28. Derita Athaya

16.9K 2K 132
                                    

Salah satu polisi membiarkan Athaya menggunakan telphone kantor polisi untuk mengabari siapapun yang Athaya ingin setelah Athaya sedikit memohon karena ponselnya sudah disita.

Hari sudah mulai sore, Alin pasti bertanya-tanya kenapa ia belum pulang. Ia memutuskan menelphone Alin dahulu.

"Kakak!" seru Alin, Athaya dapat mendengar isakan gadis itu."Bu Zahra ke rumah dan jelasin semuanya, hiks... kakak bakal bebas kan? Kakak engga mungkin ngelakuin itu!"

Athaya terkekeh meski jauh di dalam hatinya kecemasan melanda,"Iya pasti bebas lah! Orang kakak engga salah."

Semoga ya Alin.

"Kakak engga mau telphone mama atau papa? Mereka pasti mau nolongin kakak kan? Hiks... kakak harus bebas!"

"Iya nanti kakak telphone, pasti, mereka-kan sayang kita."

"Kalo sayang kenapa ninggalin?"

Athaya tercenung,"Siapa yang ninggalin? Mama sama Papa sibuk kerja."

"Alin bukan anak lima tahun lagi Kak, Alin tahu mereka ninggalin kita kan?" Athaya mendengar nada suara Alin menjadi sendu.

"Lusa kan ulang tahun Alin, Alin siapin deh pestanya sana bareng suster Karen." ucap Athaya yang berusaha mengubah topik pembicaraan.

"Suster Karen bakal pijem uang buat bayar pengacara kak, kak tunggu ya, Alin engga yakin mama sama papa bakal nolongin kita."

Athaya tertawa,"Yaampun kaya orang susah aja, masa pinjem uang, gak usah lah, kakak pasti bebas, kamu tunggu aja ya? Kakak punya banyak duit kok, santai aja."

Bohong.

Uang dari mana?

Ya memang kedua orang tua yang meninggalkannya memberikan uang, tetapi untuk membebaskannya? Atau membayar pengacara? Mana cukup.

"Kakak engga bohong kan?"

"Iyalah! Ngapain bohong coba?"

Terkadang kebohongan memang perlu bukan? Hal yang paling Athaya sayangi adalah adiknya dan membuat adik kecilnya kepikiran yang tidak-tidak adalah hal yang Athaya tidak inginkan.

"Kakak bujuk mama sama papa ya? Mereka pasti nolongin, Alin yakin kak, mereka masih orang tua kita kan?"

"Iyaiya kamu engga usah mikirin kakak oke? Kamu jaga kesehatan, jangan stress, kalo panik kamu kumat minum obat dan minta suster Karen temenin, oke? Jangan sendiri." omel Athaya.

"Coba kasi telphonenya ke suster Karen." minta Athaya.

Athaya lantas mendengar Alin memanggil suster Karen.

"Athaya! Kamu gimana? Karen cariin pengacara ya? Soal bia-"

"Engga perlu, suster urus Alin aja ya? Aku bakal berusaha cari bantuan sendiri. Aku mau suster prioritasin Alin aja oke? Dia akhir-akhir ini ngeluh sakit terus."

Suara Suster Karen terdengar serak,"Semangat ya Athaya, maaf Karen belum bisa bantu kamu banyak."

Athaya tersenyum meski suster Karen tidak melihatnya,"Suster udah jaga kami aja udah berarti banget, disaat kami berdua dibuang gitu aja."

Suster Karen terdengar terisak,"Kamu jangan patah semangat ya."

"Engga mungkin lah, selama ini Athaya mana pernah engga semangat sih?" Athaya terkekeh.

Athaya berdehem sebentar,"Suster aku tutup dulu ya, aku mau telphone orang lain dulu."

Panggilan pun terputus.

Athaya menghela napas sebelum menekan nomber yang selalu susah untuk dihubungi. Kali ini saja Athaya harap kali ini saja mereka peduli. Setidaknya sebuah kata semangat pun tidak masalah. Hanya itu, Athaya tidak berharap banyak.

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang