32. Kepolosan

21.3K 2.3K 545
                                    

"Anterin pulang, Gy." rengek Athaya.

Setelah Gyanza memberikannya baju kemeja kebesaran milik laki-laki itu untuk mengganti baju sel tahanannya. Athaya meminta Gyanza mengantarnya pulang yang tidak digubris.

"Males."

"Kamu engga takut aku kenapa-kenapa kalo pulang sendiri?" Athaya mendongak ke belakang. Posisi keduanya kini mereka terbaring di sebuah sofa dengan punggung Athaya yang menindih dada Gyanza.

 Posisi keduanya kini mereka terbaring di sebuah sofa dengan punggung Athaya yang menindih dada Gyanza

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu pemberani."

Athaya memutar bola matanya jengah,"Terus gunanya kamu apa?"

"Ya nunggu."

"Nunggu aku sampai rumah tanpa khawatir?"

"Iya."

"Ih!" Athaya kesal ia memilih menatap langit-langit. Mengabaikan Gyanza yang tidak peka. Oke, tadi dia sendiri yang bilang ia akan menerima Gyanza apa adanya, tetapi tetap saja ia kesal Gyanza tidak pekaan.

Athaya melayangkan ingatannya pada sembilan tahun lalu.


Athaya berterimakasi pada seorang bapak-bapak yang berbaik hati memberikannya sedikit uang setelah ia membantu bapak tersebut berjualan keliling.

Perceraian kedua orang tuanya membuat sang Ayah sangat depresi hingga sering minum-minum. Ia dan adiknya pun terabaikan. Athaya bersyukur tinggal di komplek perumahan sederhana yang memiliki banyak orang baik. Banyak orang yang menolongnya.

Athaya berjalan menuju sebuah apotek. Ia membeli sebuah obat penurun demam. Ia juga singgah di minimatket membeli tiga buah chupa chups.

Athaya pun bergegas pulang. Ia memicingkan matanya melihat anak laki-laki seusianya hendak naik ke pembatas jembatan di wilayah dekat rumahnya yang cukup sepi.

Athaya berlari,"KAMU NGAPAIN?!" pekik Athaya.

Bocah laki-laki itu menoleh,"Mati."

"Kamu engga boleh mati!" ujar Athaya menyentak tubuh bocah itu ke belakang.

"SAKIT!"

Athaya langsung memundurkan langkahnya mendengar teriakan ketakutan itu.

"Kamu sakit? Sakit apa?"

"Semua! Aku mau mati!"

"Engga kamu engga boleh mati!" Athaya menggeleng,"Apapun cobaan yang kita hadapi, mati bukan solusinya! Kamu harus bertahan dan tunjukin kamu kuat. Bales dendam sama orang yang nyakitin kamu!" ujar Athaya lantang.

"Balas dendam?"

"Iya, kaya aku, aku mau balas dendam untuk  sukses dan membuat orang yang meninggalkan aku menyesal dan bertemu pria baik, membangun istana layaknya putri dongeng dan memiliki kehidupan bahagia selamanya. Happily ever after."

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang