang sudah terbuka, ia langsung masuk begitu saja. Ia menatap heran mobil yang nampak berjejer memenuhi halaman yang cukup luas. Apa ada acara? Haruskah ia pulang?

Athaya hendak menitipkan saja jaket Gyanza yang dipinjamkan kemarin. Jaket tersebut sudah ia cuci, setrika dan kemas dengan rapi di dalam paper bag.

Ia melangkah menaiki tangga untuk menuju pintu utama. Namun, langkahnya terhenti ketika bunyi pecahan yang keras. Athaya mendongak, matanya membola dan ia langsung berlari menyembunyikan diri sedikit jauh di balik pilar kotak yang menjulang tinggi.

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang