42. Fakta

18.3K 1.9K 139
                                    




"Kenapa?"

Gyanza membawa Athaya ke dalam pelukannya.

"Kamu menanyakan itu?" Sosok perempuan yang hampir berusia paruh baya, tetapi ia masih tampak sangat muda itu mendekat.

"Hannah..." geram Gyanza.

"Ini semua salah kamu!" teriak Hannah tiba-tiba dengan nada yang sangat frustasi.

Gyanza menaikan satu alisnya, semakin mengeratkan pelukan pada Athaya karena melihat Hannah membawa sebuah pisau.

"Gara-gara kamu dan Ibu kamu! Hidup saya jadi berantakan Gyanza!" Hannah mendekat dan melayangkan pisau itu ke arah leher Gyanza. Gyanza hanya menatap tajam Hannah. Gyanza berdiam diri bukan karena takut atau apa. Ia hanya tidak ingin tindakannya malah mencelakai Athaya.

"Ayah Kamu! Dia seharusnya menikahi saya! Melamar saya di malam itu! Tapi dia malah meniduri perempuan murahan!" Hannah berteriak dengan marah. Lantas beberapa saat kemudian Hannah malah tertawa terbahak-bahak.

"Semua karena kehadiran mu! Kakekmu tidak ingin Ayahmu menikahi saya karena sudah membuat Ibumu masuk rumah sakit jiwa! Semua ini kesalahan mu!" Hannah memukul-mukul dengan keras dada Gyanza. Perempuan paruh baya itu menangis tersedu-sedu.

Gyanza terdiam kaku begitupun Athaya yang berada dipelukan Gyanza.

"Laki-laki itu memperkosa, bukan meniduri." ucap Gyanza dengan berat. Ia menatap tajam Hannah.

"Jadi ini alasan anda berdiam diri ketika saya disiksa dulu?"

"Aku lah yang membuat hidup mu seperti itu." Hannah tersenyum miring.

Gyanza mengeratkan pelukan Athaya dan sebelum menyentak gadis itu lepas dari pelukannya dan membawa Athaya berlindung di balik punggungnya.

Gyanza dengan gesit menyentak pisau tersebut dan mendorong Hannah, memojokannya di tembok.

Gyanza mencekik Hannah. Hannah tersenyum miring,"Mari kita selasaikan ini Gyanza. Dendam hal yang membutakan pikiran manusia. Hal ini juga yang membawa penderitaan dihidup mu dan juga akan terus begitu."

"Dalam mimpi mu." Gyanza menekan dengan keras cekikan tersebut.

"Gyanza! Dia bisa mati!" Athaya panik melihat bagaimana marahnya Gyanza.

Tanpa Gyanza sadari sebelah tangan Hannah mengambil pisau di saku celananya. Hannah lantas menggores perut Gyanza.

"AKH!" Teriak Gyanza.

Athaya terkesiap dan mencoba menghampiri Gyanza.

Hannah menghadang dan hendak menancapkan pisau ke dada Athaya. Athaya hampiri saja lengah, tetapi dengan cepat ia menendang perut Hannah.

Hannah dengan cepat bangkit ketika Athaya sudah berjongkong menolong Gyanza. Hannah menarik rambut Athaya dan menyeretnya menjauh.

"Akh!" Rintih Athaya.

Menahan rasa sakitnya, Athaya menyentak dengan sekuat tenaga jambakan Hannah. Lantas terjadi pergulatan diantara keduanya. Athaya menghindar ketika Hannah hendak menusuknya. Ia memungut benda-benda di lantai seperti balok kayu, meja, potongan besi untuk melawan.

Gyanza meringkis kesakitan. Ia menekan luka goresan di perutnya yang mengeluarkan darah. Ia berusaha bangkit dengan menahan semua rasa sakitnya untuk menolong Athaya yang menahan tangan Hannah yang hendak menusuk pisau itu ke dadanya.

Gyanza dengan cepat berlari dan menendang pinggang Hannah membuat wanita itu terhempas.

Gyanza menarik tangan Athaya,"Pergi dari sini." ucap Gyanza dengan lirih.

Athaya menggeleng,"Aku engga mau ninggalin kamu, liat Gy luka kamu."

"Aku selesaiin ini. Kamu pergi Aya."

Athaya menggeleng.

Gyanza mendorong badan Athaya untuk pergi keluar dari pintu, tetapi keduanya membeku ketika segerombol pria berseragam hitam masuk.

Suara dibelakang sana membuat keduanya terdiam mematung,"Kalian engga akan bisa kemana-mana."

"Habisi yang cowo, biar yang cewe jadi bagian saya. CEPAT!"

Gyanza hendak menarik Athaya tetapi gerakannya tidak cukup cepat dengan beberapa orang berseragam itu menendangnya.

"GYANZA!"

Athaya hendak menolong Gyanza, tetapi Hannah menghalanginya.

"Kamu sangat berartikan bagi dia? Gimana kalau kamu mati? Apa dia juga ikut?"

Athaya tersenyum sinis,"Itu tidak akan terjadi."

"Oh ya? Mari kita lihat."

"AKH!" Athaya lalai hingga pisau itu menusuk bahunya.

Athaya membuka matanya menahan rasa sakit. Ia mendorong Hannah.

Athaya melirik Gyanza yang berusaha sekuat tenaga melawan sepuluh orang sementara luka laki-laki itu tampak semakin marah melihat pola darah di bajunya semakin meluas.

Rasa kesal menumpuk dihatinya. Athaya mengabaikan aliran rasa nyeri yang hebat memusat di bahunya itu. Ia melayangkan pukulan pada Hannah di depannya yang berdiri seolah mengejeknya. Ia menampar Hannah berulang kali.

"TIDAK AKAN KUBIARKAN!" Teriak Athaya. Ia lantas menendang perut Hannah dan membuat wanita paruh baya itu terdorong kebelakang.

Hannah terbatuk dan tidak bisa berkutik dengan serangan tiba-tiba dan cepat itu. Athaya lantas bangkit untuk menolong Gyanza yang sudah mulai kesusahan setelah menghabisi enam orang yang sudah terduduk kesakitan dan ada pula yang pingsan akibat benturan kepala.

"GYANZA"

Athaya menahan tangan seorang pria yang melayangkan tinju padanya. Memelintir tangan itu dan menendang selakangan pria itu dengan keras. Ketika sudah terduduk kesakitan, Athaya memberi injakan pada kemaluan pria itu membuat pria itu berteriak kesakitan.

Gyanza tersenyum tipis melihat itu dari lirikan matanya. Beberapa saat Gyanza sudah menumbang habis anak buah Hannah.

"Hanya ini dendam mu, Hannah?" ucap Gyanza dengan penuh tantangan menatap Hannah yang masih terduduk sembari memegang perutnya. Gyanza menggandeng tangan Athaya untuk berdiri di sampingnya.

Hannah menatap sinis Gyanza,"Belum."

DOR!

Gyanza mematung. Seluruh aliran saraf nya terasa kaku, mimik wajah Gyanza berubah pucat pasi melihat Athaya yang mulai kehilangan pijakannya dan terhuyu. Sebelum jatuh, Gyanza sudah menangkap Athaya. Ia menepuk pipi Athaya.

Athaya tersenyum,"Engga sakit."

Gyanza tahu itu suatu kebohongan melihat bagaimana wajah Athaya, ia juga bisa merasakan tangannya yang berada di punggung Athaya terasa basah.

"Athaya, Athaya please..." Gyanza lantas menggendong Athaya dengan bridal meski nyeri di perutnya sangat terasa.

"KAMU AKAN KEHILANGAN DIA! DAN ITI BERMAKNA KAMU AKAN KEHILANGAN KEHIDUPANMU!" Teriak Hannah dengan puas. Ia menatap seorang sniper yang ia sewa melalu jendela. Ia harap pelurunya menembus jantung Athaya.

Hannah membiarkan Gyanza bebas karena ia tahu secepat apapun Gyanza. Gadis itu tidak akan tertolong.

<bersambung>

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang